Kupi Beungoh

Aceh dan Kepemimpinan Militer (XV) - Daud Beureueh: Ulama, Mayor Jenderal, dan Gubernur Militer

Perlawanan PUSA menghadapi agresi Belanda ke Aceh yang dipimpin oleh Daud Beureueh

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Walaupun Beureueh menjabat sebagai gubernur militer, secara administratif pemerintahan Aceh sesungguhnya tetap saja merupakan sebuah keresidenan dari Provinsi Sumatera Timur dengan ibu kota Medan.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (VII) Al Mukammil: Hard Power dan Shock Therapy

Jabatan gubernur militer yang dikhususkan untuk Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, yang díjabat oleh Beureueh pada hakekatnya adalah formalisasi kawasan perlawanan yang bernuansa perang kemerdekaan rakyat semesta melawan Belanda.

Penambahan Langkat dan Tanah Karo juga menunjukkan kepiawaian petinggi PDRI untuk membuat kombatan Aceh tidak hanya menunggu di perbatasan Aceh, melainkan masuk menyusup ke kawasan Karo dan sebagaian besar Langkat dan Deli.

Kawasan itu yang sebelum Perang Dunia II, tidak hanya diduduki dan dikuasai, akan tetapi juga menjadi mesin pencetak uang kolonial yang cukup handal.

Spekulasi sejarah tentang penunjukan Beureueh sebagai gubernur militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, tak memberikan keterangan yang lebih rinci tentang mengapa ia ditunjuk.

Namun dari beberapa dokumen yang tersedia menunjukkan disamping komitmen kebangsaan Beureueh yang dinilai cukup tinggi, Ia juga dinilai mempunyai jaringan dan kedekatan dengan pimpinan berbagai kelompok perlawanan di seluruh Aceh yang sebagian besar mempunyai “hubungan instimewa” baik secara hirarkis PUSA, maupun hubungan emosional individu.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (VIII) - Al Mukammil: Soft Power dan Dansa Diplomasi

Embrio Kelompok Perlawanan

Seperti diketahui semenjak Belanda kalah dan pada masa pendudukan Jepang telah mulai tumbuh berbagai embrio kelompok perlawanan.

Ada yang resmi dan mendapat pelatihan sebagai angkatan perang Jepang-gyugun,dan heiho, ada juga kelompok independen yang lebih bernuansa agama.

Diantara tiga kelompok besar yang lebih berbentuk sebagai kelompok perlawanan bersenjata, terutama terhadap kedatangan Belanda, dua kelompok dominan yang berasosiasi dengan Beureueh adalah Hisbullah -Mujahidin dan pemuda PESINDO.

Sebagian lainnya yang lebih bernuansa profesional adalah para demuda Aceh yang merupakan bekas tentara Jepang-gyugun yang kemudian menjadi embrio API- Angkatan Pemuda Indonesia.

Kelak API menjadi elemen penting pembentukan TNI di Aceh.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (IX) - Iskandar Muda: Angkatan Perang, “Mercineries”, dan “Raja Toke”

Berbeda dengan API yang lebih berwajah profesional tentara terlatih, gugus Hisbullah-Mujahidin dan demuda PESINDO adalah para relawan rakyat biasa.

Jika API jumlahnya terbatas dan cenderung terpusat di Banda Aceh, dua gugus besar yang berhubungan dengan Beureueh lebih berwajah “massa” rakyat, dan tersebar relatif merata di seluruh Aceh.

Agaknya pertimbangan pengaruh dan jaringan “relawan kombatan” yang dimiliki Beureueh merupakan salah satu alasan utama Pemerintah Pusat mengangkat Tgk.Muhammad Daud Beureueh menjadi gubernur militer.

Status gubernur militer yang disandang Beureueh hanya berjalan sekitar 2 tahun (1947-1949), akhirnya mengantarkan Beureueh menjadi Gubernur sipil Provinsi Aceh yang pertama.

Pada akhir tahun 1949, keresidenan Aceh dari Sumatera Utara dikeluarkan, dan Beureueh diangkat menjadi Gubernur.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (X) - Iskandar Muda: “Imitatio Alexandri”

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XI) Benarkah “Masa Emas Aceh” Iskandar Muda Sekedar Mitos?

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XII) Benarkah Iskandar Muda Raja Liberal ?

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XIII) Van Heustz: Doktrin Perang dan “De Slager van Atjeh”

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (XIV) - Van Heustz: Transformasi Kapitalisme dan Oligarki Kolonial

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved