Kupi Beungoh
Masih Adakah MAA?
Simbol keistimewaan Aceh lainnya adalah Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Majelis Pendididkan Aceh (MPD) dan Mahkamah Syariyah (MSA) sebagai peradi
Oleh Drs H Soufyan M Saleh SH, MM *
Majelis Adat Aceh adalah lembaga daerah sebagai salah satu simbol Keistimewaan Aceh yang lahir atas jerih payah perjuangan panjang masyarakat Aceh yang tidak pernah mengenal lelah.
Simbol keistimewaan Aceh lainnya adalah Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Majelis Pendididkan Aceh (MPD) dan Mahkamah Syariyah (MSA) sebagai peradilan syariat Islam.
Keempat Lembaga Keistimewaan tersebut hanya ada di Aceh, tida ada di provinsi lain.
Pengakuan dan penguatan Keistimewaan Aceh secara yuridis dituangkan dalam Undang-Undang Negara RI Nomor 44 tahun 1999 Tentang Penyelenggaran Keistimewaan Aceh yang lahir dimasa kepemimpinan Presiden BJ Habibi.
Namun sangat disayangkan Pemerintah dan masyarakat Aceh tidak maksimal menjaga dan memelihara dengan baik simbol-simbol keistimewaan Aceh tersebut.
Baca juga: VIDEO Setelah Ziarah ke Makam Syiah Kuala, Persiraja Beri Santunan ke Dayah Mini Aceh
Kita masih ingat bagaimana kisruh di MAA yang pada awalnya hanya persoalan sederhana, di mana Gubernur Nova Iriansyah pada waktu itu tidak mengakui hasil Mubes MAA tahun 2018 yang memilih H Badruzzaman Ismail sebagai ketua.
Alasannya tidak sesuai dengan Qanun Aceh dan kemudian mengangkat Plt lain sebagai pimpinan MAA yang sebenarnya bukan kewenangan Gubernur dan tidak dikenal dalam Qanun Aceh tentang MAA (Qanun Nomor 3 tahun 2004).
Kisruh ini dibiarkan berlanjut ke Ombusmen, berperkara di PTUN, berlanjut ke PTTUN tingkat banding, bahkan sampai ke Mahkamah Agung RI sebagai pengadilan negara tertinggi tinghkat kasasi.
Sejak dari Ombusmen dan PTUN sampai dengan semua tingkat peradilan menilai bahwa sikap Gubernur menolak hasil Mubes MAA 2018 dan menunjuk Plt adalah kebijakan yang tidak benar dan karenanya memerintahkan Gubernur untuk membatalkan Plt dan mengangkat H Badruzzaman Ismail, hasil pilihan Mubes MAA 2018 sebagai Ketua MAA yang sah.
Memang sejatinya tidak salah menyelesaikan masalah menempuh jalur peradilan, tapi kan sayang membuang energi waktu dan tenaga.
Kemudian juga membuka aib sendiri dipersidangan dan menjadi tontonan yang memalukan bahkan boleh jadi pula akibatnya merenggangkan jalinan silaturrahmi yang sangat ditentang oleh syariat dan masyarakat adat.
Padahal berbagai alternatif jalan ishlah, duduk bersama terbuka lebar.
Baca juga: Gubernur Nova Iriansyah dan Dilema Majelis Adat Aceh
Konon lagi nilai agama dan budaya mengajarkan “Menyo tatem ta mejroh-jroh syedara hana gadoh hareuta pih na“
Tapi begitulah ketika pintu dialog di Jalan T Nyak Arif terkunci rapat bagi panitia Mubes MAA 2018.