Opini

Menikah di Qadhi Liar

Untuk itu keabsahan sebuah pernikahan harus terpenuhi rukun dan syaratnya yaitu adanya mempelai pria dan wanita, ijab-qabul, wali dan saksi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Menikah di Qadhi Liar
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr H AGUSTIN HANAPI Lc, Dosen Hukum Keluarga UIN Ar- Raniry dan Anggota Ikat-Aceh

OLEH Dr H AGUSTIN HANAPI Lc, Dosen Hukum Keluarga UIN Ar- Raniry dan Anggota Ikat-Aceh

PERNIKAHAN dalam Islam merupakan ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah, untuk itu keabsahan sebuah pernikahan harus terpenuhi rukun dan syaratnya yaitu adanya mempelai pria dan wanita, ijab-qabul, wali dan saksi.

Bagi pengantin wanita tentu adanya izin dari walinya seperti ayah, kakek, abang, dan lainnya, jika tidak mempunyai wali maka akan digantikan oleh wali hakim yaitu kepala Kantor Urusan Agama setelah memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam.

Pernikahan juga membutuhkan sebuah dokumen resmi agar suami-istri mendapatkan hak dan perlindungan dari negara, untuk itu harus dicatat secara resmi, karena pernikahan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.

Namun ada saja masyarakat menikah di hadapan oknum yang tidak bertanggung jawab yang tidak memiliki kewenangan apa pun, bukan sebagai wali nasab juga bukan wali hakim yang biasa disebut dengan qadhi liar sehingga tidak memiliki legalitas apa pun yang sungguh merugikan suami dan istri.

Status pernikahan Praktik nikah di hadapan qadhi liar masih marak terjadi di daerah kita walau qadhi liar menikahkan seseorang yang belum memenuhi syarat, tentu saja karena adanya keuntungan tertentu bagi masing-masing pihak.

Qadhi liar akan mendapatkan materi, sedangkan yang menikah akan memuluskan hasratnya yang boleh jadi secara hukum bermasalah seperti poligami liar, atau calon mempelai perempuan masih terikat perkawinan yang sah, sedang menunggu masa idah dan sebagainya dengan dalih menyelamatkan dari perzinaan.

Praktik yang dilakukan oleh qadhi liar sungguh membahayakan karena telah melakukan sesuatu di luar kewenangannya karena jika mengklaim dirinya sebagai wali hakim dan wali nikah sangat tidak dapat diterima karena yang berhak menjadi wali hakim hanya Kepala Kantor Urusan Agama (KUA), dan wali nikah dilakukan apabila wali nasab tidak ada atau gaib atau adhal atau enggan menikahkan tanpa alasan yang dapat dibenarkan.

Namun bak pepatah, tidak mungkin muncul asap kalau tidak ada api, artinya qadhi liar tidak akan ada jika tidak ada calon pengantin yang bermasalah dan meminta menikahkan mereka diam-diam yang boleh jadi pernikahan kedua dan selanjutnya tanpa izin dari istri pertama.

Berdasarkan observasi dalam masyarakat, pernikahan melalui qadhi liar ada dua bentuk, yaitu pernikahan yang dihadiri oleh wali nasab dari pihak perempuan yang dinikahkan atau dilakukan oleh wali yang diwakilkan oleh wali nasab, status seperti ini dinilai sah menurut agama tetapi tidak diakui oleh negara karena tidak masuk dalam pencatatan administrasi negara di KUA, sehingga tidak mendapatkan perlindungan apa pun.

Sedangkan pernikahan yang terjadi tanpa dihadiri wali nasab dari perempuan, dan qadhi bertindak sebagai wali hakimnya, hal ini dinilai tidak sah menurut agama dan juga tidak diakui negara sebab tidak tercatat sehingga pasangan suami-istri tidak memiliki buku nikah yang sah.

Artinya nikah dalam bentuk yang kedua ini hanya karena ingin memuaskan nafsu belaka tanpa mengindahkan ketentuan syariat karena sengaja tidak menghadirkan wali nasab lantaran takut tidak memberi izin dan persetujuan.

Baca juga: MPU Bener Meriah Gelar Muzakarah, Membahas Nikah Qadhi Liar Dalam Perspektif Islam dan Undang-Undang

Baca juga: Mulai Faktor Ekonomi hingga Suami Nikah Lagi, Para Istri di Aceh Besar Ramai-ramai Gugat Cerai

Jadi, pernikahannya tidak memenuhi rukun dan syarat nikah, sehingga tidak ada bedanya dengan zina yang direkayasa.

Menikah di hadapan qadhi liar umumnya dilakukan secara diam-diam atau siri agar harapannya berjalan mulus walau tanpa dokumen yang sah serta wali dan saksi yang direkayasa, yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Pernikahan harus diumumkan kepada publik bahkan sebisa mungkin diadakan walimah agar masyarakat mengetahui, sehingga jauh dari fitnah dan hal lain yang mencurigakan sebagaimana hadis Rasulullah saw “Umumkanlah pernikahan dan rahasiakan lamaran”.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved