Kupi Beungoh

SEMA UIN AR-RANIRY Menyoroti Perihal Tragedi Rumoh Geudong

Rumoh Geudong adalah tempat penahanan sewenang- wenang, penyiksaan, dan pembunuhan yang paling diingat dan dikenang oleh rakyat Aceh.

Editor: Amirullah
Museum HAM
Tragedi Rumoh Geudong Aceh 1989, Peristiwa Masa Lalu yang Diakui Negara Sebagai Pelanggaran HAM Berat 

Oleh: Miftahul Jannah

Rumoh Geudong adalah tempat penahanan sewenang- wenang, penyiksaan, dan pembunuhan yang paling diingat dan dikenang oleh rakyat Aceh.

Namun, setelah tahun 1998 status DOM di Aceh dicabut, rumah ini dibakar dan menyisakan beberapa bagian bangunan yang menjadi saksi bisu dari sejarah penyiksaan yang dilakukan oleh Tentara Indonesia terhadap Bangsa Aceh.

KESAKSIAN S

Dalam rentang waktu tahun 1989 hingga tahun 2003, S sering ditahan, diinterogasi dan disiksa oleh aparat militer Indonesia karena hubungan suaminya dengan GAM.

Menghilangnya suami, membuat S tidak punya pilihan selain membawa anak-anaknya ketika dibawa dan ditahan oleh TNI.

Sepanjang periode ini pula ketiga anaknya ikut mengalami kekerasan baik secara langsung maupun dengan menyaksikan dirinya disiksa.

S berulangkali mengalami penahanan dan penyiksaan di Rumoh Geudong antara tahun 1990 sampai 1998. Penahanan dan penyiksaan juga dialami oleh ketiga anak S.

Pada tahun 1991, S ditahan selama satu bulan di Rumoh Geudong. Pada saat itu aparat militer mempermalukan dia dengan memaksa dia menari diiringi musik dangdut dalam keadaan telanjang.

Dalam masa penahan lain di Rumoh Geudong, dia pun dipaksa untuk berlaku seperti pasangan pengantin dengan tahanan laki-laki.

"Setiap saya mendengar lagu dangdut, saya merasa tersiksa dan teringat betapa saya dipermalukan oleh TNI di Rumoh Geudong. Saya disiksa dengan mengikat tangan dan kaki saya, lalu mereka menyetrum jempol kaki saya, dalam kondisi kesakitan mereka menelanjangi saya.

Setelah saya dalam keadaan telanjang mereka memaksa saya menari dengan diiringi lagu dangdut yang mereka putar dari tape recorder dengan suara yang keras. Saya malu sekali karena banyak juga tahanan lain yang mereka paksa untuk menonton saya menari dalam keadaan telanjang.

Setiap kali saya berhenti mereka akan memukul dan mengancam akan menyetrum, lalu mereka pun tertawa-tawa ketika saya menari.

TNI di Rumoh Geudong itu membuat upacara pernikahan palsu, saya disuruh sebagai pengantin perempuan dan satu tahanan laki- laki lain sebagai pengantin laki-laki. Kami harus mengikuti upacara pernikahan, mengucapkan ijab qabul, setelah itu saya dan laki-laki itu didudukkan bersanding.

TNI itu mengatur-atur bagaimana saya harus berperan dan berpose sebagai pengantin, mereka memaksa kami melakukan berbagai hal sesuka mereka. TNI itu senang sekali dan tertawa-tawa, kami para tahanan dijadikan penghibur."

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved