Kupi Beungoh
Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh III: Sejarah Panjang Kekerasan Aceh, dan Buramnya “Peace Dividen"
Van’t Veer (1985) yang menulis 4 fase perang Aceh-Belanda, menyebutkan, bahkan di ujung perang pun, setiap hari, paling kurang setiap minggu.
Persoalannya tidak sesederhana itu, dan ketika ada konsekwensi dari kegagalan itu, tak ada lagi waktu untuk saling menyalahkan.
Mungkinkah kegagalan Aceh menggunakan peluang UU No 11/2007, Dana Otsus yang berlimpah berdampak pada kelanjutan perdamaian?
Mungkin korupsi akan menjadi variabel tunggal yang akan membuat Aceh tidak aman, dan berpotensi untuk menyeret Aceh kembali kepada era kekerasan yang pernah dialami sebelum 17 tahun yang lalu?
Jawaban terhadap pertanyaan itu adalah mungkin.
Akan tetapi jika pertanyaan potensi Aceh kembali ke era kekerasan dengan jawaban sangat berpeluang, maka diperlukan bukti-bukti yang lebih komprehensif.
Untuk memunculkan gambaran sebuah skenario peringatan, maka sebuah pertanyaan lanjutan layak diajukan.
Pertanyaannya adalah bagaimana prospek perdamaian Aceh, jika posisi kemajuan pembangunan Aceh selama 10 tahun ke depan jalan di tempat, praktisnya sama dengan saat ini?
Pertanyaanya dapat diajukan secara terbalik, akankah dalam jangka waktu 10 tahun kedepan Aceh akan mampu membangun, mengejar berbagai ketertinggalan selama 15 tahun yang lalu?
Pertanyaan ini layak diajukan, karena cukup banyak bukti-bukti empirik yang menunjukkan perdamaian antara pemberontak dengan pemerintah di berbagai negara seringkali hancur ditengah jalan, karena berbagai sebab.
Sebab itu mungkin saja terjadi karena elite pemberontak korup, elite pemberontak menyimpang dari substansi ideologi atau prinsip perjuangan secara berlebihan, inkonsistensi komitmen pemerintah, kesalahan pemerintah dalam membuat kebijakan lanjutan, pengaruh perubahan geopolitik, dan masuknya unsur radikalisme internasional.
Baca juga: Disebut Bela Irwandi Yusuf usai Kritik KPK, Humam Hamid Singgung soal Peunayah Pascadamai
Catatan Konflik Bersenjata di Dunia
Kenapa semua pihak tidak boleh lupa terhadap potensi kembalinya Aceh ke dalam siklus kekerasan?
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Institut Penelitian Perdamaian Oslo (2016) mencatat, dari 259 peristiwa konflik bersenjata di dunia yang berdamai, tidak kurang dari 159 kembali berperang, dan 100 diantaranya melibatkan kelompok baru.
Tidak kurang dari 135 negara mengulangi pengulangan konflik dan polanya semakin dalam.
Tanpa harus nelihat jauh ke sejumah kasus di Afrika, Turki, Syiria, dan Irak, dengan hanya melihat kasus Filipina Selatan saja, cukup memberi banyak pelajaran kepada kita.
kupi beungoh
Sosiolog humam hamid
humam hamid aceh
Perang Aceh
perang belanda di aceh
Irwandi Yusuf
opini serambi
Serambi Indonesia
Cinta Iskandar Muda: Antara Ketulusan, Politisasi & Fenomena Terlantarnya Makam Permaisuri di Pidie |
![]() |
---|
Revisi Qanun Olahraga Aceh: Meneguhkan Jati Diri, Menjawab Tantangan dan Harapan |
![]() |
---|
BSS I Ob-Gin: Mengasah Keterampilan, Menyelamatkan Kehidupan |
![]() |
---|
Merancang Gema Selawat Maulid di Warkop Aceh |
![]() |
---|
Menimbang Hukum Islam atas Penjarahan Saat Aksi Massa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.