Citizen Reporter

Kisah Putra Pidie 52 Tahun Tinggal di Perancis, Geuchik Paris Rindu Kokok Ayam dan Timphan

Menurut data resmi pemerintah, terdapat kurang lebih 7 juta jiwa penduduk muslim di Perancis, dari total sekira 68 juta penduduk negeri itu.

Editor: Zaenal
Serambinews.com/Handover
Alijullah Hasan Jusuf bersama Imam Besar Mosque de Paris, Achmad Boebaka, pada bulan Ramadhan 1444 H/2023 M. 

Ada kalanya di negeri-negeri  itu, selama 1 bulan tidak ada waktu malam dan sebaliknya jika musim dengin, malam terus, tidak ada siang.

Dengan Kondisi ini, masyarakat Islam di negeri-negeri tersebut, berpedoman pada jadwal di  Mekah.  

Dalam pekerjaan aku sehari–hari di bulan puasa, aku dan rekan-rekan staf kedutaan memang agak sulit, terutama sewaktu melayani tamu-tamu negara dari Indonesia yang menerapkan hukum “musafir, boleh tidak puasa.”

Bila waktu makan siang kami harus mengantar mereka ke restoran, kami terpaksa duduk memesan makan untuk tamu.

Di sini besar sekali tantangannya, menghapi hidangan enak.

Tetapi aku sendiri tetap tegar mempertahankan puasaku. Selama 50 tahun aku tinggal di Perancis, Alhamdulillah puasaku selamat, penuh.

Dalam Bulan Suci inilah aku sering merindukan tradisi /suasana Ramadhan di kampung, suasana yang sangat gembira.

Siang mengumpulkan beras dari penduduk, untuk dimasak bubur janji di masjid. Shalat terawih bersama rakan-rakan.

Lebih ridu lagi aku ingin mendengar kokok ayam jantan. Di Perancis, meski negara ini berlogo ayam jantan, tapi Aku tidak pernah mendengar kokok ayam.

Aku ingat di kala kunjungan Pahlawan Aceh, Abu Daud Buerue’eh,  mengunjungi Paris di tahun 1971, kebetulan aku yang mendampingi beliau selama di Paris.

Beliau berkata kepadaku  “Ali, Abu rindu pada kokok ayam. “

Alijullah Hasan Jusuf, bersama Abu Daud Beureueh di Paris tahun 1971.
Alijullah Hasan Jusuf, bersama Abu Daud Beureueh di Paris tahun 1971. (Serambinews.com/Handover)

 
Kurindukan pula suasana malam Lebaran ketika Aku masih remaja di Kota Sigli.

Malam takbiran, kami keliling kota bersama teman yang pulang mudik, shalat Idul Fitri di lapangan terbuka, bersalaman saling maaf-maafan.

Kemudian bergembira ria, dengan baju baru, keliling ke rumah-ruamah saudara tauladan, mencicipi kue semprong, wajik, kacang taujin, terutama kueh timphan.

Hal ini menandakan  "kemana dan sejauh manapun  kita perantau, tetap kampung halaman yang kita kenang dan rindukan. Apa lagi bila adikku mangalunkan azan dengan alunan irama Aceh."

*PENULIS, Alijullah Hasan Jusuf, berdomisili di Paris dan dijuluki Geuchik Paris atau Lurah Paris. Ia sudah menerbitkan sejumlah buku berisi kisah kehidupannya selama di Paris.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved