Breaking News

Opini

Urgensi Penelitian Ganja di Aceh

Legalisasi penggunaan ganja medis tanpa disertai adanya bukti ilmiah dari pemanfaatan ganja medis yang pernah dilakukan di Indonesia

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Urgensi Penelitian Ganja di Aceh
IST
TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Almuslim

OLEH TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Almuslim

ARTIKEL ini merupakan kelanjutan dari opini sebelumnya di Serambi Indonesia berjudul “Membangun Balai Penelitian Ganja di Aceh” (18/7/2022).

Dua hari setelah tulisan ini terbit, tepatnya tanggal 20 Juli 2022, kita membaca berita di media bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan keputusan dengan menolak uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, namun meminta pemerintah menindaklanjuti putusan a quo untuk segera melakukan penelitian ganja yang masuk dalam jenis narkoba Golongan I untuk kepentingan kesehatan (news.detik.com, 20/07/2022).

Keputusan yang diambil MK sangat mendasar, bagaimana mungkin menyetujui legalisasi penggunaan ganja medis tanpa disertai adanya bukti ilmiah dari pemanfaatan ganja medis yang pernah dilakukan di Indonesia.

Selama ini daftar referensi yang digunakan ketika mendiskusikan manfaat dan kegunaan ganja medis, hampir semua menggunakan referensi dari tulisan ilmiah atau produk obat yang dihasilkan para peneliti asing.

Sejumlah negara yang mendukung legalisasi ganja medis telah melewati serangkaian penelitian dan uji klinis di laboratorium.

Sehingga regulasi dan kebijakan yang mereka ambil didasarkan pada road map atau peta jalan yang telah mereka siapkan.

Jika dibandingkan dengan negara-negara yang melegalkan ganja medis maka Indonesia negara yang tertinggal.

Kita hanya menghasilkan perdebatan pro-kontra dan wacana tanpa pernah dan berani melakukan penelitian dari apa yang kita polemikkan.

Untuk mendapatkan jawaban mengenai ganja medis apakah aman digunakan atau tidak, itu pun tidak mudah.

Baca juga: Politisi PKS Asal Aceh Usulkan Ganja Jadi Komoditas Ekspor: Saya Siapkan Lahan

Baca juga: Wacana dan Diskusi, Membahas Ganja di Kamp Biawak

Bila mengatakan bahwa obat ganja aman digunakan pada pasien, namun ketika ditanya apa buktinya, maka bukti yang ditunjukkan adalah fakta atau pernyataan keberhasilan pengobatan yang dilakukan negara lain.

Atau kita menjawab dengan menunjukkan bukti keberhasilan melalui pengobatan tradisional.

Salah satu contoh seperti yang dilakukan di Aceh dengan merujuk pada naskah kuno Kitab Tajul Muluk di mana air rebusan akar pohon ganja baik dan aman digunakan bagi penderita diabetes.

Getah ganja juga bermanfaat untuk diminum bagi penderita lambung dan membantu peredaran darah.

Jika terluka karena tertembak atau terkena sabetan senjata tajam maka daun ganja yang dihaluskan sangat baik dan cepat untuk menyembuhkan luka (Detik.com, 30/06/2022).

Sudah berabad lamanya masyarakat nusantara menggunakan akar, biji, daun, atau getah ganja untuk menyembuhkan penyakit, selain sebagai bumbu penyedap masakan.

Manfaatnya telah banyak dirasakan.

Namun bagaimana dengan efek sampingnya, dan itu yang belum kita ketahui.

Karena cara pengobatan dengan bahan dasar tanaman ganja yang selama ini dipraktikkan tidak mengacu pada senyawa yang terstandar dan dosis yang terukur.

Demikian juga dengan banyaknya ulasan mengenai sejumlah manfaat tanaman ganja bagi kesehatan seperti yang termuat dalam laman www.hellosehat.com, di mana ganja medis bermanfaat untuk mengurangi nyeri kronis, terapi paliatif pasien kanker, mengatasi masalah kejiwaan, mencegah glaucoma, mencegah kejang, dan memperlambat perkembangan Alzheimer, serta meningkatkan kapasitas paru.

Namun karena tidak disertai dengan penelitian dan uji klinis yang dilakukan di laboratorium di Indonesia, termaksud yang dimaksud apakah berjenis mariyuana (Cannabis Indica Lam) atau hemp (Cannabis sativa L) maka dalam praktiknya sangat sulit untuk diuji coba manfaatnya.

Sehingga obat yang berstandar medis atau paling tidak dalam jenis obat herbal terstandar (OHB) dan fitofarmaka tidak kita miliki.

Baca juga: Polemik Ekspor Ganja, Dosen Pascasarjana IAIN Langsa: Mau Dikemas Seperti Apa pun Ganja Tetap Haram

Urgensi penelitian ganja sangat penting untuk dilakukan agar polemik antara pendukung sudut pandang kriminalisasi ganja dan sudut pandang legalisasi ganja (meminjam pemikiran pakar hukum, Asmin Fransiska) tidak terus berkepanjangan.

Karena orang berpolemik cenderung mengandalkan argumentasi pseudo ilmiah (argumentasi setengah ilmiah) dan bisa mengarah pada ekspresi suka dan tidak suka (like and dislike).

