Kupi Beungoh
Masjid Sangso dan Tanggung Jawab Negara
sebelumnya Bupati Bireuen secara sepihak melakukan penghentian pembagunan masjid di Sangso tanpa ada alasan yang jelas
Namun ketika PJ Bupati baru kemudian menjabat menggantikan Muzakkar, pola penyelesaian Sangso ternyata tidak berubah.
Baca juga: Sakralisasi Qanun-Qanun Syariat
Melebihi tindakan Muzakkar, pemimpin baru ini bahkan memasang papan pengumuman agar pembangunan masjid tidak dilanjutkan.
Jika masih berlajut akan diambil tindakan tegas, demikian pernyataan PJ Bupati saat itu.
Sekilas memang seperti dalam mimpi tapi ini memang benar-benar terjadi di Bireuen, satu daerah yang dulunya sangat kosmopolit.
Selain itu, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) juga seperti tidak berfungi sama sekali, buktinya sampai sekarang tidak ada titik temu dalam penyelesaian persoalan Sangso.
Sekiranya persoalan pelarangan pembangunan Masjid Muhammadiyah di Sangso Samalanga benar-benar dilatari oleh persoalan agama seperti kabar yang tersiar selama ini.
Seharusnya FKUB bisa menginisiasi dialog dengan para pemuka agama dan tokoh masyarakat di sana agar nantinya ditemukan konsep penyelesaian yang bermartabat, adil dan tidak diskriminatif. Bukan justru bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.
Aparat keamanan juga demikian, bukannya memberikan rasa aman kepada warga Muhammadiyah yang membangun masjid, tapi justru terkesan “tidak berdaya” di hadapan mereka yang mengklaim diri sebagai mayoritas.
Harusnya pihak keamanan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku pelarangan pembangunan masjid sebagai bentuk penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak warga Muhammadiyah yang sedang dirampas oleh oknum-oknum “reaksioner.”
Tidak Kesatria
Sejauh ini pihak-pihak yang melarang pembangunan Masjid Muhammadiyah di Samalanga masih misterius dan tidak jelas identitasnya.
Tidak ada pihak yang secara tegas mengaku dan menjelaskan siapa sebenarnya mereka.
Selama ini, pihak-pihak dimaksud masih tampak bersembunyi di balik nama “masyarakat” yang sama sekali abstrak dan tidak jelas.
Jika memang mereka mengaku masyarakat, kenapa pula masyarakat melarang masyarakat?
Bukankah warga Muhammadiyah di Sangso juga bagian dari masyarakat?