Info Singkil

Merajut Kejayaan Tempo Dulu Menuju Aceh Singkil Emas 2049

Penjabat atau Pj Bupati Aceh Singkil, Marthunis, telah menyerahkan sertifikat serta hadiah uang pembinaan kepada pemenang lomba, Rabu (10/5/2023). 

Penulis: Dede Rosadi | Editor: Mursal Ismail
Prokopim Setdakab Aceh Singkil
Pj Bupati Aceh Singkil, Marthunis, serahkan uang pembinaan kepada pemenang lomba menulis artikel HUT ke-24 Kabupaten Aceh Singkil, Rabu (10/5/2023) 

Dari uraian singkat di atas, Singkil tempo dulu bukan hanya jaya pada masanya, tapi berjasa bagi Nusantara dan dunia.

Sebagai pelabuhan maju, Singkil Lama, merupakan jalur perdagangan dunia dan getah kapur yang dibutuhkan dunia. Getah kapur Singkil ini bahkan diyakini sudah jadi komoditi ekspor sebelum Masehi untuk awetkan jasad Firaun.

Berikutnya karya Syekh Abdurrauf As Singkily sebagai ulama kelahiran Singkil, tak hanya menulis terjemah Alqur'an dalam bahasa Melayu. Tetapi ajara Tarekat Syattariyah terus menjadi tuntunan hidup murid-muridnya hingga masa kini.

Singkil Baru

Catatan kejayaan Singkil Lama, sebagai kota pelabuhan strategis yang bisa disinggahi kapal asing berlanjut pada era Singkil Baru. Medio 70-an hingga 80-an semasa Aceh Singkil, masih bergabung dengan Aceh Selatan, pelabuhan Singkil merupakan pusat kota perdagangan bahan kebutuhan pokok dan ekspor kayu log perusahaan PT Gunung Raya, Hargas dan Singkil Timber.

Kemudian pusat pengiriman minyak sawit mentah (crude palm oil) PT Socfindo Kebun Lae Butar di pelabuhan Pulo Sarok. Tanki berukuran besar tempat penampungan crude palm oil (CPO) dan sisa bangunan masih terlihat hingga kini.

Tak mengherankan jika Singkil, sebelum menjadi Kabupaten, merupakan andalan bagi Provinsi Aceh dan Pusat. Sebagai pusat perdagangan ekspor impor Singkil berjasa menghasilkan devisa kepada negara dari kayu log. 

Sebagai kota ekspor impor di Singkil telah berdiri kantor bea cukai. Walau akhirnya kantor tersebut kini tinggal kenangan. 

Sama dengan kejayaan masa kayu log tinggal kenangan, menyisakan hutan gundul yang dampaknya masih terus dirasakan berupa banjir langganan setiap tahun. Kerusakan hutan itu, diperparah dengan musibah gempa tsunami Aceh 2004 dan gempa Aceh-Nias 2005. 

Seiring berjalan waktu Aceh Singkil, menata diri sejak menjadi Kabupaten tahun 1999. Walau dihadapkan pada pil pahit dengan menyandang status Kabupaten termiskin di Provinsi Aceh, hingga masuk ulang tahun ke-24 saat tulisan ini disusun. 

Sebagai manusia yang mendapat anugrah akal pikiran tentu tidak boleh berpangku tangan. Setiap tantangan adalah peluang. 

Dalam catatan penulis setidaknya ada tiga potensi utama Aceh Singkil, yang dapat menjadi daya ungkit memajukan ekonomi agar keluar dari kemiskinan. Masing-masing potensi perkebunan kelapa sawi, perikanan tangkap dan pariwisata. 

Pembahasan potensi Aceh Singkil, fokuskan pada tiga sektor tersebut, bukan menafikan potensi lainnya terutama potensi minyak dan gas (Migas) yang sedang menghangat. Potensi migas, tidak masuk dalam pembahasan, biarlah dibuktikan dulu keberadaannya oleh Conrad Asia Energy sebagai pemenang lelang eksplorasi.

1. Potensi Perkebunan Kelapa Sawit

Luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil tahun 2022  mencapai 75.862,72 hektar. Terdiri dari lahan masyarakat 31.351 hektar atau 41,33 persen dan lahan perusahaan pemegang hak guna usaha 44.511,72 hektar atau 58,57 persen.

Begitu luasnya kebun sawit, tak mengherankan jika lebih dari 70 persen penduduk Aceh Singkil gantungkan hidup dari sawit. Sayangnya di tengah hamparan kebun sawit seluas mata memandang 19,18 persen penduduk Aceh Singkil masih miskin. Persentase itu yang tertinggi di Aceh.

Data hubungan sawit dengan kemiskinan pernah di singgung Penjabat (Pj) Bupati Aceh Singkil, Marthunis, ST, D.E.A dalam diskusi dengan penulis pada 22 Maret 2023. Menurutnya terjadi hampir di seluruh Indonesia wilayah yang sawitnya luas penduduknya cenderung miskin. 

Berdasarkan data areal perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Singkil, merupakan nomor dua terluas di Aceh. Namun angka kemiskinannya berdasarkan data BPS, Kabupaten Aceh Singkil, berada di urutan pertama. 

Menurut Marthunis mitos banyak sawit, banyak penduduk miskin harus dihapus, menjadi luas sawit, masyarakatnya sejahtera. Apalagi investasi perkebunan kelapa sawit yang masuk ke  Aceh Singkil, tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Pendapat penulis sawit tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan. Alasannya antara lain investor  seluruhnya berasal dari luar sehingga uang yang beredar di Aceh Singkil, kecil. Sebab sebagian besarnya dibawa ke luar daerah ini bisa dilihat dari semua kantor besar perusaan berada di Medan, Sumatera Utara.

Nahasnya lagi ekspor minyak mentah kelapa sawit dilakukan dari Sumatera Utara, tentu pajaknya tidak masuk ke Aceh Singkil

Ada secercah harapan pada tahun 2023 ini, sudah hadir pabrik kelapa sawit milik patungan putra daerah PT Riztia Karya Mandiri. Kehadirannya diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor minyak mentah kelapa sawit. 

Masalah kedua hasil produksi kelapa sawit rakyat jauh di bawah milik perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan petani, produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit per hektar hanya dikisaran 1 ton sekali panen bahkan ada yang di bawahnya. 

Bandingkan dengan produksi TBS kelapa sawit kebun perusahaan per hektar mencapai 1,8 ton. 

Artinya ada potensi pendapatan petani sawit sebanyak 0,8 ton hilang. Jika dikonversi dalam uang, katakanlah harga sawit Rp 2.000 per kilogram kali 0,8 ton maka potensi penghasilan petani yang hilang Rp 1.600.000 sekali panen per hektarnya.

Bila dikali dengan jumlah areal sawit rakyat seluas 31.351 hektar. Maka sekali panen potensi pendapatan petani yang hilang sebanyak Rp 50,161 miliar. 

Sebuah angka fantastis, lebih dari cukup untuk biaya sekolah dan kuliah anak Aceh Singkil dalam setahun.

Pendapat penulis sebaiknya pemerintah fokus pada upaya peningkatan produksi sawit. Salah satunya melalui pendampingan teknis dari Dinas Perkebunan mulai dari pengolahan lahan, pemilihan bibit, dan pemupukkan. Maklum sejauh ini petani, bersawit masih secara otodidak.  

Selain pendampingan pola kemitraan setidaknya dapat menjadi solusi mengejar ketertinggalan produksi kebun petani dengan perusahaan. Program kemitraan pertama antara perusahaan kelapa sawit PT Nafasindo dengan petani telah dilaunching Penjabat Bupati Aceh Singkil, Marthunis, ST, D.E.A Maret 2023 lalu. Program ini harus didorong agar dilakukan semua perusahaan.

Dinas Perkebunan, sebagai dinas teknis juga harus memastikan program kemitraan berjalan sesuai cita-cita sejahterakan petani. 

2. Potensi Perikanan 

Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Aceh Singkil, potensi perikanan tangkap (laut) sebanyak 29.154 ton per tahun. Dari potensi itu yang mampu diproduksi atau berhasil ditangkap nelayan hanya 11.530,11 ton atau 39,5 persen per tahun.

Komoditas unggulan laut Aceh Singkil antar lain kerapu macan/sunu, udang lobster, kakap putih, kakap merah, rumput laut, udang, tenggiri, kweh, tongkol, gembolo, teri karang, kepiting bakau dan rajungan. 

Sektor perikanan tangkap sudah didukung keberadaan pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Anak Laut. 

