Opini
Ibadah Haji dan Ketahanan Keluarga
Kepulangannya sangat dinantikan, dijemput dengan penuh rasa haru, cerita-cerita indahnya sangat ditunggu bahkan pintu rumah dibuka seluas-luasnya bagi
Untuk itu menyiapkan bekal untuk menjaga ketangguhan keluarga dengan banyak belajar, membekali diri dengan ilmu parenting dan pernikahan, atau dengan menempuh pendidikan tinggi dan menguasai skill yang mumpuni sehingga tak mudah frustrasi dan tidak gampang oleng.
Menyadari bahwa suami-istri akan berpisah, dan apa pun yang kita lakukan terhadap pasangan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Maka perlu bagi kita untuk menjaga jalinan ikatan perkawinan dengan bersikap baik dan berusaha memuliakan pasangan hidup selama pernikahan, maka sudah pasti balasan yang akan diterima Insya Allah yang terbaik sesuai amalannya.
Para suami saleh akan ditemani para bidadari di atas dipan-dipan yang begitu indah, tidak pernah ada rasa bosan. Begitu juga jika suami berperangai buruk dan kasar terhadap pasangan, maka balasan yang setimpal akan diperolehnya dan akan ditempatkan di neraka yang mana kayu bakarnya adalah manusia dan batu.
Jangan superior
Simbol pakaian serba putih para jamaah haji menandakan bahwa manusia di hadapan Allah kedudukannya sederajat. Untuk itu seorang suami jangan merasa superior dan menganggap dirinya sebagai penguasa terhadap istri sehingga memperlakukannya bagaikan budak. Jangan juga beranggapan bahwa perempuanlah yang paling banyak menghuni neraka, dan menganggap amalannya lebih sedikit dari laki-laki karena mereka memiliki masa nifas dan haid.
Padahal semua itu merupakan keistimewaan dan dispensasi dari Allah. Justru jika beribadah dalam kondisi tersebut dianggap berdosa besar. Beribadah haji di tempat yang panas dan penuhnya manusia membutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Sedikit saja rasa lelah bisa frustrasi membuat orang meledak dan marah-marah, bahkan kepada pasangan hidup sendiri.
Berusahalah menahan diri dan bersikap dewasa menanggapi kekeliruan dan kekhilafan pasangan yang boleh jadi dilakukannya tanpa sengaja, tidak reaktif dan tidak mudah tersulut emosi tatkala sikap dan tingkah laku pasangan jauh dari ekspektasi. Bisa jadi itu adalah cobaan dari Allah untuk kita, masihkah kita tulus menerima kekurangannya, atau tunduk dengan tipu daya syaitan dengan meluapkan emosi negatif. Bersumpah serapah bahkan ingin mengakhiri ikatan pernikahan.
Berusahalah menggapai haji mabrur, yang setelah melaksanakannya makin memiliki perangai yang baik terhadap pasangan dan menjadi contoh teladan bagi anak-anak kita semua. Wallahu A`lam.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.