Opini
Memartabatkan Bahasa “Endatu”
Bahasa Aceh masuk ke dalam rumpun Bahasa Austronesia, dan dalam sub-kelompok Malayo Polenesia dan Malayo-Sumbawa

Dalam bahasa terdapat nilai budaya dan dalam budaya terdapat bahasa.
Rendahnya sikap positif penggunaan bahasa daerah atau bahasa ibu pada umumnya telah menjangkiti generasi yang lahir pada era setelah tahun 2000 an atau istilah sekarang generasi milenial atau Gen Z yang merasa malu, enggan atau bahkan tidak lagi bisa bertutur atau menggunakan Bahasa daerah.
Ada anggapan di kalangan generasi muda bahwa menggunakan bahasa daerah kelihatan ketinggalan zaman atau merasa rendah dan terbelakang.
Pola pikir seperti ini harus cepat dihentikan dengan berbagai langkah dan upaya seperti; perlombaan-perlombaan seni dan sastra menggunakan bahasa daerah di kalangan generasi muda, penyuluhan-penyuluhan bahasa daerah bagi generasi muda, lomba menulis dalam bahasa daerah dan lain sebagainya.
Tentu saja dalam konteks ini peran pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam melestarikan bahasa daerah adalah sangat penting.
Memang ada beberapa instansi pemerintah yang telah dan sedang melakukan usaha-usaha pelestarian dan revitalisasi bahasa daerah seperti program-program yang dilaksanakan oleh Balai Bahasa Provinsi Aceh, para peneliti BRIN, dan para akademisi, namun usaha-usaha tersebut tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan dukungan semua pihak yaitu masyarakat dan pemerintah daerah untuk kembali memartabatkan bahasa daerah sebagai kenangan “endatu” atau kenangan sejarah nenek moyang kita.(iska008@brin.go.id)
Baca juga: ISBI Buka Prodi Bahasa Aceh, Prakarsa yang Perlu Didukung
Baca juga: Pemerintah Dukung ISBI Buka Tiga Prodi Baru, Salah Satunya Prodi Bahasa Aceh