Kupi Beungoh

Kebaikan Itu: Pertama Di Paksa, Lalu Terbiasa, Kemudian Menjadi Kebutuhan

Ketika seorang muslim tidak bisa melihat kesulitan saudaranya, tidak terenyuh dengannya, tidak perduli terhadapnya.

Editor: Amirullah
ist
Dr. Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag adalah Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar Raniry Banda Aceh 

Kondisi orang yang hatinya kotor itu, kasar dan keras, tidak peka dengan kebaikan,  dengan nasehat,  tidak bisa menangkap momen atau peluang-peluang  kebaikan yang  Allah hadirkan ke hadapannya, bahkan terkadang bersikap mengolok-olok.

Ketika seorang muslim itu dalam kondisi seperti ini, tentu perlu do'a yang kuat,  perlu usaha yang sungguh-sungguh.

Umpama cermin sudah sangat kotor,  tidak bisa menangkap bayangan apapun yang lewat di depan nya, kecuali dibersihkan dulu, maka membersihkannya harus dengan sungguh-sungguh.

Membersihkan hati, bukan sebuah upaya yang mudah,  tentu harus melewati berbagai ujian,  perlu mujahadah yang luar biasa tentunya,  tapi ini penting diusahakan semaksimal kemampuan setiap diri, mengingat seorang hamba yang di terima ketika kembali kepada Rabbnya adalah yang hati "tenang"

Baca juga: Pendidikan dan Ketahanan Keluarga

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Q.S. Al-Fajr [89]:

Orang yang selalu dalam kebaikan,  tentu hatinya akan tenang.  Bagaimana mengupayakan agar diri dalam kebaikan,  salah satunya kita bisa contoh dari kebiasaan bayi makan pisang.

Kali pertama bayi diberikan pisang agar ia kuat, agar ia tidak menangis,  biasanya dia tolok dengan lidahnya, karena insting seorang bayi menyusui.

Dikasih lagi di tolok lagi sama bayi, di kasih lagi ditolak lagi, seorang ibu tetap menyuapi dan  menyuapinya dengan lemah-lembut dan penuh kasih sayang, sampai bayi pelan-pelan mencoba mencicipinya.

Ini bisa menjadi nasehat juga bagi para penyeru kebaikan, atau apapun prepesinya seorang muslim untuk menyampaikan dakwah,  nasehat dengan cara mendidik, dengan cara mengajak bukan mengejek,  dengan cara menyeru bukan menyuruh,  tidak juga dengan menjelek-jelekkan  orang lain yang berbeda pandangan dengannya, namun yang dilakukan adalah menyampaikan apa adanya yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Dengan kesabaran dan kasih sayang seorang ibu, berjalan waktu, makan pisang bagi bayi akan menjadi sebuah kebiasaan yang dirindukan, artinya bayi akan menangis, apabila  pada waktu-waktu yang biasanya ia di berikan pisang oleh ibunya,  dia tidak mendapatkan pisang maka ia akan menangis dengan kencang,  ia butuh makan pisang.

Dalam kondisi ini  karena setiap hari rutin dikerjakan,  makan pisang ini akan menjadi

kebutuhan,  dimana kita akan melihat bayi akan menangis ketika pada waktunya dia makan pisang,  dia tidak mendapatkan nya, dia akan lapar, dia akan sedih lalu menangis.

Ini dapat di jadikan sebuah nasehat bahwa berbuat kebaikan itu pada awalnya harus dipaksa oleh setiap diri, harus selalu diingatkan oleh para guru, orang tua, Ustadz,  da'i-daiyah dan para aktivis dakwah, atau penyeru kebaikan baik yang berdakwah secara lisan atau secara contoh teladan yang  baik, dengan sabar dengan kasih sayang.

Moga bermanfaat.

 

*) PENULIS Dr. Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag adalah Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar Raniry Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DISINI

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved