Kilas Balik Tsunami Aceh 2004

Mengenang Tsunami Aceh 2004, Nasi Goreng Terakhir Mama yang Penuh Air Mata

Mengenang tsunami Aceh 2004, nasi goreng terakhir mama yang penuh air mata diceritakan Prof Darusman, guru besar Universitas Syiah Kuala (USK) kala it

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/M ANSHAR
Mengenang tsunami Aceh 2004, nasi goreng terakhir mama yang penuh air mata diceritakan Prof Darusman, guru besar Universitas Syiah Kuala (USK) kala itu. 

Akhirnya ia bertiga bersama sang anak, Sabrina dan Zahrina pergi menjemput Putri di asrama sekolahnya.

Ketika sedang memundurkan mobil Panther miliknya ke luar garasi, sang istri masih sempat berlari menyorongkan teh hangat untuk Putri.

"Duh, aku hampir lupa," katanya menirukan.

"Bilang ya sama Putri, anggrek itu tak ada apa-apanya dibanding dirinya," istri Prof Darusman membalas ledekan anaknya.

Baca juga: Mengenang 18 Tahun Tsunami Aceh, Bencana Terbesar dan Memori Kelam 26 Desember 2004

Tsunami Tiba

Baru sekitar sepuluh menit meninggalkan rumah dengan kecepatan perlahan, tepatnya mobil mereka berada di depan Kantor Redaksi Harian Serambi Indonesia di Desa Baet, ia mendengar puluhan warga meneriakkan bahwa air laut naik.

"Ah, mana mungkin," Prof Darusman membatin.

Karena melihat warga ramai yang berlarian sambil berteriak histeris, ia ikut membalikkan kendaraannya kembali ke arah rumah.

Ia melihat warga berlarian itu berasal dari arah Alue Naga, kawasan bibir pantai yang tak jauh dari desanya di Kajhu.

Karena tak melihat air laut yang dikatakan naik itu, kemudian menurutnya, mana mungkin air laut naik hingga ke badan jalan karena selama ini pasang laut hanya menyentuh bibir kanal Krueng Aceh.

Guru besar USK itu kemudian membalikkan lagi arah kendaraan ke arah kota atau arah semula dan meneruskan rencana untuk menjemput Putri.

Ketika menjelang Jembatan Krueng Cut atau sekitar dua ratus meter mobilnya dipacu, ia benar-benar terkejut.

Baca juga: Inilah Sosok Perekam Tsunami Aceh hingga Viral pada Masanya

Ia melihat air setinggi tujuh meter di atas badan jalan dari arah laut menggulung ke arah daratan.

"Benar-benar saya tak dipercaya! Air tegak lurus berwarna hitam pekat itu, menyapu apa pun yang ada di depannya," kenang Prof Darusman.

"Aku sempat menyaksikan sebuah mobil polisi berlomba dengan maut," tambahnya.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved