Kupi Beungoh
Aceh dan Kepemimpinan Militer (IX) - Iskandar Muda: Angkatan Perang, “Mercineries”, dan “Raja Toke”
Iskandar Muda mengawinkan perdagangan dan militer yang tiada duanya dalam sejarah Aceh, dan bahkan mungkin Nusantara.
Oleh Ahmad Humam Hamid*)
ISKANDAR Muda adalah raja tentara yang mempunyai kemampuan kapitalisasi kembaran dua kekuatan yang luar biasa.
Ia mengawinkan perdagangan dan militer yang tiada duanya dalam sejarah Aceh, dan bahkan mungkin Nusantara.
Ia tahu benar memanfaatkan militer untuk menjamin kestabilan dan pertumbuhan kerajaannya.
Ia juga paham benar apa arti kestabilan dan keteraturan Aceh untuk menjadi daya tarik pedagang mancanegara.
Berbagai bangsa berdatangan mulai dari Venesia Italia, Inggris, Belanda, Denmark, dan Perancis sampai ke Turki, Aleppo Syiria, dan Cina.
Dari India umumnya adalah pedagang Gujarat, Benggali, dan Malabar.
Dari kawasanan serantau ada pedagang Siam dan Pegu-Burma.
Sedangkan dari kawasan Nusantara berdatangan pedagang Banten, Jawa, dan Makassar.
Iskandar Muda membangun militer kerajaan Aceh yang terhitung digdaya pada masanya.
Mengutip catatan Laksamana Perancis, Agustin de Beaulieu (1629) sejarawan kondang Asia Tenggara, kelahiran Selandia baru, Anthony Reid, dan Takeshi Ito, Profesor Universitas Sofia, Tokyo (1985) menulis dengan baik bagaimana gambaran kapasitas Iskandar Muda tentang kemiliteran Aceh pada masanya.
Reid dan Ito menyebutkan (1985), dalam tempo 24 jam, Iskandar Muda mampu memobilisir 40.000 tentara untuk siap berperang.
Pada saat yang sama, bersamanya di istana 1.500 pengawal raja juga siap.
Pengawal itu umumnya adalah budak dan serdadu bayaran yang umumnya adalah orang asing-bukan pribumi Aceh.
Di sekitar istananya juga siap 200 pasukan berkuda (Dasgupta 1962).