Jurnalisme Warga
Inspirasi dari Tanah Para Wali
Salah seorang ulama di abad pertengahan, Syekh Az-Zarnuji, sudah menjelaskan berbagai hal tentang prosedur menuntut ilmu

OLEH NAURATUL ISLAMI, Mahasiswi Program Studi PBA Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Anggota DPP ISAD Aceh, dan alumnus Dayah Putri Muslimat Samalanga, Bireuen, melaporkan dari Banda Aceh
KOTA Tarim terletak di Hadhramaut, Yaman. Tarim merupakan salah satu kota yang diberkahi di muka bumi ini.
Di kota inilah berkumpulnya para wali Allah dan juga terdapat banyak keturunan Nabi Muhammad saw.
Mengingat begitu banyak berkah yang ada di kota ini, tentunya setiap orang ingin mempunyai kesempatan untuk menjejakkan kakinya di tanah yang penuh berkah ini, meskipun dalam jangka waktu yang singkat.
Perjalanan meraih cita Reportase ini berawal dari perbincangan saya dengan salah satu teman beberapa waktu lalu.
Ia merupakan kakak kelas ketika kami mondok di Dayah Putri Muslimat, Samalanga, Kabupaten Bireuen.
Sosok yang telah menginspirasi banyak teman, salah satunya saya.
Hal yang sangat berkesan darinya adalah keyakinan dan keteguhannya dalam berdoa dan berusaha untuk mewujudkan mimpinya.
Kini ia sedang menikmati berkah di tanah para wali.
Mimpinya untuk menuntut ilmu di Tarim tercapai sudah.
Baca juga: 274 Lulusan Fakultas Sains Teknologi dan Ilmu Keperawatan UBBG Diyudisium
Baca juga: Universitas UEA Gandeng 52 Universitas Arab Saudi, Dari Ilmu Kedokteran Sampai Astronomi
Tentunya serangkaian perjalanan yang membawanya hingga ke Tarim tidaklah mudah.
Ada begitu banyak kisah yang harus dilewati.
Tak hanya kisah bahagia, tetapi ada begitu banyak perjuangan yang menyembabkan mata.
Namun, pada akhirnya semua bisa dia lewati dan mendapatkan buah manis dari kesabarannya dalam berjuang.
Mengilas balik ketika masih mondok di dayah, saya sering berjumpa dengannya di perpustakaan.
Dikarenakan Ukhti (panggilan saya padanya) selain sebagai guru subuh dan ‘mudabbirah’ ia juga dipercayakan untuk mengelola perpustakaan dayah bersama teman sekamarnya.
Wujud dari besarnya cintanya kepada Kota Tarim adalah ia selalu berselawat, membaca ‘ya Tarim wa ahlaha’, meniatkan bacaan Surah Al-Fatihah kepada ahli-ahli Tarim, dan juga menempelkan tulisan ‘Ya Tarim wa ahlaha’ di pintu perpustakaan.
Menelusuri lebih jauh, terwujudnya cita-citanya juga tidak lepas dari keberkahan doa dari doa orang tua dan juga guru-guru.
Ia juga senantiasa mengambil keberkahan dari almarhumah Ummi Hj Ainiyah dengan berkhidmah dan menakzimi Ummi.
Inilah salah satu kunci keberhasilan sang Ukhti dalam mewujudkan mimpi-mimpinya.
Baca juga: Pendidikan Aqidah Seorang Anak Berawal dari Ibu, Ustadzah Nora: Mengenal Allah Lewat Ilmu Aqidah
Salah satu hal yang selalu diamanahkan oleh almarhumah Ummi untuk anakanak rohaniahnya adalah “bek tuwe beut-seumeubeut walaupun sikrek aleh ba (jangan pernah lupa untuk belajar- mengajar meskipun hanya alif ba).
” Semasa Ummi masih hidup, beliau senantiasa mengingatkan muridnya untuk selalu bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Syarat menuntut ilmu Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah.
Untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat, tentunya kita harus mengikuti berbagai metode ataupun prosedur pembelajaran yang dianjurkan oleh alim ulama terdahulu.
Salah seorang ulama di abad pertengahan, Syekh Az-Zarnuji, sudah menjelaskan berbagai hal tentang prosedur menuntut ilmu.
Bahkan, jauh hari sebelum para pakar pendidikan Barat memperkenalkan metode pembelajaran.
Syekh Az-Zarnuji menuliskan dalam kitab karangannya, Ta’lim al-Muta’allim.
Sebuah kitab yang membahas hal yang berkaitan dengan menuntut ilmu.
Dalam kitab yang terdiri atas 13 pasal itu Syekh Az-Zarnuji menjelaskan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh si penuntut ilmu untuk mendapatkan ilmu secara maksimal.
Salah satunya adalah harus memenuhi syarat-syarat dalam menuntut ilmu.
Tertulis sebuah syair (nazam) mengenai hal tersebut, yaitu ilmu baru akan diperoleh dengan bekal enam perkara, yaitu: cerdas, semangat, bersabar, memiliki bekal harta, petunjuk guru, dan waktu yang lama.
