Kupi Beungoh

Aceh dan Kepemimpinan Militer (XV) - Daud Beureueh: Ulama, Mayor Jenderal, dan Gubernur Militer

Perlawanan PUSA menghadapi agresi Belanda ke Aceh yang dipimpin oleh Daud Beureueh

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Disamping mengangkat beberapa menteri lainnya, PDRI juga membentuk front perlawanan Sumatera untuk melengkapi perlawanan TNI di Jawa dalam menghadapi kembalinya tentara Belanda ke Indonesia.

PDRI membentuk lima wilayah pemerintahan militer di Sumatera yang mempunyai karakteristik yang sama, dimana gubernur militernya adalah sipil, sementara wakil gubernurnya adalah tentara profesional-TNI.

Apa yang membuat Aceh unik adalah, jika empat wilayah pemerintahan militer lainnya di Sumatera dipimpin oleh intelektual dengan latar belakang pendidikan tinggi, untuk Aceh yang diangkat adalah ulama biasa, Daud Beureueh.

Mereka yang diangkat adalah Dr. A.K, Gani, untuk Sumatera Selatan, Dr. Ferdinand Lumban Tobing untuk Sumatera Timur dan Bagian Selatan, dan St. Muhamad Rasyid untuk Sumatera Barat.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (V) - Alaiddin Riayat Syah, Sulaiman Agung, dan Laksamana Kortuglu

A.K Gani dan Lumban Tobing, disamping aktif dalam pergerakan kemerdekaan adalah dokter lulusan sekolah tinggi kedokteran STOVIA, Jakarta.

Rasyid adalah lulusan sekolah tinggi hukum -RHS di Betawi, yang kemudian melanjutkan karirnya sebagai guru dan pengacara.

Tidak ada keterangan rinci tentang RM Utoyo yang menjabat gubernur militer Riau.

Dibandingkan dengan ketiga, mungkin keempat pejabat yang ditunjuk itu, Beureueh adalah individu yang tidak mempunyai pendidikan formal, sekalipun ia bisa membaca dan menulis latin.

Ia belajar di Pesantren Tgk Muhammad Hamid di Titeu, Pidie, 2 tahun untuk kemudian dilanjutkan di Dayah Tgk Muhammad Harun di Pesantren Ie Leubeue selama empat setengah tahun.

Ia kemudian menjadi pembelajar otodidak, tidak hanya dalam ilmu agama, akan tetapi juga bidang umum, terutama ketika ia sudah menguasai huruf latin, baik bacaan, maupun tulisan.

Tidak ada keterangan lengkap tentang bagaimana proses penunjukan Buereueh sebagai gubernur militer, terutama apakah pengangkatan itu merupakan hasil dari komunikasi antara Syarifudin Prawiranegara dengan Sukarno?

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (VI) - Sultan Al Mukammil, "Repertoar Raja Boneka”

Tidak juga ada keterangan, apakah keputusan itu sepenuhnya diambil sendiri oleh Syafruddin bersama dengan pimpinan PDRI lainnya-termasuk Mr. TM Hasan yang merupakan Wakil Ketua PDRI.

Beberapa penulis seperti Morris (1990), Umar dan Al-Chaidar (2006), dan Ricklefs (2007) mengklaim bahwa Beureueh diangkat dan dilantik oleh Wapres Hatta ketia ia mengunjungi Aceh pada tahun 1947.

Bersamaan dengan penunjukannya sebagai gubernur militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, ia juga “dipangkatkan” Jenderal Mayor, untuk membedakannya dari tentara profesional dengan gelar Mayor Jenderal.

Anugerah kepangkatan itu sesungguhnya lebih bernuansa kehormatan, yang lazim disebut dengan “tituler”, untuk membuat pemangkunya yang bergelar gubernur militer mempunyai wibawa tersendiri.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved