Salam

Soal Obat Sirup, Publik Kecewa Kepada BPOM

Penyakit gagal ginjal akut yang menyerang ratusan anak di Indonesia, pertama kita sangat menyesalkan perusahaan farmasi yang memproduksi obat sirup

Editor: bakri
Kolase Tribunnews
Penampakan obat sirup yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas aman. 

Dalam kasus penyakit gagal ginjal akut yang menyerang ratusan anak di Indonesia, pertama kita sangat menyesalkan perusahaan farmasi yang memproduksi obat sirup berbahaya.

Kedua, kita juga sangat kecewa kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang lalai selama bertahun-tahun.

Sebab, menurut tim pencari fakta kasus gagal ginjal akut Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menemukan kenyataan bahwa BPOM tidak melakukan pengawasan terhadap obat sirup.

Pengawasan yang dimaksud adalah pengawasan terhadap bahan baku obat (pre market) dan produk obat sirup yang sudah jadi dan beredar di sekitar masyarakat (post market).

Seharusnya BPOM mengawasi obat sirup yang beredar dengan melakukan pengujian sampel terhadap obat tersebut.

"Audit kita (dalam) tiga tahun terakhir, enggak ada pengawasan sama sekali dalam konteks obat sirup ini," kata BPKN.

"Dengan anggaran yang besar itu, enggak ada audit mereka (BPOM) terhadap sebaran distribusi, bahan baku, izin edar, artinya kan kelalaian.

Kalau begitu kan berarti sistemik," sambung Mufti.

Menurut BPKN, BPOM menjadi pihak yang paling bertanggung jawab selain perusahaan farmasi.

Sebab, lembaga tersebut merupakan leading sector di bidang pengawasan obat.

Oleh karena itu, BPKN merekomendasikan BPOM untuk meminta maaf kepada masyarakat, terutama keluarga korban.

Baca juga: BPOM Sebut CV Samudra Chemical Palsukan Pelarut Obat Sirup, Berisi Hampir 100 Persen Etilen Glikol

Baca juga: Perusahaan Farmasi Ngaku Ditipu Pemasok Bahan Baku Pelarut Obat Sirup, Benarkah?

Data teranyar melaporkan, jumlah korban yang meninggal akibat gagal ginjal mencapai 195 orang.

Berita lainnya mengatakan, pihak kepolisian sudah memeriksa dua pejabat BPOM terkait kasus gagal ginjal akut.

Keduanya diperiksa terkait pengawasan yang dilakukan BPOM.

Menurut Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane, seharusnya metode pengawasan BPOM mudah dilakukan.

Yakni, dengan cara melakukan sampling uji coba per bets produk obat.

Tapi, ia menyebut, BPOM tidak ada upaya untuk mitigasi ataupun mencegah agar tidak terjadi kondisi yang diduga mengakibatkan ratusan anak meninggal akibat GGAPA itu.

Kasus kelalaian memberikan perlindungan terhadap konsumen, terutama bagi anak-anak dalam mengawasi peredaran obat sirup, BPOM memang harus bertanggung jawabn bukan sekadar minta maaf ke masyarakat.

“Bencana” terhadap anak-anak itu seharusnya tidak perlu terjadi bila pengawasan dilakukan secara intensif.

Kita juga mengingatkan, hal ini tidak boleh dibiarkan.

Sebab, bila dibiarkan atau tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas termasuk di pengadilan, kita khawatir kejadian serupa akan terulang karena tidak ada efek jera.

Karenanya, kita meminta pemerintah memastikan produk makanan, obatn dan lainnya yang beredar aman di konsumsi dan tidak merugikan hak hak konsumen, terutama bagi anak anak.

Selain itu, BPOM dan produsen harus bertanggung jawab lantaran tidak bekerja secara profesional dalam memberikan perlindungan bagi anak anak Indonesia.

Harusnya BOPM secara ketat melakukan pengawasan agar masyarakat terlindungi dari pemanfaatan atau penggunaan produksi obat, minuman, dan makanan.

Nah?!

Baca juga: Obat Sirup Pemicu Gangguan Ginjal Akut Rata-rata Berharga Murah, Pakar Sampaikan Ulasan

Baca juga: BPOM Kembali Umumkan 2 Perusahaan Farmasi Langgar Ketentuan Obat Sirup,

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved