Kupi Beungoh

Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh III: Sejarah Panjang Kekerasan Aceh, dan Buramnya “Peace Dividen"

Van’t Veer (1985) yang menulis 4 fase perang Aceh-Belanda, menyebutkan, bahkan di ujung perang pun, setiap hari, paling kurang setiap minggu.

Editor: Zaenal
Dok Pribadi
Ahmad Humam Hamid, Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala 

Betapa perdamaian bukanlah sesuatu yang dapat diyakini keberlanjutannya, tanpa memperhatikan dinamika yang terjadi.

Kepustakaan tentang dinamika perdaaian Filipina Selatan menguraikan MNLF- Moro National Liberation Front yang didirikan oleh Nur Misuari pada tahun 1969, yang kemudian berdamai dengan pemerintah Filipina pada tahun 1976, yang dikenal dengan perjanjian Tripoli tidak berumur panjang.

Kegagalan perdamaian pertama ketika Nur Misiuri bentrok dengan kawannya Hashim Salamat pada tahun 1978.

Perdamaian itu rusak, MNLF kembali berkonflik dan berdamai dengan beberapa pemerintahan Filipina yang berbeda.

Tidak mengherankan, jika jumlah sempalan yang timbul dalam dinamika itu cukup banyak,- Moro Islam Liberition Front-MILF (2000), Bangsa Moro Islamic Freedom Fighter -BIFF (2010), Justice for Islamic Movement-JIM (2013), Ansar Khalifah Filipina AKP-2014, dan Abu Sayyaf (2014).

Semua kelompok itu lebih mencerminkan keragaman yang disebabkan oleh perbedaan pendapat sesama yang “ber DNA” MNLF, perobahan kebijakan dari pemerintah yang silih berganti, maupun munculnya generasi baru yang “mengutuk" generasi terdahulu, atau merevisi substansi ideologi MNLF yang lama.

Seperti ditulis oleh Joseph Franco (2016) peneliti dari S Rajaratnam School of International Studies Singapura dalam New Mandala- publikasi Australian National University -ANU, saat ini organisasi separtis Filipina Selatan telah berafiliasi dengan gerakan ISIS.

Layaknya seperti resto ayam AS , Kentucky Fried Chicken, kini organisasi separatis Filipina Selatan telah membeli “ franchise” ISIS-Khilafah Islamiyah Movement ataupun Al Qaeda-Abu Sayyaf.

Mungkinkah Aceh akan mengalami kambuhnya konflik setelah perdamaian yang di dalam kosakata kajian konflik disebut “relapse.”

Mungkinkah di Aceh akan muncul kelompok penerus, kelompok pengecam, kelompok revisioner Gerakan Aceh Merdeka atau apapun yang belum kita ketahui namanya.

Adakah peluang Aceh akan terpapar dengan kelompok radikal internasional seperti ISIS, atau Al Qaeda?

Aceh sudah beberapa kali terseret dalam kasus gerakan terrorns internasional semenjak perdamaian, namun kecepatan penciumam aparat keamanan telah membuat mereka gagal bertindak.

Jika skenario Aceh 10 tahun ke depan tidak berubah dari yang sedang kita alami, akankah tesis perdamaian membawa kemakmuran yang sering diteriakkan dengan “peace dividen” akan diterima oleh generasi yang tidak merasakan konflik dan melihat perdamaian terjadi.

Baca juga: Kisah Asib Ali, Takdir Cinta Pria India, dan Taman Ghairah Sultan Iskandar Muda

Siapa saja, atau tepatnya kelompok mana saja yang paling berpeluang untuk membuat Aceh kembali masuk ke siklus kekerasan baru?

Pengamatan awal secara jujur harus diakui ada satu kelompok pemangku kepentingan-stakeholder yang mesti diberi catatan khusus.

Mereka adalah ribuan para anak yatim korban konflik yang nasib dan jalan kehidupannya beragam.

Apapun keragamannya mereka mempunyai memori kolektif yang sama terhadap apa yang mereka alami, dan mungkin juga tentang impian dari apa mimpi orang tua mereka, ketika bergabung dengan Aceh Merdeka.

Kelompok kedua adalah mereka para “die hard” yang sama sekali tidak setuju dengan perdamaian, tidak percaya dengan perdamaian, bahkan anti dengan perdamaian.

Mereka jumlahnya kecil saat ini dan tersebar di dalam dan di luar negeri.

Jumlah kecil tidak akan permanen, karena semakin tidak terbukti ada “peace dividen”, kelompok ini akan bertambah, kebab akan mengambil kelompok yang ragu-ragu pada awal proses perdamaian.

Bukan tidak mungkin pula akan ada mereka yang pada awalnya pro perdamaian, kemudian berobah “mengutuk” mereka yang berdamai dan kemudian merevisi ideologi perjuangannya.

Kelompok ini yang dari dulu tak setuju tak percaya dengan perdamaian mungkin dapat diberi label sebagai kelompok “keun ka kupeugah”.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved