Opini

Gerakan Politik Islam Aceh

Kekecewaan gerakan politik Islam Aceh ini melahirkan satu pertanyaan besar kepada model kepemimpinan Aceh saat ini yaitu: Bisakah syariat Islam ditega

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
T Muhammad Jafar Sulaiman MA, pengajar Filsafat Politik, Analis pada Meta Politica 

Oleh T Muhammad Jafar Sulaiman MA

Pengajar Filsafat Politik, Analis pada Meta Politica

KONTESTASI politik selalu menyediakan arena terbuka untuk berkompetisi merebut kontrol ruang publik. Arena ini tentu akan diisi oleh siapa pun yang memenangkan pertarungan maupun oleh yang kalah tetapi mampu membangun komunikasi dan lobi politik dengan kekuatan materi.

Dalam lima tahun terakhir, diskursus politik Islam telah mendapat tempat yang subur di Aceh, terutama sekali di tingkat kabupaten yang punya basis-basis dayah yang punya jumlah massa yang besar dan ideologis, artinya bukan barisan pragmatis yang mudah hanyut, apalagi jika kandidat yang maju berasal dari dayah dan berbasis di dayah.

Maka bersiap-siaplah menyambut pertarungan dengan niat untuk menggantikan kepemimpinan, dari yang berbasis demokrasi an sich kepada yang berbasis spirit gerakan politik Islam dalam skema kekuasaan Aceh.

Dengan menggunakan sebuah analisa sederhana saja, maka di hadapan kita telah tersaji sebuah fakta yang tidak hanya kasat mata tetapi sudah memasuki ruang mental dan spiritual rakyat, sudah meresap ke dalam aliran darah dan telah menjadi nafas baru, yaitu gairah gerakan politik Islam yang telah dimulai melalui partai lokal berbasis dayah.

Ulasan ini adalah juga sudut pandang dalam melihat segala dinamika Aceh, terutama Pilkada 2024 nanti, bahwa Aceh harus dilihat dalam banyak sekali sudut pandang, dengan tujuan untuk terus memperkaya kita, mendewasakan kita pada penglihatan dan analisa bahwa kontestasi kepemimpinan bukan hanya milik partai politik nasional dan partai politik lokal, dan para politisi an sich tetapi juga milik siapa saja, termasuk para ulama.

Membaca tanda alam

Bagi partai politik yang tidak berbasis dayah, jika tidak ingin terus tergerus, pandai-pandailah membaca tanda-tanda alam yang berjalan sedemikian cepat.

Eksistensi Anda tidak lagi hanya dapat mengandalkan isu syariat semata, karena sekarang sudah mulai memasuki era kebangkitan gerakan politik Islam, dimana gerakan ini akan memuncak di Pilkada Aceh 2024 nanti.

Aktualisasi Ideologi Politik Islam PPP

Gerakan politik Islam akan memakai baju sendiri, kendaraan sendiri, panggung sendiri untuk terus bereksistensi dengan memegang langsung kekuasaan yang lebih bermoral, mendistribusikan kesejahteraan secara adil dan merata dan menciptakan kebahagiaan, ini adalah pertaruhan penting.

Namun, gerakan politik Islam di Aceh ini bukannya tanpa pertaruhan, tetapi penuh dengan pertaruhan yang akan sangat menentukan bahwa matahari politik Islam akan terbit lagi atau tidak besok harinya.

Jika gerakan politik Islam ini tidak mendapatkan tempat dengan segala ikhtiar gerakan jihad politiknya, maka ke depan gerakan ini akan dipaksa untuk kembali ke basis dayah yang hanya mendalami agama, tanpa pernah bisa lagi melakukan gerakan politik secara masif karena trust collective yang sudah memudar.

Pertaruhan berikutnya adalah apabila gerakan politik Islam ini mendapatkan tempat dalam panggung politik, namun segala janji kebaikannya tidak bisa diwujudkan, maka akan mendelegitimasi spirit gerakan politik Islam di ruang publik politik.

Semoga semua dan segala kebaikan untuk kita semua tercipta di Aceh. Demokrasi dan gerakan politik Islam bertemu di satu arasy yaitu kesejahteraan yang adil dan bermartabat.

Perebutan kekuasaan

Menggeliatnya gerakan politik Islam ini jika dilihat dari puncaknya adalah karena kekecewaan atas ketidak sungguhan mempraktikkan pola kepemimpinan Islami dalam pemerintahan dan cacatnya moral politik para politisi dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.

VIDEO - Macron dan Kurz Motori Front Bersama Eropa Lawan Politik Islam

Dalam fenomena disilusi (kekecewaan) pada kepemimpinan yang dihasilkan dari demokrasi elektoral sebelumnya telah mendorong lahirnya gerakan Islam politik. Imajinasi bahwa Islam adalah politik semakin memperkuat lahirnya gerakan politik Islam di Pilkada 2024 nanti.

