Opini
Memartabatkan Bahasa “Endatu”
Bahasa Aceh masuk ke dalam rumpun Bahasa Austronesia, dan dalam sub-kelompok Malayo Polenesia dan Malayo-Sumbawa

Begitu juga dengan pelafalan bunyi angka 7, dalam Bahasa Chamic dibunyikan dengan bunyi (tijuh), sementara dalam Bahasa Aceh dilafalkan dengan bunyi (tujuh).
Selanjutnya dalam pelafalan angka 8, dalam Bahasa Chamic dibunyikan dengan bunyi (dalapAn), sementara dalam Bahasa Aceh dibunyikan dengan (lApAn).
Selanjutnya dengan angka 9 dalam Bahasa Chamic dilafalkan dengan bunyi (salApAn), sementara dalam Bahasa Aceh dilafalkan dengan bunyi (sikureung).
Kemudian yang terakhir yaitu pelafalan bunyi angka 10, dalam Bahasa Chamic dilafalkan dengan bunyi (sapluh), sementara dalam Bahasa Aceh dilafalkan dengan bunyi (sipluh) (lihat omniglot.com).
Dari data linguistik dalam pelafalan bunyi angka dalam Bahasa Chamic dan Bahasa Aceh di atas maka dapatlah dibuktikan secara empiris bahwa akar Bahasa dari Bahasa Aceh memang berasal dari Bahasa Champa atau keluarga Bahasa Chamic.
Fakta sejarah
Baca juga: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H dalam Bahasa Aceh dan Indonesia, Cocok Dibagikan
Tercatat dalam sejarah bahwa jauh sebelum era masuk Islam ke Nusantara atau kejayaan Islam di Aceh, diketahui bahwa Aceh pernah dipimpin oleh sebuah kerajaan Hindu yang bernama “Lamuri” atau oleh peneliti asing juga dikenal dengan “Lamri”.
Kerajaan ini berkuasa sekitar awal abad ke 9 hingga akhir abad ke 13.
Kerajaan ini dikenal sebagai pusat perdagangan di zamannya atau juga merupakan jalur sutra (lihat Daly, P et.al 2019).
Berdirinya kerajaan Lamuri atau Lamri tidak terlepas dari penyebaran wilayah kerajaan Champa yang tercatat terletak di Vietnam yang berkuasa sekitar abad ke 6 dan abad ke 8.
Fakta arkeologis lainya yang mendukung sejarah perluasan kerajaan Champa ke kerajaan Lamuri Aceh yaitu dengan adanya peninggalan benteng Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purwa di Aceh.
Nama Indra Pura juga pernah dikenal di Vietnam sebagai ibu kota dari kerajaan Champa pada 875 AD sampai 982.(lihat Coedes, George 1968).
Jika dilihat dengan pendekatan Toponimi maka terdapat kesamaan penamaan ibu kota kerajaan Champa “Indra Pura” dengan penamaan benteng “Indra Puri” di Aceh.
Toponimi adalah bidang keilmuan dalam Linguistik yang membahas tentang asal-usul penamaan nama tempat, wilayah atau daerah tertentu.
Sekali lagi secara empirik historis dapatlah dilihat hubungan antara kerajaan Hindu Champa dan kerajaan Hindu “Lamuri” atau “Lamri” di Aceh pada era sebelum masuknya Islam ke Aceh atau Nusantara.