Kupi Beungoh
Kebaikan Itu: Pertama Di Paksa, Lalu Terbiasa, Kemudian Menjadi Kebutuhan
Ketika seorang muslim tidak bisa melihat kesulitan saudaranya, tidak terenyuh dengannya, tidak perduli terhadapnya.
Oleh: Dr. Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag.
Kesulitan sebagian orang, adalah ladang pahala buat sebagian yang lainnya. Bagi yang diuji, ujian kesabarannya baginya, bagi yang melihat ujian kepedulian baginya.
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadis tersebut, menjadi sangat penting, sangat urgen bagi setiap muslim membudayakan sikap saling membantu, saling peduli, saling menjaga, saling meringankan, saling menghargai, saling menguatkan, saling mendukung dalam kebaikan.
Saling membantu itu bisa dengan materi, dengan tenaga, dengan do'a, dengan waktu untuk mendengar curahan hati, kemudian di respon dengan senyum atau tatapan mata empati dan simpati atas apa yang dialami saudaranya, intinya membantu dengan apapun yang dimiliki.
Baca juga: GEMPA BUMI DAN TSUNAMI, bisa juga disebabkan oleh ulah manusia
Ketika seorang muslim tidak bisa melihat kesulitan saudaranya, tidak terenyuh dengannya, tidak perduli terhadapnya.
Jika ini yang dirasakan oleh seorang muslim, ini menjadi indikasi ada yang harus di asah atau harus di lihat kembali pada diri, sebagai contoh Cermin.
Jika cermin tidak bisa menangkap apapun gambar yang ada dihadapannya, tidak bisa melihat noda, di baju (pakain), atau noda di wajah, maka perlu itu cermin di cek kembali bagaimana keadaannya, apa sudah pecah, atau berdebu karena sudah lama tidak dipakai. Jika berdebu, tentunya harus dibersihkan kembali.
Begitu juga, pada setiap diri, jika tidak bisa merasakan, apa yang di rasakan oleh saudaranya, tentu perlu upaya melihat kembali,
"hati" sebagaimana nasehat Rasulullah :
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari ).
Baca juga: Olah Raga di Tempat Umum, Kenapa Dengan Celana Pendek?
Jika hati itu "cermin" , tentunya itu cermin bisa dalam kondisi bersih, bisa juga kotor, tergantung pada kegiatan setiap diri sejak bangun pagi sampai sampai tidur kembali.
Jika kegiatan hati, fisik, lisan, otak dan akal senantiasa dalam kebaikan, tentu hati itu akan bersih, jika dalam maksiat dan dosa tentu ia akan menjadi kotor.
Hati yang bersih tentu dia peka, dengan kebaikan, dengan nasehat, dengan hal-hal yang menambahkan kedekatan seorang hamba dengan Rabb nya dan lembut. Sebagaimana Allah sebutkan dalam ayat berikut ini:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (Ali Imran: 191).
Kondisi orang yang hatinya kotor itu, kasar dan keras, tidak peka dengan kebaikan, dengan nasehat, tidak bisa menangkap momen atau peluang-peluang kebaikan yang Allah hadirkan ke hadapannya, bahkan terkadang bersikap mengolok-olok.
Ketika seorang muslim itu dalam kondisi seperti ini, tentu perlu do'a yang kuat, perlu usaha yang sungguh-sungguh.
Umpama cermin sudah sangat kotor, tidak bisa menangkap bayangan apapun yang lewat di depan nya, kecuali dibersihkan dulu, maka membersihkannya harus dengan sungguh-sungguh.
Membersihkan hati, bukan sebuah upaya yang mudah, tentu harus melewati berbagai ujian, perlu mujahadah yang luar biasa tentunya, tapi ini penting diusahakan semaksimal kemampuan setiap diri, mengingat seorang hamba yang di terima ketika kembali kepada Rabbnya adalah yang hati "tenang"
Baca juga: Pendidikan dan Ketahanan Keluarga
Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Q.S. Al-Fajr [89]:
Orang yang selalu dalam kebaikan, tentu hatinya akan tenang. Bagaimana mengupayakan agar diri dalam kebaikan, salah satunya kita bisa contoh dari kebiasaan bayi makan pisang.
Kali pertama bayi diberikan pisang agar ia kuat, agar ia tidak menangis, biasanya dia tolok dengan lidahnya, karena insting seorang bayi menyusui.
Dikasih lagi di tolok lagi sama bayi, di kasih lagi ditolak lagi, seorang ibu tetap menyuapi dan menyuapinya dengan lemah-lembut dan penuh kasih sayang, sampai bayi pelan-pelan mencoba mencicipinya.
Ini bisa menjadi nasehat juga bagi para penyeru kebaikan, atau apapun prepesinya seorang muslim untuk menyampaikan dakwah, nasehat dengan cara mendidik, dengan cara mengajak bukan mengejek, dengan cara menyeru bukan menyuruh, tidak juga dengan menjelek-jelekkan orang lain yang berbeda pandangan dengannya, namun yang dilakukan adalah menyampaikan apa adanya yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dengan kesabaran dan kasih sayang seorang ibu, berjalan waktu, makan pisang bagi bayi akan menjadi sebuah kebiasaan yang dirindukan, artinya bayi akan menangis, apabila pada waktu-waktu yang biasanya ia di berikan pisang oleh ibunya, dia tidak mendapatkan pisang maka ia akan menangis dengan kencang, ia butuh makan pisang.
Dalam kondisi ini karena setiap hari rutin dikerjakan, makan pisang ini akan menjadi
kebutuhan, dimana kita akan melihat bayi akan menangis ketika pada waktunya dia makan pisang, dia tidak mendapatkan nya, dia akan lapar, dia akan sedih lalu menangis.
Ini dapat di jadikan sebuah nasehat bahwa berbuat kebaikan itu pada awalnya harus dipaksa oleh setiap diri, harus selalu diingatkan oleh para guru, orang tua, Ustadz, da'i-daiyah dan para aktivis dakwah, atau penyeru kebaikan baik yang berdakwah secara lisan atau secara contoh teladan yang baik, dengan sabar dengan kasih sayang.
Moga bermanfaat.
*) PENULIS Dr. Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag adalah Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar Raniry Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DISINI
Inflasi: Pencuri yang tak Pernah Ditangkap |
![]() |
---|
Menjaga Warisan Ilmu, Menyemai Akhlak : Kisah Abu Muda Syukri Waly Ulama Kharismatik Aceh |
![]() |
---|
Zoel Helmi: Guru Dayah Oemar Diyan Indrapuri yang Kuasai 7 Bahasa Dunia |
![]() |
---|
Kegagalan Akidah di Negeri Syariah |
![]() |
---|
Antara Iman dan Trauma: Tantangan Bicara Kesehatan Mental di Aceh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.