Apa yang dilakukan oleh gerakan politik Islam ini adalah gerakan yang berani, yaitu gerakan yang merubah kontestasi politik Aceh, dari ruang teritori isu seperti yang selama ini dilakukan kepada ruang terbuka yaitu perebutan kekuasaan di arena politik praktis.

Kekecewaan gerakan politik Islam Aceh ini melahirkan satu pertanyaan besar kepada model kepemimpinan Aceh saat ini yaitu: Bisakah syariat Islam ditegakkan oleh kekuasaan yang tidak Islami?

Bagi gerakan yang semakin masif ini, kepemimpinan di Aceh selama ini adalah kepemimpinan yang sama sekali tidak islami, karena itu mereka ingin mengambil alih kepemimpinan atau dengan bahasa lain ingin mengislamkan kepemimpinan yang tidak islami ini.

Pemerintahan islami ukurannya bukanlah berapa banyak hukuman cambuk di lakukan, berapa banyak penggerebekan dilakukan, tetapi seberapa besar daya kuasa kekuasaan dipakai, diarahkan dan diwujudkan bagi kesejahteraan rakyat dan kebaikan rakyat.

Kerinduan pada model kepemimpinan yang setiap geraknya, setiap pikirannya dan setiap visinya adalah kesejahteraan rakyat kini telah dititipkan pada gerakan politik Islam.

Di sini, makna demokrasi dibaca bukanlah pertentangan, tetapi pembebasan rakyat dari janji-janji politik temporal kepada keabadian tanpa janji, yaitu keabadian kewajiban menunaikan amanah yang dititipkan melalui doa dan air mata dari runtuhnya bangunan kepemimpinan yang mengecewakan dan pengharapan akan bangunan baru yang kokoh, bersih dan tidak koruptif, demarkasi batas antara pengelolaan kepentingan terbatas dengan reduksi kepentingan bagi kemaslahatan bersama.

Jika dicermati, gerakan politik Islam Aceh ini memiliki beberapa fondasi yaitu bahwa pada hakikatnya kepemimpinan atau pemerintahan itu adalah “uswatun hasanah” (suri teladan), dan “khadimul ummah” (pelayan ummat), yang keberadaan dan eksistensinya adalah memperbaiki akhlak dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Menegakkan agama, maka butuh kekuasaan, terutama spirit agama rahmatan lilalamin, Islam otentik, menjadi awan yang menaungi siapa saja untuk kebaikan, keselamatan dan kesejahteraan.

Dalam makna ini, maka dalam gerakan politik Islam, demokrasi juga dipahami sebagai demokrasi agama.

Di sini, demokrasi agama dibaca sebagai bahwa siapa pun berhak secara setara untuk masuk dalam arena kontestasi kekuasaan politik setelah filterisasi dengan kapasitas akhlak, pengetahuan keagamaan dan pengabdian kepemimpinan bagi kemajuan agama (rahmatan lil’alamin).

Filterisasi ini terbaca bahwa kepemimpinan bukan sembarangan bisa diambil oleh siapa saja, tapi oleh orang tertentu yang punya kapasitas, kepatutan dan yang paling utama adalah keteladanan.

Penerjemahan ini, semakin diperkuat dengan realita kekecewaan terhadap praktik politik yang dihasilkan demokrasi, tanpa keteladanan (uswah hasanah) dan belum menjadi pelayan umat (khadimul umat).

Dalam dua kalimat inilah berdiri tegak eksistensi gerakan politik Islam Aceh. Segala disilusi dalam 18 tahun damai telah sampai kepada kehendak rakyat yang menginginkan ulama untuk masuk ke arena politik dan bagi ulama amanah ini adalah tanggung jawab dakwah yang harus dipikul.

Bagian terpenting dari semua perjalanan yang kita tempuh, terutama melalui kontestasi politik adalah bagaimana kita membangun sebuah peradaban yang abadi bagi masa depan. Abadi dalam narasi-narasi kebaikan, pencerahan dan pembebasan.

Pelajaran terpenting dari semua perjalanan kebudayaan yang telah kita tempuh selama ini adalah bagaimana memanusiakan manusia, bagaimana memperlakukan manusia secara bermartabat.

Ini adalah tantangan intelektualitas kita, tantangan kepemimpinan dan tantangan pengelolaan pelayanan publik yang memperlakukan dan menempatkan manusia secara setara, sebagai konsekuensi kodrati dari karunia dan ciptaan Tuhan yang padanya melekat semua potensi kebaikan yang harus direalisasikan.

Pilkada 2017 pasti memberikan kita pelajaran penting tentang makna mengganti kekecewaan dengan kesejahteraan dan segala kebaikan di Pilkada 2024.

Mengaku Tak Cemburu, Nathalie Holscher Singgung Sosok Bule Kekasih Baru Sule

Pernikahan Venna Melinda dan Ferry Irawan, Awalnya Ibadah kini Ingin Cerai, Ini Kata Elma Theana

Mengaku Tak Cemburu, Nathalie Holscher Singgung Sosok Bule Kekasih Baru Sule

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved