Salam
Memanipulasi Dukungan, Calon DPD Disanksi Berat
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana menjatuhkan sanksi berat kepada bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menggandakan data
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana menjatuhkan sanksi berat kepada bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menggandakan data pendukung.
Sanksinya berupa pengurangan dukungan 50 kali lipat dari jumlah data ganda yang ditemukan.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, sanksi itu tertuang dalam salah satu pasal rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD.
Secara sederhana, apabila seorang bakal calon menggandakan 20 data pendukung maka dukungannya bakal dikurangi 1.000.
Sanksi semacam ini akan membuat bakal calon berpikir dua kali sebelum memanipulasi data mengingat besarnya jumlah dukungan yang harus dikumpulkan.
Berdasarkan Pasal 183 UU Pemilu, setiap bakal calon anggota DPD yang mencalonkan di provinsi dengan jumlah pemilih di bawah 1 juta harus mengumpulkan dukungan minimal 1.000.
Minimal 2 ribu dukungan untuk provinsi dengan pemilih berjumlah 1 juta-5 juta.
Minimal 3 ribu untuk provinsi dengan pemilih 5 juta-10 juta.
Minimal 4 ribu untuk provinsi dengan pemilih 10 juta-15 juta.
Provinsi dengan pemilih di atas 15 juta, maka calon anggota DPD harus punya dukungan minimal 5 ribu.
Sebagai contoh, jumlah pemilih di DKI Jakarta pada Pemilu 2019 sebanyak 7,2 juta orang.
Baca juga: Komisi Pemilihan Umum Libya Tolak Seif Al-Islam Qaddafi Mendaftar Sebagai Capres
Baca juga: KPU Bantah Data 105 Juta Penduduk Bocor
Artinya, calon anggota DPD Jakarta ketika itu harus mengumpulkan dukungan dari 3 ribu orang minimal.
Artinya, untuk calon DPD dari Aceh yang pemilihnya kurang dari lima juta, maka cukup mengumpulkan 2.000 dukungan.
Ini tidak berat bagi calon yang mau berusaha keras.
Tapi, akan sangat sulit bagi calon-calon yang mau seenaknya.
Selain soal data ganda, PKPU ini juga mengatur soal pencatutan nama masyarakat sebagai pendukung calon anggota DPD.
Masyarakat bisa mengecek apakah namanya dicatut atau tidak dengan memasukkan nomor NIK di laman infopemilu.kpu.go.id.
Jika nanti ada pemakaian KTP (tanpa izin), masyarakat bisa membuat pengaduan di website tersebut.
Dalam Undang-undang No 7 Tahun 2017 sudah diatur tentang tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen untuk menjadi caleg DPR dan calon DPD.
Undang-undang tersebut juga menjelaskan secara spesifik apa itu pemalsuan persyaratan administrasi calon.
Akan tetapi sanksi-sanksi bagi kecurangan secara spesifik tidak tercantum di sana.
Dari pengalaman sebelumnya, bentuk atau modus-modus kecurangan baru selalu muncul dalam setiap pemilu.
Makanya, sanksi untuk kecurangan-kecurangan yang spesifik diatur dalam PKPU.
Para pegiat demokrasi sebetulnya sudah bersuara keras mengenai kecurangan setiap calon peserta pemilu.
Aktivis demokrasi meminta KPU mediskualifikasi siapaun calon yang ketahuan secara sengaja berbuat curang.
Tak perduli sekecil atau sebesar apa kecurangan yang dibuat.
Dan, kita melihat, KPU tidak memilih hukuman versi ekstrem itu untuk pelaku kecurangan administrasi.
KPU justru mempertegas dan memperberat sanksi minimal atau memperberat denda sehingga dapat memberikan efek jera kepada pelaku.
Yang lebih penting lagi hal itu supaya bisa menjadi pendidikan politik untuk masyarakat dan semua peserta pemilu.
Nah?!
Baca juga: Ini Daftar 47 Partai Nasional dan Partai Lokal Aceh yang Mendaftar ke KPU
Baca juga: KIB Hadirkan Pasha Ungu, Hari Ini Tiga Parpol KIB Daftar ke KPU