Kupi Beungoh
Menyoal Dalang di Balik Pembubaran Provinsi Aceh - Bagian 1
Pernyataan Prof Humam “mungkin kali kedua setelah Soekarno membubarkan Provinsi Aceh” kemudian disanggah oleh Helmy Nugraha Hakim
Sebagaimana diketahui, sebelum terbitnya undang- undang yang baru ini, melalui peraturan pemerintah No. 8/Desember/WKPM/1949, Syafruddin Prawiranegara yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, menyetujui pembentukan Provinsi Aceh.
Sikap Syafruddin yang menyetujui lahirnya provinsi Aceh ini, diketahui oleh Presiden Soekarno pada masa itu, karena sebelumnya Presiden Soekarno sudah pernah bertemu dengan Tgk. Muhammad Beureu’eh dalam kunjungan pertamanya ke Banda Aceh pada tahun 1948.
Dalam pertemuan tersebut, ada dialog yang cukup direkam sampai hari ini oleh masyarakat Aceh antara Presiden Soekarno dengan Tgk. Muhammad Daud Bereu’eh sebagai tokoh revolusi dan sekaligus sebagai salah satu ulama besar PUSA masa itu di Aceh.
Syafruddin mengakui bagaimana jasa Aceh dalam melahirkan Republik Indonesia ini, peran dan jasa rakyat Aceh sangat besar dalam mengawal revolusi pada 17 Agustus 1945.
Peran rakyat Aceh dalam melawan gerakan Cumbok yang pusatnya ada di Sakti, Lamlo, Pidie.
Peran rakyat Aceh dalam melawan Gerakan Said Ali.
Sumbangan moral dan material rakyat Aceh untuk fron pertempuran di Medan Area.
Baca juga: Ingat Kakek Sondani? Dulu Viral Nikahi Gadis 19 Tahun, Kini Divonis Gagal Ginjal dan Dicerai Istri
Sumbangan puluhan kilogram emas untuk Monas di Jakarta.
Sumbangan dua pesawat Dakota sebagai cikal bakal pesawat Garuda Indonesia hari ini.
Pesawat Dakota inilah yang digunakan oleh Ir. Soekarno sebagai alat transportasi udara dalam melobi negara luar untuk mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru saja diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Peran Radio Rimba Raya yang menyatakan bahwa Indonesia ini masih ada.
Peran laskar-laskar atau barisan rakyat yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tangal 5 Oktober 1945.
Dan yang terakhir adalah sikap penolakan tawaran pemisahan Aceh dari Indonesia oleh Teungku Mansur, Wali Negara Sumatera Timur.
Penolakan ini disampaikan langsung oleh Tgk. Muhammad Daud Bereu’eh di Aceh, “Sekali Republic, Tetap Republic”.
Syafruddin juga berjasa dengan Aceh, saat Yogjakarta jatuh ke tangan Belanda saat agresi militer Belanda pertama pada 21 Juli 1947 dan agresi militer Belanda kedua pada 19 Desember 1948.
Agresi militer ini berhasil menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Menteri Luar Negeri, Agus Salim dan beberapa menteri lainnya.
Lalu, Ir. Soekarno dan Mohd. Hatta diasingkan ke Bangka Belitung, Sumatera Selatan.
Setelah ditangkapnya Presiden dan Wakil Presiden, Belanda kemudian membentuk pemerintahan federal berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat).
RIS adalah hasil konspirasi antara Indonesia yang diwakili Mohd. Hatta dengan Belanda di Den Haag pada 23 Agustus sampai 2 November 1949.
Di sana Belanda kemudian mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia dalam bentuk Negara RIS melalui sidang KMB (Komisi Meja Bundar).
Sementara Syafruddin Prawiranegara membentuk pemerintah Darurat Republic Indonesia (PDRI) di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, pada 19 Desember 1948.
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer XVI - Daud Beureueh: Medan Area, Pembentukan TNI, dan Daerah Modal
Atas desakan dan serangan Belanda secara terus menerus ini hingga sampai ke Bukit Tinggi, Padang, Sumatera Barat, telah memaksa pimpinan Pemerintahan PDRI ini untuk pindah ke Kuta Radja, Banda Aceh, untuk mempertahankan kekuasaan Indonesia dari ancaman militer Belanda.
Berdirinya pemerintahan PDRI sementara di Aceh, cukup memberi bukti bahwa masyarakat Aceh adalah kaum nasionalis, yang telah berjasa besar dalam “membidani” lahirnya republik ini di saat-saat masa genting, bukan seperti salah satu provinsi yang belakangan bergabung dengan Indonesia setelah tahun 1960-an.
Maka, atas jasa-jasa yang telah disumbangkan rakyat Aceh ini, akhirnya Mr. Syafruddin Prawira Negara selaku Wakil Perdana Menteri yang berkedudukan di Kota Radja mengirimkan surat kepada Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatera, Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera, Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo, Residen Aceh, yang menyatakan keputusannya untuk membentuk Provinsi Aceh yang ia tandatangani sendiri pada tanggal 26 Desember 1949.
*) PENULIS adalah dosen Sejarah Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Pembubaran Provinsi Aceh
Soekarno
Pj Gubernur Aceh
Muhammad Natsir
Assat
Syafruddin Prawira Negara
Serambinews
kupi beungoh
Refleksi 20 Tahun Damai Aceh: Menanti Peran Anak Syuhada Menjaga Damai Aceh Lewat Ketahanan Pangan |
![]() |
---|
Utang: Membangun Negeri atau Menyandera Masa Depan? |
![]() |
---|
Melihat Peluang dan Tantangan Potensi Migas Lepas Pantai Aceh |
![]() |
---|
Dua Dekade Damai, Rakyat Masih Menanti Keadilan Pengelolaan Sumber Daya Alam |
![]() |
---|
Kampung Haji Indonesia dan Wakaf Baitul Asyi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.