Menurut Kepala Dinas Perikanan Aceh Singkil, Drs. Saiful Umar, potensi perikanan tangkap tersebut belum tergarap maksimal karena terbatasnya armada bertonase besar. 

Bayangkan dari begitu melimpahnya potensi perikanan tangkap, di Kabupaten Aceh Singkil, hanya ada 3 (tiga) unit armada kapal penangkap ikan di atas 30 gross ton. 

Kendala berikutnya adalah alat tangkap dominan tradisional, teknologi penangkapan masih sederhana dan alat bantu penangkapan ikan belum merata di tingkat nelayan. 

Untuk memaksimalkan potensi perikanan tangkap langkah paling mendesak selain pengadaan armada kapal bertonase besar adalah pengembangan pelabahun PPI Anak Laut dan pembangunan jetty Anak Laut. 

Anak Laut merupakan anugrah alam yang dimiliki Aceh Singkil. Jika di daerah lain untuk membangun pelabuhan harus membuat kolam raksasa tempat kapal berlindung dari gangguan cuaca buruk dengan biaya tinggi. 

Di Aceh Singkil, ada kolam alam Anak Laut, tinggal lagi memolesnya agar kapal penangkap ikan berbobot di atas 30 gross ton bebas ke luar masuk PPI Anak Laut. Maklum kendala utama PPI Anak Laut tidak berfungsi maksimal karena pendangkalan. 

Pendangkalan harus diatasi secara permanen dengan pembangunan jetty serta pengerukan. Jika alur pelayaran Anak Laut dalam, maka dipastikan investasi Pemerintah sekitar Rp 9 miliar di PPI Anak Laut, akan dituai hasilnya. 

Sebab kapal besar penangkap ikan dari luar daerah akan berlabuh di PPI Anak Laut, yang telah memiliki fasilitas pabrik es, tempat bongkar muat kapal dan fasilitas lainnya. 

Dalam setahun terakhir ada tiga kapal besar yang bongkar muat ikan di PPI Anak Laut. Kehadiran kapal penangkap ikan mampu menciptakan simpul perekonomian baru dan menciptakan lapangan kerja baru bagi warga lokal. 

Kendati kapal yang sandar kerap terlambat ke luar masuk PPI Anak Laut, sebab harus menunggu pasang besar. Bahkan satu kapal milik pengusaha luar Aceh Singkil, walau pasang besar tetap tak bisa sandar ke PPI. 

Hal ini menambah biaya bongkar muat hasil tangkapan, karena harus diangkut kapal kecil. Tentu secara bisnis tak menguntungkan.

Selain potensi perikanan tangkap, Kabupaten Aceh Singkil, memiliki potensi perikanan budidaya menjanjikan. Rinciannya budidaya air laut 1.200 hektar, budidaya air tawar 500 hektar dan budidaya air payau 600 hektar.

3. Potensi Pariwisata

Dalam pandangan penulis di Kabupaten Aceh Singkil, ada dua potensi pariwisata yang dapat dikapitalisasi menjadi multipayer efek pertumbuhan ekonomi, yaitu rawa Singkil dan gugusan Kepulauan Banyak.

Rawa Singkil menawarkan wisata petualang menikmati aneka tumbuhan aquatik, hamparan bunga vanda hookeriana yang sedang mekar sempurna, orangutan Sumatera, serta flora dan fauna lainnya melalui alur sungai Lae Treup yang disesaki pohon bakung.

Jalur kedua wisata petualang rawa Singkil, bisa dinikmati dengan berjalan kaki dari perbatasan Kecamatan Kuala Baru, menuju hutan rawa Singkil. Di sana wisatawan bisa melihat pohon menjulang tinggi besar, aneka jenis burung dan pohon madu.

Sedangkan gugusan Kepulauan Banyak, menawarkan wisata bahari terlengkap di deretan pulau-pulau eksotik khas pulau tropis di batas Samudera Hindia. 

Mulai dari hamparan pasir putih, kawanan paus dan dugong, snorkling, surfing dan menjadi saksi penyu langka dunia bertelur di Pulau Bangkaru. 

Anugrah alam tersebut belum mampu menjadi ladang meraup pundi-pundi rezeki dalam mendongkrak perkembangan ekonomi masyarakat Aceh Singkil.

Festival Pulau Banyak yang digelar Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Aceh Singkil, belum mampu mengkapitalisasi potensi wisata. Event tersebut pengelolaannya masih kelas lokalan. 

Dengan tidak bermaksud merendahkan. Festival Pulau Banyak yang dibiayai miliaran rupiah, masih kalah gaung dengan helatan Aceh Roverway Pulau Banyak tahun 2019 lalu yang diselenggarakan anak-anak Pramuka. Aceh Roverway mampu mendatangan tamu-tamu dari berbagai daerah di Indonesia dan tamu mancanegara. 

Pandangan penulis setidaknya ada dua hal yang harus dibenahi agar potensi pariwisata mampu gerek Aceh Singkil keluar dari kemiskinan. Terutama dalam sasar pangsa pasar wisatawan Nusantara dan wisatawan mancanegara. 

Pertama memperbaiki konektivitas Aceh Singkil dengan Sumatera Utara, sebagai pintu gerbang utama masuknya wisatawan. 

Dengan fungsionalkan bandar undara (Bandara) Syekh Hamzah Fansuri, untuk layanan penerbangan ke bandara Kuala Namu. Ini untuk menjawab kebutuhan wisatawan asing kelas menengah atas yang membutuhkan waktu cepat ke destinasi wisata. 

Berikutnya perbaikan jalan Singkil-Sibolga. Langkah ini mempercepat akses darat bagai wisatawan menuju Singkil yang memanfaatkan bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing Pinangsori.

Kemudian pembangunan jalan Suro-Sibagindar tembus ke bandara Silangit. Jalan itu, untuk mempercepat akses darat wisatawan untuk paket wisata terusan dari destinasi wisata Danau Toba, Sumatera Utara ke Aceh Singkil.

Terbangunnya konektivitas tersebut, sekaligus wujudkan wacana Aceh Singkil, menjadi penyangga destinasi wisata super prioritas Danau Toba.

Langkah kedua mengemas promosi wisata rawa Singkil dan Kepulauan Banyak, secara efektif dan efisien. Dengan memanfaafkan media sosial dan media arus utama. 

Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga, sebagai motor promosi wisata bisa membuat konten wisata secara rutin. Selanjutnya disebarkan ke media sosial dan media arus utama untuk diviralkan.

Viral menjadi kata kunci pada era masa kini. Manakala objek wista yang dimiliki Aceh Singkil viral, dipastikan kebanjiran wisatawan.

Aceh Singkil Emas 2049

Aceh Singkil emas pada tahun 2049, lantaran pada saat itu, Kabupaten Aceh Singkil, genap berusia 50 tahun atau ulang tahun emas. 

Dalam pikiran penulis Aceh Singkil emas adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur yaitu sebuah Kabupaten yang baik alamnya dan baik perilaku penduduknya.

Baik alamnya karena hijau, bersih dari sampah dan tersedia air bersih yang cukup bagi setiap penduduknya.

Sedangkan baik prilaku pendudukanya, lantaran setiap bicara selalu bermanfaat, tidak ada korupsi, sejahtera dan hidup rukun.

Menuju Aceh Singkil, emas tentu butuh persiapan dan skenario yang berjalan setiap tahunnya. Tentu dengan fokus menggarap tiga potensi unggulan yang ada yaitu perkebunan kelapa sawit, perikanan tangkap dan pariwisata.

Skenario tersebut dapat disusun dalam blueprint (cetak biru) yang menyusun kerangka kerja terperinci sebagai landasan pembuatan kebijakan.

Meliputi penetapan tujuan, sasaran, penyusunan strategi, pelaksanaan program serta fokus pada implementasi yang harus dilaksanakan. 

Blueprint yang disusun tentu berkaca dari kelemahan masa kini untuk dilakukan perbaikan.  


 Penulis yakin, saat Aceh Singkil dipimpin Penjabat (Pj) Bupati, Marthunis, ST, D.E.A yang lama berkarir di Bappeda Aceh, cetak biru menuju Aceh Singkil emas bisa tersusun dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). 

Selain menyusun blueprint, langkah berikutnya menuju Aceh Singkil emas adalah menciptakan sitem kerja yang wajib ditaati setiap aparatur pemerimtahan. 

Jika sistem itu terbentuk, siapapun yang menjadi bupati Aceh Singkil pada 25 tahun ke depan tidak meleset dari skenario menuju Aceh Singkil emas tahun 2049. Semoga!. (*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved