Kupi Beungoh
Gubernur Aceh - Mustafa Abubakar dan Judi SBY-JK - Bagian IV
Kejadian tsunami menerjang Aceh dan hampir seluruh pesisir kolam besar Samudera Hindia, telah menjadikan status Aceh masuk dalam rekor internasional
Tugas itu adalah penyelesaian konflik Aceh yang sudah menemukan momentum dengan MoU Helsinki dan mulai mengikutsertakan sejumlah “pemangku kepentingan” global, utamanya PBB, AS, dan Uni Eropa.
Jabatan penjabat gubernur Aceh yang akan ditunjuk oleh SBY-JK berkemungkinan besar menjadi ajang “perjudian” gagal atau suksesnya Aceh keluar dari konflik dan bencana tsunami.
Ini adalah jabatan yang bobot tantangannya melebihi pekerjaan menteri dalam kabinet SBY.
Pilihan SBY-JK hanya dua, mencari tokoh senior yang sarat pengalaman, teruji, berintegritas, berikut kemampuan komunikasi memadai.
Cari orang Aceh yang mempunyai kualifikasi yang telah diuraikan, atau pilihan berikutnya terbuka untuk siapapun, termasuk untuk TNI.
Jika jalan pikiran konvensional yang diterapkan, karena taruhannya sangat besar bagi pemerintah RI, maka cukup mencari mantan jenderal TNI yang berpengalaman, berintegritas, dan telah teruji.
Tetapi SBY-JK menggunakan cara berpikir lain, karena persoalannya memang tidak sesederhana yang terlihat.
SBY-JK tidak mau berpikir konvensional.
Baca juga: Gubernur Aceh - Gus Dur, Melanggar Tabu, dan Nekad - Bagian III
Ketimbang menjahit baju, kemudian mencari sosok yang pas dengan baju itu, SBY-JK justeru mencari orang, kemudian menjahit baju, sekaligus memerintahkan orang itu untuk memakai baju itu, dan mencari sejumlah ornamen penting tambahan.
Itu artinya, SBY-JK berupaya keras mencari sosok “orang Aceh” dan memberikan arahannya.
Sangat sukar mencari orang Aceh yang menduduki jabatan eselon I ketika itu.
Jangankan di Departemen Dalam Negeri, di kementerian lain pun, nyaris tak ada orang Aceh.
Di tengah “kekeringan” calon pejabat gubernur yang orang Aceh itu, tersebutlah nama Mustafa Abubakar yang jika menggunakan indikator pikaran konvesional tidak sangat memenuhi.
Tetapi SBY-JK bergeming.
Calon itu harus orang Aceh, dan itu adalah Mustafa Abubakar.
Mustafa sama sekali tak mempunyai pengalaman pemerintahan, dan ia baru tiga tahun menjadi Inspektur Jenderal sebuah Kementerian baru yang sedang didefinisikan “pekerjaannya.”
Baca juga: BSI Bermasalah, Haruskah Membanggakan Bank Konvensional?
Kementerian itu adalah hasil kreasi presiden Abdurrahman Wahid- Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.