Dengan mengedepankan penelitian, kita akan mengetahui dengan persis, seberapa banyak manfaat dan mudaratnya.

Mana mungkin penjelasan yang rinci dari permasalahan yang ada akan kita dapatkan tanpa membuka diri untuk melakukan penelitian.

Ganja yang tumbuh liar dan subur di Aceh memiliki kualitas terbaik di dunia (tribunnews.com, 18/10/2017).

Ia berjenis mariyuana dan bukan hemp.

Kandungan THC mencapai 20 persen, sedangkan CBD atau cannabidiolnya lebih kecil dari 10 persen.

Persentase THC yang tinggi inilah yang menyebabkan bahaya karena dapat menyebabkan pengapuran di otak (Webinar Fakultas Farmasi dan KAGAMA Fakultas Farmasi UGM, 6/07/2022).

Orang yang mengisapnya akan cepat fly karena mengandung zat adiktif yang tinggi.

Harga di pasaran dunia terbilang sangat mahal (Cnbcindonesia.com, 30/12/2020).

Pada esensinya sesuatu yang sangat berbahaya adalah sesuatu yang sangat bermanfaat.

Mengandung potensi yang luar biasa, mengapa tidak dimanfaatkan.

Ganja sebagai barang haram dan menakutkan harus mampu kita “jinakkan.

Baca juga: Kontroversi Ganja, Profesor dari Aceh Sebut Ganja Bisa Obati 30 Penyakit, Dari Virus hingga Kanker

” Untuk dapat menjinakkannya maka kita harus mempelajari dengan sungguh- sungguh.

Jika sudah kita pelajari maka akan mudah menjinakkannya.

Karena pengendalian terhadap sesuatu bisa kita lakukan atau capai ketika kita tahu persis sesuatu itu apa.

Maka usaha penyelidikan harus diselesaikan sampai tuntas.

Penelitian akan memperlihatkan manfaat dari benda yang ditakuti dan kalau diatur dengan tepat maka bencana yang ditakutkan dapat dicegah.

Hasilnya tidak boleh digunakan untuk sembarang orang dan sembarang tujuan.

Dan itu berlaku untuk ilmu apa saja.

Ia hanya dapat digunakan oleh orang yang tepat dengan tujuan yang tepat, seperti kepentingan medis atau industri.

Dengan harapan dibangunnya Balai Penelitian Ganja di Aceh, ke depannya melalui penelitian sangat mungkin persentase THC yang tinggi dapat dikurangi.

Kualitas ganja terbaik di dunia bukan sesuatu yang perlu ditakuti tapi justru perlu disyukuri sebagai anugerah Tuhan.

Di dalam tanaman yang mengandung senyawa berbahaya, ia juga berpotensi mengandung senyawa yang sangat bermanfaat bagi dunia kesehatan dan industri non medis (industri kertas, kain, dan tali).

Saat ini kita menunggu dikeluarkannya peraturan Menteri Kesehatan terkait ketentuan penelitian ganja medis.

Para peneliti nantinya perlu mendapatkan jaminan dan kebebasan ilmiah.

Usaha untuk menunggalkan kebenaran dan memiskinkan pengetahuan tidak dibenarkan dalam teori pengetahuan dan kebenaran.

Richard Feynmen, peraih nobel Fisika tahun 1965 dalam pidatonya yang disampaikan di depan para pengajar fisika di Amerika Serikat (yang kemudian jadi artikel di sebuah buku “The Pleasure of Finding Things Out.

” By Richard P.Feynman, 1999) "What is Science" : semua orang berhak untuk menilai suatu kesimpulan dari suatu penelitian.

Kesimpulan yang memadai adalah yang dapat dipakai kembali (reusable).

Kesimpulannya menghasilkan manfaat yang dapat digunakan oleh orang lain berkali-kali.

Jika kita contohkan, misalnya kesimpulan tentang senyawa ganja yang punya manfaat medis dapat digunakan kembali oleh orang lain asal mengikuti prosedur yang efektif yang sudah ditemukan.

Di sini kesimpulan jadi semacam formula.

Richard Feynmen juga berpesan, biarkan penelitian berjalan dengan baik.

Mari kita menunggu hasilnya dengan sabar.

Jangan membuat polemik! Jika sudah ada kesimpulan maka jangan langsung diterima.

Amati bagaimana peneliti menarik sebuah kesimpulan dan setelah itu mari kita kritisi.

Aceh dapat menjadi daerah terdepan dalam penelitian ganja medis maupun industri.

Tidak hanya dengan uji coba penanaman benih jenis hemp, namun juga dapat memanfaatkan benih atau tumbuhan jenis mariyuana yang tumbuh subur di Aceh.

Dan bukan tidak mungkin, Ganja Aceh ke depannya juga berpotensi didaftarkan sebagai indikasi geografis. (ponubitt1972@ gmail.com)

Baca juga: Petugas Jalan Kaki 2 Km ke Ladang Ganja, Sindikat Aceh, Medan dan Banten

Baca juga: Heboh Ganja untuk Medis, DPRA Wacanakan Qanun Legalisasi

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved