Opini

Mukim di Aceh ‘Kritis’

Mukim merupakan kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong (desa) yang mempunyai batas wilayah tertentu

Editor: bakri
SERAMBINEWS.COM/Handover
TEUKU MUTTAQIN MANSUR,  Dosen/peneliti Hukum Adat Fakultas Hukum dan Sekretaris Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala 

OLEH TEUKU MUTTAQIN MANSUR,  Dosen/peneliti Hukum Adat Fakultas Hukum dan Sekretaris Pusat Riset Hukum, Islam, dan Adat Universitas Syiah Kuala

TULISAN ini berangkat dari kegundahan saya, setidaknya dalam 5 tahun terakhir ketika menemukan sejumlah kenyataan di lapangan bahwa permasalahan mukim di Aceh seperti sedang ‘kritis’.

Namun pernyataan ini tidak hendak mereprentasikan seluruh populasi yang ada.

Paling kurang, secara makro inilah yang dapat saya potret terkait permasalahan kelembagaan mukim di Aceh.

Antara ada dan tiada.

Apa itu mukim?

Meskipun banyak definisi tentang mukim dalam tataran akademik, saya lebih memilih diksi dari norma peraturan perundang-undangan untuk mendefinisikan mukim hari ini.

Ini tidak terlepas dari upaya untuk menghindari silang pendapat terkait apa itu mukim.

Mukim merupakan kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong (desa) yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah camat.

Definisi tersebut dapat ditelusuri dalam sejumlah peraturan perundang-undangan di Aceh, seperti, Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), Pasal 1 angka 4 Qanun Aceh Nomor 4/2003 tentang Pemerintahan Mukim, Pasal 1 angka 3 Qanun Aceh Nomor 3/2009 Tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Mukim, Pasal 1 angka 13 Qanun Nomor 10/2008 tentang Lembaga Adat, dan sejumlah peraturan perundangan turunan lainnya.

Jauh sebelum UUPA (masa orde baru) lahir, keberadaan mukim (pemerintahan mukim) tidak lagi dianggap sebagai struktur pemerintahan.

Baca juga: Pacu Kinerja Mukim, Aceh Besar Telah Salurkan BOP Rp 408 Juta Tahun 2022

Baca juga: Rektor USK Harap Pemerintah Segera Akui Hutan Adat Mukim

Ini dipicu atas lahirnya Undang-Undang Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa yang menghendaki gampong sebagai desa dan atau kelurahan sebagai unit pemerintahan terendah.

Pintarnya pemerintah Aceh waktu itu, agar mukim tidak hilang begitu saja, maka keberadaan mukim tetap diakui pemerintah Aceh, namun hanya sebagai masyarakat hukum adat, bukan sebagai pemerintahan mukim.

Hal ini merujuk pada Peraturan Daerah Aceh (saat itu disebut Perda) Nomor 5 tahun 1996 tentang Mukim sebagai Masyarakat Hukum Adat.

Mukim tidak dianggap

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved