Kupi Beungoh
Aceh dan Kepemimpinan Militer (IX) - Iskandar Muda: Angkatan Perang, “Mercineries”, dan “Raja Toke”
Iskandar Muda mengawinkan perdagangan dan militer yang tiada duanya dalam sejarah Aceh, dan bahkan mungkin Nusantara.
Iskandar Muda juga mempunyai lebih dari seratus galley- kapal besar, sepertiganya berukuran jauh lebih besar dari kapal perang negara Eropa manapun pada masa itu.
Hal itu membuat angkatan laut Aceh menjadi salah satu yang terbesar pada masanya di kawasan serantau (Beaulieu 1662, dalam Ito1996).
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (VI) - Sultan Al Mukammil, "Repertoar Raja Boneka”
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (VII) Al Mukammil: Hard Power dan Shock Therapy
Serdadu Bayaran
Serdadu bayaran yang di dalam istilah kepustakaan disebutkan “mercinery” dalam kaitannya dengan Iskandar Muda pada dasarnya terdiri dari dua komponen.
Yang pertama adalah serdadu bayaran profesional yang terdiri dari orang-orang Turki, Gujarat, dan Malabar, Abesinia-Ethiophia hari ini, dn yang kedua adalah para budak muda (Beaulieu 1996 dalam Perret 2011).
Para budak itu dilatih menjadi tentara dengan berbagai tugas yang diberikan oleh raja, mulai dari eksekutor, pembunuh rahasia, pemelihara gajah, dan berbagai tugas lainnya.
Umumnya mereka tinggal di “dalam”, yakni sebuah kawasan tertutup untuk orang luar yang lokasinya berada di sekitar istana Sultan.
Apa yang menarik tentang para budak yang menjadi pengawal raja adalah usia mereka yang relatif muda.
Ini artinya ada pilihan dan persyaratan yang dibuat oleh Iskandar Muda dalam pembelian budak untuk pengawal dari berbagai kawasan.
Dalam kasus Aceh, pembelian budak bukanlah sesuatu yang langka, karena Aceh sejak awal abad ke 16 dan abad ke 17 dikenal sebagai salah satu pasar budak di kawasan Nusantara (Vander Chijs 1932 dan Martin 1662, dalam Perret 2011).
Para pedagang budak itu umumnya berasal dari berbagai suku bangsa, mulai bangsa Moor-Maroko, Afrika, Coromandel-Tamil Nadu hari ini, dan juga pedagang Inggris dan Denmark.
Paling kurang setiap tahun tidak kurang 2.000 budak diperdagangkan di Aceh dan sejumlah tempat lain, dan umumnya para budak berasal dari kawasan India Selatan, seperti Tamil Nadu.
Secara umum, sekalipun budak yang menjadi tentara pengawal Sultan berasal dari berbagai tempat, mayoritas utamanya adalah budak-budak dari Pantai India Selatan.
Istana Iskandar Muda juga dilengkapi dengan 3.000 pengawal perempuan yang sangat sigap, baik untuk keperluan pengamanan, maupun berbagai tugas lain yang berurusan dengan keamanan dan kemiliteran.
Logistik senjata militer diatur dengan standar operasi yang sangat ketat, dimana terdapat sekitar 2.000 meriam.