Baca juga: Ratusan Calon Babinsa Kodam IM dapat Pembekalan Ilmu Jurnalistik dari PWI Aceh Besar
Syair yang sama juga termaktub dalam kitab Hasyiah Al-Bajuri, karangan Syaikh Ibrahim Al-Bajuri juz 1 mengenai seorang penuntut ilmu akan mendapatkan ilmu secara maksimal jika memenuhi enam syarat, yaitu: cerdas, semangat, bersungguh-sungguh, mempunyai bekal yang cukup (biaya), bimbingan guru, dan waktu yang lama.
Ulama menjelaskan bahwa cerdas tersebut terbagi kepada dua, yaitu cerdas ‘muhibbatun minallah’ dan cerdas ‘muktasab’.
Cerdas ‘muhibbatun minallah’ adalah cerdas yang dianugerahkan oleh Allah, contohnya Allah memberikan kemudahan dalam memahami, hafalan seseorang kuat, dan sebagainya.
Sedangkan cerdas ‘muktasab’ merupakan kecerdasan yang diperoleh dengan berlatih, berdiskusi, muta’laah, dan lainnya.
Seperti yang telah disebutkan dalam syair bahwa dalam menuntut kita juga harus bersungguh- sungguh.
Dikarenakan hal ini juga merupakan salah satu modal utama untuk mendapatkan ilmu yang kita cari.
Sama halnya dengan kesabaran.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dalam mencari ilmu selalu diliputi dengan cobaan dan ujian.
Jadi, sudah semestinya para penuntut ilmu harus tabah dna sabar dalam melewati semuanya.
Pun demikian, penuntut ilmu juga harus memiliki bekal dalam menuntut ilmu.
Karena tanpa biaya ataupun bekal, maka proses menuntut ilmu akan terganggu sehingga ilmu yang didapatkan tidak maksimal.
Baca juga: Aceh Tamiang Coba Kembangkan Bibit Buah Tropika, Rela Menimba Ilmu di Balitbu Solok, Ini Tujuannya
Syarat kelima yang disebutkan adalah bimbingan dari guru selama masa menuntut ilmu.
Terlebih lagi belajar ilmu agama.
Sudah tentu harus sesuai dengan yang diajarkan oleh guru.
Tanpa bimbingan ataupun petunuk dari guru, tentu akan bahaya jika salah dalam memahami sesuatu.
Syarat terakhir adalah waktu yang lama.
Karena, sudah tentu bahwa ilmu tidak akan didapatkan secara maksimal hanya dalam satu ataupun dua hari.
Butuh waktu yang lama untuk mendapatkannya dan juga dengan mengamalkannya.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa keenam syarat ini harus terpenuhi dalam masa menuntut ilmu agar dapat kita peroleh ilmu yang bermanfaat dan juga maksimal.
Niat menuntut ilmu Ketika kita menuntut ilmu tentunya harus diawali dengan niat yang baik, sebagaimana yang tertera dalam hadis yang sudah akrab dengan kita bahwa “setiap pekerjaan itu tergantung pada niat”.
Ketika belajar seorang penuntut ilmu harus ikhlas dan meniatkannya hanya untuk mengharapkan keridaan Allah, dan hari akhirat nanti, serta meniatkan untuk menghilangkan kebodohan dirinya, juga orang lain, menghidupkan agama, dan juga untuk menjaga agama Islam.
Dengan berilmunya umat Islam, maka agama akan terjaga.
Niat dalam menuntut ilmu ini sangat perlu diperhatikan agar ilmu yang didapatkan dengan susah payah tidak siasia.
Dalam menuntut ilmu sangat diimbau agar bersih dari niat untuk mencari dunia dan agar dihormati oleh manusia.
Terlintas kembali dalam ingatan saya tentang hal yang juga selalu diamanahkan oleh salah seorang gurunda Ummi Cut Jumala (Ummi Padang Tiji) bahwa menuntut ilmu itu tidak mengenal usia.
Terlebih di akhir zaman sekarang, harus memperkuat akidah dan keimanan kita.
Semoga kita bisa memanfaatkan waktu untuk menuntut ilmu sebaik mungkin.
Juga bisa mengamalkan apa saja yang telah kita peroleh.
Semoga ilmu yang kita dapatkan adalah ilmu yang bermafaat bagi kita dan juga bisa bermanfaat untuk orang lain.
Pun demikian, semoga ilmu tersebut dapat menyelamatkan kita di akhirat, juga semoga kelak kita kembali dipertemukan kembali dengan guru-guru kita.
Aamiin ya rabbal ‘aalamiin. Wallahu a’lam bisshawab. (nauraislamy23@gmail.com)
Baca juga: HMJ Ilmu Falak IAIN Lhokseumawe Gelar Kegiatan Pengamatan Bulan Internasional
Baca juga: Arab Saudi Menjadi Tuan Rumah Ilmu Sains dan Filsafat Internasional Pada Akhir Tahun 2022 Ini