Kilas Balik Tsunami Aceh 2004
Detik-detik Gempa dan Tsunami Aceh 2004, Air Mata yang Tumpah di Pagi Minggu Penuh Duka
Detik-detik gempa dan tsunami Aceh 2004, air mata yang tumpah di pagi Minggu penuh duka akan diulas kembali dalam tulisan ini.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Yeni Hardika
Sehingga budaya smong berdampak terhadap pengurangan risiko bencana di sana, hanya tujuh orang saja yang meninggal dunia akibat tsunami 2004 di Simeulue.
Sementara secara keseluruhan, sebanyak 133.153 orang meninggal dunia (dalam versi lain ditulis 230.000 jiwa) akibat tsunami Aceh 2004.
Data tersebut sudah termasuk dari negara-negara lain yang ikut terdampak.
Baca juga: Kilas Balik Tsunami Aceh 2004 | Dahsyatnya Ombak Tsunami, Tiada Lagi Olele di Koetaradja
Sebanyak 525.00 penduduk mengungsi, sebagian rumah dan harta bendanya disapu ganasnya gelombang tsunami.
Namun yang lebih menyakitkan, mereka yang anak kehilangan ayah dan ibunya, orang tua yang kehilangan anak kesayangannya.
Kemudian ada juga abang yang kehilangan adik kandungnya, si bungsu yang kehilangan kakaknya.
Sejak pagi itu, banyak jiwa yang menjadi kelam, trauma hingga sedih berkepanjangan sebelum kemudian bangkit lagi karena meyakini semua ini adalah ujian dari yang Maha Kuasa.
Bahkan hingga 18 tahun berlalu, gempa dan tsunami Aceh masih menyisakan banyak luka bagi para korban.
Masih banyak anak yang menangis mengingat ayah dan ibu tersapu gelombang muntahan air laut kala itu, bahkan ada dihanyutkan gelombang tsunami di depan mata kepala mereka sendiri.
Masih banyak orang tua yang menitikan air mata bila mengingat masa-masa kelam itu.
Baca juga: KILAS BALIK TSUNAMI ACEH 2004 - Penantian Seorang Ayah di Depan Masjid Raya Baiturrahman
Betapa dahsyat tsunami 2004 dapat tergambarkan dari berpindahnya kapal Apung sebesar 2.600 ton yang awalnya terparkir di pelabuhan Ulee Lheue.
Kapal tersebut berpindah ke pusat perumahan warga di Punge Blang Cut, Banda Aceh dengan jarak sekitar 5 kilometer dari tempat asalnya dan kini dijadikan salah satu situs tsunami.
Tak hanya itu, mesin cetak PT Serambi Prima Grafika yang mencetak Harian Serambi Indonesia di kawasan Baet, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar mengalami hal yang sama.
Mesin cetak dengan bobot puluhan ton itu, tercabut dari dudukannya dan terpental sejauh 50 meter akibat terjangan tsunami.
Baca juga: HEBOH Tsunami Aceh 2004 Disebut Konspirasi, Rekayasa Amerika, Benarkah? Ini 7 Faktanya
Masih mengutip buku Tsunami Aceh Getarkan Dunia (2006) pada bagian yang ditulis oleh Jurnalis Senior Serambi Indonesia Yarmen Dinamika, tiga bulan pertama pascatsunami, hampir semua pengungsi tinggal di tenda.