Opini

Histeria yang Datang dari Seberang

Ikrar Lamteh yang tidak melibatkan siapa pun dari luar dirinya, orang Aceh secara simbolik menyambut tokoh politik yang datang dari seberang

Editor: bakri
For Serambinews.com
MUHAMMAD ALKAF, Esais dan Ketua Pusat Studi Pancasila IAIN Langsa 

OLEH MUHAMMAD ALKAF, Esais dan Ketua Pusat Studi Pancasila IAIN Langsa

MELIHAT Anies Baswedan yang disambut dengan histeria di Aceh, mengingatkan saya bahwa hal itu bukanlah kali pertama.

Histeria, dalam definisi Khairil Miswar, adalah“ ...berangkat dari keterkejutan yang kemudian bertransformasi menjadi kecintaan tiba-tiba”.

Dalam konteks orang Aceh, histeria telah menempatkan orang dari seberang, Pulau Jawa, sebagai tempatnya untuk mengadu.

Menyampaikan keluh kesah.

Kecuali Ikrar Lamteh yang tidak melibatkan siapa pun dari luar dirinya, orang Aceh secara simbolik menyambut tokoh politik yang datang dari seberang untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

Tulisan ini akan bercerita tentang empat tokoh politik dari Pulau Jawa yang berhasil menciptakan histeria dari orang Aceh.

Empat tokoh politik itu adalah Sukarno, Suharto, Amien Rais, dan Anies Baswedan.

Masing-masing memiliki alasan khas mengapa ke empat tokoh itu disambut dengan sorak-sorai yang hebat di Aceh.

Pertama kali, tentu saja, Sukarno.

Dalam imaji orang Aceh di masa-masa revolusi, Sukarno adalah simbol pembebas Aceh dari masa panjang penaklukan.

Keberadaannya yang penting itu dilukiskan oleh A.Hasjmy dalam puisinya, Aku Serdadumu: Untuk Bung Karno.

Baca juga: Anies Dilaporkan ke Bawaslu soal Dugaan Pelanggaran Kampanye di Aceh

Baca juga: Anies Baswedan Begitu Mesranya Bersama Wali Nanggroe

Puisi yang ditulis pada bulan Oktober 1945 mendudukkan posisi Sukarno dalam imaji orang Aceh.

Perhatikan apa yang ditulis oleh A.Hasjmy, “//Bung Karno Pacu kuda jihadmu/ Jangan mundur lagi/ Kami turunan Iskandar Muda/ Tetesan darah Ratu Safiah/ Anak cucu Mujahid Tiro/ Kemenakan Oemar Pahlawan/ Telah siap bertempur Kami/ sedang menggempur//.

” Puisi itu merupakan simbolik penerimaan dan pengharapan bahwa Sukarno menjadi penyambung lidah orang Aceh untuk bisa hidup merdeka.

Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved