Buntut Kericuhan di Pulau Rempang Batam, 7 Warga Jadi Tersangka Pelemparan Bom Molotov ke Polisi

Tidak hanya bom molotov, para tersang melakukan aksi memukul dan melempar batu kepada petugas saat kericuhan terjadi.

Editor: Faisal Zamzami
DOK BP BATAM
Bentrok antara warga dan tim gabungan di Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) akhirnya pecah. Ratusan orang yang mengaku masyarakat setempat memblokir jalan karena menolak masuknya tim gabungan yang hendak melakukan pengukuran lahan di Pulau Rempang tersebut. 

SERAMBINEWS.COM - Sebanyak tujuh warga ditetapkan tersangka karena melakukan aksi pelemparan bom molotov saat kerusuhan di Jalan Raya Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Tidak hanya bom molotov, para tersang melakukan aksi memukul dan melempar batu kepada petugas saat kericuhan terjadi.

Pihak Polresta Barelang awalnya mengamankan delapan orang warga, namun satu orang telah dipulangkan karena tidak terbukti terlibat dalam aksi tersebut.

"Berdasarkan rekaman video amatir serta keterangan tersangka Farizal, yang bersangkutan hanya memvideokan kejadian saja. Tidak ada memukul maupun melempar batu kepada petugas," ungkap Kapolresta Barelang dalam keterangan yang diterima TribunBatam.id.

Ketujuh tersangka yaitu atas nama Roma, Jakarim, Martahan, As Arianto, Pirman, Farizal, Ripan ditetapkan sebagai tersangka.

Nugroho, menjelaskan saat situasi mulai tidak kondusif, tim terpadu menembakan gas air mata dan air dari mobil water cannon yang membuat kerumunan warga bercerai-berai dan membubarkan diri.

Dari situ, sejumlah tersangka memukul, melempari petugas dengan batu, membawa ketapel, parang hingga bom molotov.

Ia menjelaskan saat ini Polresta sudah mendirikan tujuh posko terpadu di wilayah Rempang.

Sejumlah posko terpadu itu di antaranya mulai dari Simpang Jembatan 4, Simpang Cate, Yayasan Yaa Bunaya.

Kemudian pintu masuk Pantai Melayu, Kedai Simpang Rezeki, Sungai Buluh Simpang Sembulang dan Kantor Camat Galang.

Para tersangka dijerat dengan pasal 212 KUHPidana dan atau Pasal 213 KUHPidana dan atau Pasal 214 KUHPidana.

Ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara menanti mereka.

Baca juga: VIDEO Tujuh Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka, Buntut Kericuhan di Pulau Rempang Batam

Sebelumnya diberitakan, Polresta Barelang mengamankan 8 orang yang diduga melawan petugas saat dilaksanakannya pembukaan Pemblokiran Jalan Raya Menuju Pulau Rempang, Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Para pelaku yang diamankan yakni Rizal, Roma, Jakarim, Firman, Anto, Boiran, Martahan Siahaan, dan Irfan Saputra.

Tidak hanya kedelapan orang ini, polisi juga menagamankan sejumlah barang bukti berupa bom molotov, ketapel, parang, dan batu.

"Satu dari delapan pelaku merupakan pelemparan bom molotov kepada petugas gabungan. Beruntung pelaku telah kami amanakan, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan," kata Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto, ditemui di Mapolresta Barelang, Jumat (8/9/2023).

Terkait isu bayi meninggal dalam kericuhan Rempang kemarin, Nugroho mengatakan, informasi tersebut murni hoaks atau tidak benar.

"Sudah kami lakukan klarifikasi di Rumah Sakit Embung Fatimah, alhamdulillah bayi tersebut sehat walafiat, yang saat ini sudah dipulangkan ke rumahnya bersama kedua orangtuanya," papar Nugroho.

Bahkan anggota Polresta Barelang, telah mengevakuasi ibu-ibu dan anak sekolah yang dekat jembatan 4 barelang.

"Kebetulan di dekat jembatan 4 barelang ada sekolah, namun alhamdulillah adek-adek di sekolah semua selamat dan kami bantu proses evakuasinya," jelas Nugroho.

Nugroho menceritakan, ada beberapa titik pemblokiran yang dilakukan warga Rempang, di antaranya pemblokiran dengan menumbangkan 10 pohon di 3 titik.

Kemudian pemblokiran dengan kontainer untuk mengadang jalan dari jembatan 4 hingga rest area sepanjang 25 kilometer.

“Alhamdulillah sejauh ini sudah kami bersihkan, sehingga masyarakat bisa kembali menggunakan Jalan Raya Trans Barelang ini dengan lancar,” imbuh Nugroho.

“Saat ini kami juga mendirikan 2 pos di jembatan 4 dan di rest area guna menjaga asituasi di Rempang tetap kondusif,” ungkap Nugroho.

Nugroho menekankan, tim terpadu merupakan bagian pemerintah. Bila menemukan orang yang melanggar hukum dengan pemblokiran jalan, mengancam petugas, atau melawan petugas, itu termasuk pelanggaran hukum.

Di sana negara harus hadir dan tidak boleh kalah dengan orang atau sekelompok seperti itu.

“Dan kemarin kami berhasil untuk membuka blokir jalan di jembatan 4 hingga rest area. Saya harapkan di Sembulang Dapur 6 semoga sadar apa yang mereka lakukan, sehingga tidak melakukan pemblokiran jalan lagi,” ucap Nugroho.

Delapan pelaku ini disangkakan Pasal 212, 213, 214 KUHP dan pasal 2 ayat 1 Undang Undang Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman kurungan 8 tahun penjara. 

Baca juga: Kericuhan Pemasangan Patok di Rempang Batam, Emak-emak Nangis hingga Siswa Pingsan Kena Gas Air Mata

Minta Relokasi Warga di Pulau Rempang Jangan Pakai Kekerasan, Mahfud MD: Perlu Mungkin Uang Kerahiman

Menko Polhukam Mahfud MD meminta relokasi warga yang terdampak di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, tidak menggunakan kekerasan.

“Pemindahannya ke mana (nanti), dan jangan sampai menggunakan kekerasan kecuali dalam keadaan gawat,” kata Mahfud MD menjawab pertanyaan wartawan saat dia ditemui di Jakarta, Jumat (8/9/2023) dilansir Antara.

Mahfud menyarankan supaya pemegang hak atas tanah, investor, dan warga yang terdampak membahas soal relokasi dan uang kerahiman.

“Tinggal sekarang perlu mungkin uang kerahiman, bukan uang ganti rugi, karena mereka memang tidak berhak. Uang kerahiman ini dan bagaimana memindahkannya, ini yang mungkin perlu didiskusikan antara pemegang hak bersama investor dan rakyat setempat. Menurut saya, itu lebih bagus,” kata Menko Polhukam RI.

Mahfud juga menegaskan, kasus di Pulau Rempang bukanlah penggusuran. Tetapi pengosongan lahan, karena hak atas tanah itu sudah diberikan negara kepada entitas perusahaan sejak 2001 dan 2002.

“Masalah hukumnya juga supaya diingat, banyak orang yang tidak tahu, tanah itu, (Pulau) Rempang itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah perusahaan, entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha. Itu Pulau Rempang. Itu Tahun 2001, 2002,” kata Mahfud MD.

Namun pada 2004, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain.

“Sebelum investor masuk, tanah ini rupanya belum digarap dan tidak pernah ditengok sehingga pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, tanah itu diberikan hak baru kepada orang lain untuk ditempati. Padahal, SK haknya itu sudah dikeluarkan pada 2001, 2002 secara sah,” kata Mahfud MD.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menuturkan, situasi mulai rumit saat investor masuk ke Pulau Rempang pada 2022.

“Ketika kemarin pada 2022 investor akan masuk, yang pemegang hak itu datang ke sana, ternyata tanahnya sudah ditempati. Maka kemudian, diurut-urut ternyata ada kekeliruan dari pemerintah setempat maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” kata Mahfud MD.

Karena itu, lanjutnya, kekeliruan itu diluruskan sehingga hak atas tanah masih dimiliki perusahaan sebagaimana SK yang dikeluarkan pada 2001 dan 2002.

“Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan. Bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna usahanya, bukan. Tapi proses, karena itu sudah lama, sudah belasan tahun orang di situ tiba-tiba harus pergi. Meskipun, menurut hukum tidak boleh, karena itu ada haknya orang, kecuali lewat dalam waktu tertentu yang lebih dari 20 tahun,” katanya.

Sebelumnya, sejumlah kelompok masyarakat di Pulau Rempang bentrok dengan polisi pada Kamis (7/9/2023).

Sebabnya, mereka menolak pengukuran tanah untuk pembangunan Rempang Eco-City dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Pulau Rempang, yang luasnya kurang lebih 17.000 hektare, direncanakan menjadi kawasan ekonomi terintegrasi yang menghubungkan sektor industri, jasa dan komersial, residensial/pemukiman, agro-pariwisata, dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

Tetapi sejumlah masyarakat, terutama dari adat Melayu menolak proyek tersebut. Walhasil, bentrokan pun terjadi. Polisi menembak gas air mata untuk membubarkan massa.

Namun, gas air mata itu dilaporkan juga jatuh ke anak-anak sekolah, sehingga ada yang dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.

“Ada belasan siswa yang saya tahu dibawa oleh ambulans ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Gas air mata itu tadi terbawa angin, karena ribut dekat dari sekolah kami," kata Kepala Sekolah SMP Negeri 22 Muhammad Nazib di sekitar lokasi bentrok, Pulau Rempang, Batam, Kamis. (TribunBatam/ Kompas.com )

Baca juga: Tabrakan Beruntun di Peulimbang, Seorang Meninggal Dunia, Empat Luka Berat

Baca juga: Bawaslu Usut Ganjar Pranowo Muncul di Tayangan Azan TV, PDIP: Pak Ganjar Sosok yang Religius

Baca juga: 62 Tahun USK Raih Hilirisasi, Perkuat Kumandang Cinta

 

Artikel ini telah tayang di TribunBatam.id dengan judul Polisi Pulangkan Seorang Warga Buntut Kisruh Rempang, 7 Berstatus Tersangka

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved