Kupi Beungoh

Fenomena di Aceh, Berpuasa Sepanjang Hari Tapi Berbuka dengan Makanan Tak Terjamin Halal?

Mengonsumsi produk halal merupakan ajaran agama dan bentuk ketaatan bagi seorang muslim. Hal ini merupakan perintah Allah

Editor: Amirullah
ist
Anzelia Anggrahini dan Fifi Alayda 

Ketiga, tidak dipastikan kehalalannya atau samar-samar. Kategori yang ketiga ini ditandai tidak adanya Logo Halal dari MPU/MUI.

Syariat Islam Setengah Hati

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH MH, mengatakan bahwa pemerintah lebih mementingkan kemajuan lembaga keuangan syariah dibandingkan dengan kepentingan jaminan halal untuk makanan dan minuman yang menjadi kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat Aceh.

“Semua bank konvensional yang beroperasi di Aceh telah diperintah tutup dengan dalih qanun LKS, tapi usaha makanan dan minuman yang tidak memiliki Logo Halal dari MPU tetap dibiarkan beroperasi di Aceh, seakan-akan penerapan Syariat Islam masih setengah hati di Aceh,” ujar Safaruddin kepada penulis pada awal Ramadhan 1444 H.

“Inilah yang bisa menjadi salah satu kerisauan masyarakat Aceh. Apabila kita mengkonsumsi ataupun menggunakan produk yang belum terjamin halalnya maka kita akan dijatuhi dosa dan menjadi darah daging yang haram masuk ke dalam tubuh kita, apalagi untuk penganan berbuka puasa setelah menahan lapar dan dahaga sepanjang hari. Kasihan kan?” tambah Safaruddin.

Baca juga: Masih Bolehkah Berniat Puasa Atau Makan Sahur Jika Waktu Sudah Imsak? Ini Penjelasan Hukumnya

Tertibkan Usaha tanpa Logo Halal

Dalam hal ini sudah semestinya pemerintah dan MPU Aceh sadar akan semua permasalahan yang sudah terjadi di sekitar kita.

MPU bersama Dinas Syariat Islam harus melakukan sosialisasi Qanun Nomor 8 Tahun 2016 kepada seluruh pedagang makanan dan minuman di Aceh, kemudian melakukan razia dan terakhir menerapkan sanksi sesuai amanat yang terkandung dalam qanun tentang jaminan produk halal.

“Sebagai ketua YARA Aceh, saya mendesak Pemerintah Aceh dan MPU untuk mencabut Qanun sertifikasi halal, karena tidak pernah dilaksanakan sampai sekarang. Buang ke laut saja qanun itu,” tegas Safaruddin selaku ketua YARA Aceh.

Dalam Mata Kuliah Studi Syariat Islam di Aceh pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, dosen pengampu Hasan Basri M.Nur, selalu berpesan bahwa Syariat Islam itu menjadi identitas masyarakat Aceh dan legal dalam perundang-undangan Indonesia.

Menurutnya, tersedianya makanan dan minuman halal untuk masyarakat Aceh merupakan bagian dari identitas keislaman di Aceh yang berbeda dengan provinsi lain di Indonesia.

Di akhir tulisan ini penulis merekomendasikan agar Qanun Nomor 8 Tahun 2016 tentang Sistem Jaminan Produk Halal terimplementasi di Aceh dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Tahap pertama, setelah dilakukan sosialisasi tentang isi qanun tersebut lalu diberikan teguran lisan dan tulisan kepada pemilik usaha makanan, minuman dan kosmetika yang tidak mengurus sertifikat halal.

Tahap kedua, mencabut izin usaha untuk pemilik usaha makanan, minuman dan kosmetika yang tidak mengurus sertifikat halal. Izin itu baru dikeluarkan kembali setelah pemilik usaha mengurus sertifikat halal dari MPU Aceh.

Tahap ketiga, menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 60 bulan atau denda Rp 2 miliyar untuk pemilik usaha makanan, minuman dan kosmetika yang tidak mengurus sertifikat halal bagi non muslim.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved