Kupi Beungoh

Korupsi , KPK, dan Perdamaian Aceh VI - Merin itu Bukan Orang Baik Sekali

Dalam struktur angkatan perang Gerakan Aceh Merdeka, Ayah Merin menjabat sebagai Panglima Wilayah Sabang, termasuk Pulo Aceh.

Editor: Zaenal
Dok Pribadi
Ahmad Humam Hamid, Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala 

Oleh Ahmad Humam Hamid*)

IZIL Azhar yang sehari-hari dikenal dengan  sebutan Ayah Merin adalah mantan TNI angkatan laut yang desersi, dan kemudian menjadi anggota Gerakan Aceh Merdeka.

Nama Merin yang dilakapkan padanya tidak lain dari sebutan dari kata bahasa Inggris,”marine”- marinir, yang “digagahkan” dalam sebutan Aceh menjadi “Merin”.

Dalam struktur angkatan perang Gerakan Aceh Merdeka, ia dikenal sebagai Panglima Wilayah Sabang, termasuk Pulo Aceh.

Karena jabatannya itu, ia bertanggung jawab kepada semua anak buahnya, dan keluarga mereka di kawasan Sabang dan Pulo Aceh atau Pulau Aceh.

Jika dalam konflik ia mengurus perang dan berbagai urusan yang berhubungan dengan perang, ketika damai ia menjadi “ayah”, bagi anak buahnya, dikenal dengan nama Ayah Merin.

Setelah proses damai GAM-Indonesia tercapai melalui MOU Helsinki,  Merin dalam kesahariannya tidak mampu melepaskan diri dari kebiasaan-kebiasaan konflik, ketika  pertikaian GAM-RI berlangsung.

Tidak jarang ia kadang tampil seperti preman tak terkalahkan yang bisa berbuat apa saja, sekehendak hatinya kepada masyarakat, terutama yang berurusan dengan pengaturan proyek-proyek pembangunan di kawasan Sabang.

Saya pribadi pernah mendatangi Kapolda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan pada Maret 2011, menanyakan pembiaran yang dilakukan oleh polisi, terhadap tindakan sewenang-wenang oleh beberapa pihak di Aceh, termasuk yang melibatkan Merin.

Merin dan kawan-kawannya kala itu melakukan penganiyaan terhadap seorang pengusaha.

Kejadian itu bermula dari perselisihan keduanya terkait masalah tender proyek di Sabang pada 2010.

Saya mempersoalkan kejadian itu kepada Kapolda yang pada masa itu dijawab dengan cukup hati-hati, dengan alasan ia sedang mencari waktu dan cara yang tepat, karena menyangkut dengan seorang mantan Panglima Wilayah GAM Sabang.

Akhirnya setelah lebih dari 6 bulan, Kapolda memenuhi janjinya.

Kepolisian berhasil menangani kasus ini dengan menangkap sekaligus menyerahkan Izil ke pengadilan via Kejaksaan Negeri Banda Aceh.

Pada 11/10/11 PN Banda Aceh menghukum Izil Azhar dengan vonis setahun penjara dengan masa percobaan 1.5 tahun.

Baca juga: KPK Cegah Mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf ke Luar Negeri, Usut Gratifikasi Rp 32,4 M Ayah Merin

Baca juga: Berani Kritik KPK dan Presiden Jokowi Terkait Kasus Ayah Merin dan Irwandi Yusuf, Siapa Humam Hamid?

Melayani dengan Sepenuh Hati

Di sebalik penampilannya galak, dan terkesan pongah, dan sangat arogan, menurut cerita teman-temannya, ketika ada anggota keluarga korban konflik yang meminta bantuan, dia akan melayaninya sepenuh hati.

Ada beberapa kasus, Merin menangis terisak-isak ketika yang meminta bantuan itu adalah orang tua dan anak-anak korban konflik yang kebetulan kawannya atau ia kenal orang tuanya yang telah tiada.

Namanya mendadak ramai disebut ketika KPK pada tahun 2018 menangkap Irwandi Yusuf atas kasus “tangkap tangan” gratifikasi dari bupati Bener Meriah, Ahmadi, yang kemudian ditimpakan lagi dengan dua tuduhan korupsi lainnya.

Tak cukup dengan tiga tuduhan itu, Irwandi disangkakan lagi dengan kasus korupsi pembangunan dermaga Sabang APBN 2006-2011.

Seperti yang dilansir Harian Kompas (26/1/23), Merin disangka sebagai orang kepercayaan Irwandi untuk menjadi penerima gratifikasi dari konsorsium Nindya Sejati yang membangun dermaga Sabang.

Uang yang didapatkan sebanyak Rp 32,4 miliar, dalam dakwaan terhadap Irwandi, disebut diterima oleh Irwandi sebagai gratifikasi sebanyak 59 kali penyaluran oleh Merin, semenjak 2008
 

Baca juga: Menimbang Frasa "Permalukan Aceh" dari Humam Hamid

 
Transaksi Merin-Irwandi dan Keputusan Pengadilan

Dalam pengadilan pada 2018 itu, tentang kasus Sabang itu, pada 2008 Irwandi didakwa oleh jaksa menerima Rp 2,9 miliar, sebanyak 18 kali setoran dari Merin.

Itu artinya secara matematik, rata-rata uang yang disetor Merin kepada Irwandi berkisar pada angka kurang lebih   161 juta rupiah setiap kali. Pada tahun 2009 dan 2010 Merin kembali menyerahkan uang secara berturut-turut Rp 6,9 miliar, dan Rp 9.5 miliar.

Pada tahun 2011, jaksa mendakwa Irwandi menerima dari Izil sebesar Rp 13,030 miliar yang terbagi dalam 39 transaksi.

Ini artinya rata-rata, setiap transaksi yang dilakukan bernilai sekitar Rp 334 juta.

Apa yang menjadi catatan penting dari dakwaan itu adalah jumlah 59 transaksi yang dilakukan selama 4 tahun, yang kemudian terdistribusi tidak merata.

Yang paling menarik dari dakwaan itu adalah aliran tahun pertama-2008 sebanyak 18 kali, dan itu diulangi lagi pada tahun 2011, sebanyak 39 transaksi.

Kalaulah ada sesuatu yang paling unik dari 59 transaksi yang dituduh oleh jaksa itu adalah bahwa kedua mereka- atau satu di antaranya, merupakan manusia yang sangat cerdas, sehingga mampu mengatur transaksi sedemikian rupa.

Tidak hanya itu, seluruh jumlah dana Rp 32.4 miliar yang dalam tuduhan disebut semuanya diserahkan kepada Irwandi itu, tentunya juga mustahil kalau tidak dinikmati oleh Merin, yang mungkin saja lebih besar, atau lebih kecil.

Kesan dari dakwaan jaksa itu adalah bahwa Merin tidak lebih sebagai “tukang kutip” Irwandi, dimana ia sendiri- Merin, dalam tuduhan itu, sama sekali tak disebutkan mendapatkan berapa upah kutip itu, baik dari Irwandi, maupun dari konsorsium Nindya Sejati.

Kesan lain yang juga tidak kalah penting dari kedua mereka, adalah skill “tata buku”, atau kemampuan akunting yang tidak biasa dengan 59 kali transaksi, tercatat dengan baik untuk ukuran seorang mantan prajurit kecil angkatan laut, dan seorang dokter hewan.

Tuduhan 59 transaksi unik “made in” Merin-Irwandi  yang dipakai oleh jaksa  itu akhirnya dianggap sebagai “angin lalu” oleh hakim, dan dinyatakan tidak terbukti.

Hakim menolak tuduhan jaksa.

Irwandi Yusuf pada pengadilan 2018 dibebaskan atas tuduhan gratifikasi pembangunan dermaga Sabang.

Sebaliknya ia diputus 7 tahun penjara atas 3 dakwaan lainnya yang terpisah digabung menjadi satu.

Ketika Irwandi menjalani sidang pengadillan 2018, karena panggilan jaksa dan pengadilan, tidak dipenuhi oleh Merin, ia segara menjadi orang yang dicari alis buron.

Resminya, Izil menjadi buron semenjak saat itu.

Ia menjadi buron resmi KPK semenjak 26 Desember 2018 sampai ia ditangkap pada 21 Januari 2023. 

Itu artinya, Merin menjadi buron selama kurang lebih empat tahun.

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved