Rumoh Geudong
Ini Fakta Menarik dan Bersejarah Tentang Rumoh Geudong yang Akan Dikunjungi Jokowi
Fakta menarik dan bersejarah tentang Rumoh Geudong yang akan dikunjungi Presiden Jokowi, bakal diulas sebagai berikut.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Fakta menarik dan bersejarah tentang Rumoh Geudong yang akan dikunjungi Presiden Jokowi, bakal diulas sebagai berikut.
Diketahui Presiden Jokowi bakal berkunjung ke Rumoh Geudong di Kawasan Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Aceh pada Selasa (27/6/2023) mendatang.
Kunjungan kerja (kunker) tersebut sekaligus kick-off penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di Aceh secara non-yudisial.
Jelang kedatangan Jokowi, Rumoh Geudong diratakan. Sejumlah pohon telah ditebang dan alat berat dikerahkan ke lokasi untuk membersihkan kawasan setempat.
Meski demikian, sejumlah fakta menarik dan bersejarah tentang Rumoh Geudong masih lekat di ingatan sebagian masyarakat Aceh.
Ada Apa di Rumoh Geudong?
Rumoh Geudong merupakan salah satu bekas Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) di Sektor A-Pidie selama pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh.
Menurut laporan Komnas HAM pada 2018, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis lainnya ini merupakan sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat.
Peristiwa tersebut terjadi pada periode Aceh dalam status Daerah Operasi Militer (DOM) pada 1989-1998.
Baca juga: Akan Dimusnahkan, Kamp Penyiksaan Warga Sipil di Aceh Rumoh Geudong Sebaiknya Jadi Memorial
Baca juga: Surati Presiden Joko Widodo, KPA Minta Bukti Pelanggaran HAM Rumoh Geudong Pidie tak Dihilangkan
Kilas Balik
Tanggal 7 Agustus 1998 Menteri Pertahanan/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengumumkan pencabutan status DOM di Aceh.
Pada 12 Agustus 1998, Tim Pencari Fakta dari Komnas HAM berkunjung ke Rumoh Geudong yang berada di Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Tim yang dipimpin Baharuddin Lopa itu menemukan sejumlah bukti terjadinya pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong.
Bukti pelanggaran tersebut seperti kabel listrik, balok kayu berukuran 70 centimeter, bercak darah pada dinding rumah.
Tim juga menggali beberapa titik yang diduga kuburan korban pelanggaran HAM.
Namun tim hanya menemukan serpihan tulang dan kerangka manusia, seperti tulang jari dan tangan.
Tanggal 20 Agustus 1998 sekelompok massa datang ke lokasi Rumoh Geudong dan membakar musnah rumah penuh sejarah.
Baca juga: Jokowi Kunker ke Rumoh Geudong Pidie Akan Disambut Ribuan Santri Hingga Emak-emak Sirul Mubtadin
Amnesty International Indonesia merilis, penghancuran sisa bangunan Rumoh Geudong, salah satu situs pelanggaran HAM berat di Kabupaten Pidie, Aceh terjadi pada 19-21 Juni 2023.
Sisa dinding rumah dihancurkan dan sumur ditimbun dalam semalam.
Pada Rabu, 21 Juni 2023, ekskavator membobol sisa-sisa dinding dapur, sisa-sisa dinding kamar mandi, sisa-sisa dinding WC, dan undakan rumah tersebut.
Selain itu, ekskavator juga merobohkan pohon-pohon kelapa serta pohon melinjo di dalam kompleks Rumoh Geudong. Personel dari Polri dan TNI ikut mengawasi kegiatan tersebut.
Pantauan Serambi, Kamis (22/6/2023), Sejumlah alat berat terus melakukan pengerasan tanah di kompleks Rumoh Geudong seluas sekitar 7.000 meter tersebut.
Sebagian tenda sudah dipasang di lokasi tersebut.
Baca juga: KontraS Aceh: Jangan Musnahkan Bukti Pelanggaran HAM di Rumoh Geudong
Pembersihan areal Rumoh Geudong ini dalam rangka menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo yang akan melaksanakan kunjungan kerja ke Pidie pada Selasa (27/6/2023) nanti.
Pemerintah Pusat berencana akan membangun masjid di kompleks Rumoh Geudong yang penuh sejarah ini.
Di tempat itu pula, Presiden Jokowi rencananya bakal berdialog dengan korban pelanggaran HAM berat di Pidie.
Dalam kunjungan kerja tersebut, Presiden akan melakukan kick-off atau peluncuran penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh khususnya, dan Indonesia pada umumnya secara non-yudisial.
Dikutip dari Kompas.com, Rumoh Geudong dibangun pada tahun 1818 oleh Ampon Raja Lamkuta, Hulubalang atau pemimpin yang tinggal di Rumoh Raya.
Jarak antara Rumoh Geudong dan Rumoh Raya sekitar 200 meter.
Baca juga: Presiden Jokowi Kunker ke Pidie, Start Kick-off Penyelesaian HAM Berat, Rumoh Geudong Diratakan
Semasa perang Belanda, Rumoh Geudong sering digunakan sebagai pos pengatur strategi perang oleh Raja Lamkuta.
Setelah Raja Lamkuta wafat, Rumoh Geudong dipakai adiknya, Teuku Cut Ahmad, kemudian Teuku Keujruen Rahmad, Teuku Keujruen Husein, dan Teuku Keujruen Gade.
Rumoh Geudong juga dijadikan sebagai basis perjuangan melawan tentara Jepang.
Sejak masa Jepang hingga Indonesia Merdeka, rumah itu dihuni oleh Teuku Raja Umar dan keturunannya, anak dari Teuku Keujruen Husein.
Pendapat Mereka Tentang Rumoh Geudong
Pj Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto menolak pembangunan monumen di lokasi Rumoh Geudong.
Alasannya, agar generasi baru tidak lagi mengingat kisah kelam.
"Generasi baru harus lebih cerdas untuk menata Pidie yang lebih maju di masa mendatang," ujar Wahyudi.
Sementara Komite Peralihan Aceh (KPA), organisasi yang menaungi para mantan kombatan GAM meminta Rumoh Geudong tidak dihilangkan atau dialihfungsikan, karena ini adalah salah satu bukti sejarah adanya pelanggaran HAM di Aceh.
Mereka berharap di lokasi itu dibangun gedung museum berbentuk replika seperti Rumoh Geudong yang dulu.
Juru Bicara (Jubir) KPA Pusat, Azhari Cagee, mengatakan, pihaknya bukan tidak setuju dengan rencana pembangunan masjid tersebut. Tapi, di kemukiman itu saat ini sudah ada dua masjid.
Dengan membangun masjid di lokasi itu, sambungnya, KPA menduga ada maksud terselubung tentang penghilangan sejarah atau penghilangan bukti pelanggaran HAM.
Dalam surat itu, KPA juga meminta Presiden membangun pusat pendidikan di lokasi bukti pelanggaran HAM tersebut.
Bukan hanya di Rumoh Geudong, tapi juga di dua lokasi bukti pelanggaran HAM lainnya di Aceh, yakni Simpang KKA (Aceh Utara) dan Jambo Keupok (Aceh Selatan).
"Agar dibangun kompleks pendidikan mulai TK, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi," ujar Azhari.
KPA juga meminta pusat memberikan dana abadi pendidikan sebesar Rp 3 triliun untuk anak-anak eks kombatan GAM dan anak-anak korban konflik.
Permintaan KPA agar jejak Rumoh Geudong tidak dihilangkan, sejalan dengan harapan para pekerja kemanusiaan dan aktivis HAM.
Mereka berpendapat, Rumoh Geudong seharusnya menjadi monumen peringatan karena memiliki nilai budaya, sejarah, dan simbolik yang sangat besar.
"Menjadi pengingat akan penderitaan yang dialami rakyat Aceh selama konflik bersenjata dan agar kejadian serupa tidak terulang kembali," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
"Seharusnya monumen ini dirawat, bukan dihancurkan," tambahnya.
Bagaimana pendapat warga? Keuchik Bili Aron, Fakhrurrazi mengatakan, sebagian warga di gampong tersebut menginginkan di kompleks Rumoh Geudong dibangun tempat pendidikan agama.
"Memang sebagian warga di sini menginginkan di kompleks Rumoh Geudong dibangun masjid dan sebagian lainnya berharap dibangun tempat belajar agama seperti dayah modern," ujar Fakhrurrazi.
"Tapi, jika pun pemerintah membangun masjid, warga tetap setuju," tutupnya.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Living Park dan Masjid di Rumoh Geudong Mulai Dikerjakan, Habiskan Dana Rp 14 Miliar |
![]() |
---|
Ini 3 Rekomendasi Sejarawan MSI Aceh soal Rumoh Geudong, Bangun Museum hingga Nama Masjid |
![]() |
---|
Jeritan dan Lepotan Darah di Rumoh Geudong, Tempat Bersejarah yang Diratakan Sebelum Jokowi Datang |
![]() |
---|
Tolak Bongkar Rumoh Geudong, Komisi I DPRA: Harus jadi Situs Sejarah Pelanggaran HAM Berat di Aceh |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.