Opini

Modernisasi Maksiat

Maksiat seputar “selangkangan” semisal pelecehan seksual, perilaku mesum (khalwat), perkosaan, pelacuran, perzinaan dan tindakan asusila lainnya

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Modernisasi Maksiat
FOR SERAMBINEWS.COM
KHAIRIL MISWAR, Penulis Buku Syariat dan Apa Ta’a: Fenomena Sosial Keagamaan Pasca Konflik Aceh

OLEH KHAIRIL MISWAR, Penulis Buku Syariat dan Apa Ta’a: Fenomena Sosial Keagamaan Pasca Konflik Aceh

SEBAGIAN orang meyakini bahwa maksiat di Aceh semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Keyakinan yang entah dilatari riset atau tidak ini, kemudian disampaikan dalam berbagai forum keagamaan, mulai dari majelis pengajian, khutbah Jumat, ceramah maulid atau bahkan di kedai-kedai kopi.

Seketika saja ia menjadi satu simpulan yang diterima begitu saja oleh sebagian orang lainnya, bahwa dunia akan segera kiamat sebab maksiat terus bertumbuh.

Alhasil generasi hari ini disalahkan atas maksiat yang kononnya terus berjibun.

Lantas benarkah demikian? Sebelum pertanyaan ini dijawab, tentunya harus disepakati dulu apa yang dimaksud dengan maksiat.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan maksiat sebagai perbuatan yang melanggar perintah Allah alias perbuatan dosa, tercela dan buruk.

Ada pun kata maksiat itu sendiri adalah serapan dari kata ma’shiyah dari bahasa Arab yang merupakan mashdar dari kata ‘ashaa-ya’shi yang sering diterjemahkan sebagai membangkang, mendurhakai, menentang atau melanggar.

Dengan demikian sebagai kata benda abstrak (mashdar) kata ma’shiyah dapat dimaknai sebagai pelanggaran, pembangkangan atau tindakan amoral.

Jika kita sepakat dengan definisi ini maka setiap tindakan pelanggaran seperti korupsi, janji palsu politisi, jual beli jabatan, money politic dan berbagai bentuk tindakan amoral lainnya tentu dapat dikategorikan sebagai maksiat.

Nah, jika ini yang dimaksudkan, kita nyaris sepakat bahwa maksiat memang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Baca juga: Pelaku Maisir Dicambuk, Pemkab Berharap Abdya Terbebas dari Maksiat dan Pelanggaran Syariat Islam

Baca juga: Berantas Maksiat di Agara, Satpol PP dan WH Optimalkan Operasi Pekat, Ramisin: Kita Sikat Siapapun  

Sebut saja tindakan korupsi yang mati satu tumbuh seribu.

Kita tahu, dulu di Indonesia tindakan korupsi hanya bisa dilakukan oleh Soeharto dan kroni-kroninya karena sistem yang sentralistik.

Sementara sekarang tindakan korupsi sudah menyebar sampai ke desa-desa dan bisa dilakukan oleh siapa saja, baik kepala desa maupun kepala sekolah.

Dalam konteks perilaku-perilaku semacam ini jumlah kasusnya memang semakin banyak dan bervariasi sehingga bolehlah disimpulkan bahwa maksiat semakin meningkat.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved