Opini
Tantangan Guru di Era Global
"Baranggapeu buet tameugure, bek asai tire hana samporeuna.” Apa pun pekerjaannya kita harus berguru. Jangan asal tiru tidak akan sempurna (Hadih Maja
Saiful Akmal, Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh
SETIAP 5 Oktober, dunia merayakan Hari Guru Sedunia sebagai penghormatan kepada para pendidik yang memiliki peran penting dalam membentuk generasi masa depan. Pesan dan ucapan selamat pun mengalir dari murid yang pernah berada dalam ruang proses belajar-mengajar baik formal maupun informal.
Sebagai anak seorang ibu yang guru SD dan ayah yang SMA, kedua orang tua mulia itu adalah guru utama saya dalam kehidupan sejak saya lahir sampai sekarang dan bahkan ke liang lahat nanti. Meskipun peringatan Hari Guru Sedunia bisa dijadikan momen untuk mengabadikan rasa terima kasih kita terhadap jasa para guru bagi kita, izinkan juga tulisan ini mencoba merefleksikan tantangan utama yang dihadapi para pendidik di abad ke-21.
Hal ini menjadi penting untuk memastikan teraksesnya pendidikan berkualitas bagi masyarakat dalam upaya menjaga daya tahan dan daya juang guru menjadi ujung tombak utama perubahan positif.
Akses tak setara
Salah satu tantangan paling mendasar bagi guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah begitu kentaranya kesenjangan dalam akses terhadap pendidikan. Banyak daerah, khususnya di negara-negara berkembang, kesulitan menyediakan sumber daya dan fasilitas pendidikan yang memadai.
Ketimpangan ini memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi, sehingga melanggengkan siklus kemiskinan. Para guru di daerah-daerah yang kurang terlayani ini menghadapi tantangan dalam menyediakan pendidikan berkualitas dengan sumber daya yang terbatas. Untuk mengatasi masalah ini memerlukan kerja sama lintas pihak, investasi pada infrastruktur pendidikan, dan upaya yang ditargetkan untuk memastikan akses yang adil terhadap pendidikan berkualitas.
Dalam hal kerja sama lintas pihak, dalam beberapa aspek perhatian para pemangku kepentingan sebenarnya cukup tinggi terhadap hal ini. Namun demikian kepedulian itu idealnya dijaga secara jangka panjang dan berkelanjutan, dan tidak hanya bersifat temporer dan jangka pendek. Jika ada program misalnya teaching scholarship atau teaching internship bagi para guru muda, semestinya itu diselaraskan dengan rencana strategis jangka panjang pemerintah pusat atau daerah dimaksud dalam konteks pengembangan profesi guru.
Dengan demikian dinamika dan problematika guru dan dunia pendidikan sedikit banyak juga teratasi secara terarah dan terukur. Jadi tidak serta-merta membuat program beasiswa, pelatihan dan lain sebagainya, namun orientasinya masih jangka pendek. Sehingga investasi yang dilakukan meskipun tidak selalu membuahkan hasil cepat, akan memberikan manfaat dan daya kejut yang langgeng.
Pada akhirnya, cita-cita mendapatkan akses yang merata terhadap pendidikan berkualitas bisa lebih didorong secara lebih baik. Akses terhadap program-program tersebut meski juga diimbangi dengan kemampuan menerjemahkannya secara aplikatif di lapangan lengkap dengan rencana aksi tindak lanjut, evaluasi dan perbaikan di masa mendatang.
Jadi alih-alih kemudian memberikan akses yang lebih luas kepada siapa pun, disorientasi struktural dan kultural oleh pengambil kebijakan akan menyebabkan peran guru dalam penyetaraan akses pendidikan berkualitas lama kelamaan berkurang. Dengan kata lain, jika di satu sisi orang mau berlomba-lomba membayar mahal guru-guru privat, dan bahkan menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dan terpadu, maka bisa dipastikan bahwa cepat atau lambat jurang mutu antara sekolah dan guru pemerintah dan swasta menjadi semakin terang-benderang.
Integrasi teknologi
Pesatnya kemajuan teknologi telah membawa peluang sekaligus tantangan dalam bidang pendidikan. Guru kini diharapkan untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam metode pengajaran mereka secara efektif. Namun kesenjangan digital antara mereka yang memiliki akses terhadap teknologi dan mereka yang tidak memiliki akses terhadap teknologi memperburuk kesenjangan dalam pendidikan.
Guru memerlukan pelatihan dan dukungan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi ini sekaligus memastikan tidak ada siswa yang tertinggal karena kurangnya akses terhadap sumber daya digital.
Guru sejatinya memiliki peran sangat penting dalam mempersiapkan generasi muda menghadapi Masyarakat 5.0 yang semakin kompleks, disruptif dan maju, yang menekankan penggunaan teknologi secara bertanggung jawab dan bijaksana serta pengembangan keterampilan kritis, kreatif, dan kolaboratif yang relevan dengan tuntutan zaman.
Di sisi lain, guru hendaknya punya kemampuan mengarahkan dan membimbing siswa dalam memahami dan menggunakan teknologi secara bijak, termasuk literasi digital, keterampilan kritis terhadap informasi, penyaringan konten digital, dan pemahaman etika dalam penggunaan teknologi.
Jika guru tidak dilatih atau belajar tentang pentingnya literasi digital, jangan heran jika kesenjangan digital antara guru dan siswa dapat menjadi tantangan serius dalam penerapan pendidikan digital.
Meningkatkan literasi digital dapat membantu mengurangi kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan serta antar kelas sosial yang berbeda, misalnya yang sekolah di swasta maupun negeri, si kaya dan si miskin dan si PNS dan wirausahawan biasa.
Hasilnya, akan ada yang disebut “diskoneksi” pengetahuan dan pendekatan pembelajaran yang semakin tajam dan berujung pada semakin memudarnya peran guru di era pendidikan disruptif yang sangat dinamis ini. Guru harus menjadi mentor dan sumber referensi belajar teknologi dan digitalisasi pembelajaran bagi para siswa.
Kesejahteraan mental
Jika dulu tema popular yang menjadi perhatian para guru atau penggiat dunia pendidikan salah satunya adalah kesejahteraan finansial. Maka shtefaaat ini bukan hanya siswa yang mengalami problem kesehatan mental, guru juga bisa terpapar.
Kesehatan mental dan kesejahteraan finansial guru yang sebenarnya saling mempengaruhi sering kali diabaikan padahal merupakan aspek penting dalam profesinya. Sifat pengajaran yang menuntut persiapan teknis yang runut dan detail, ditambah dengan beban administratif yang berlebihan dan repetitif, dapat menyebabkan tingginya tingkat stres dan kelelahan di kalangan pendidik dan guru.
Memprioritaskan kesehatan mental guru melalui lingkungan kerja yang mendukung, layanan konseling, dan pengembangan profesional dalam strategi penanggulangannya sangat penting untuk mempertahankan pendidik yang berbakat dan menjaga kualitas pendidikan.
Kenapa? Karena kesejahteraan finansial tanpa dipadupadankan dengan kesejahteraan mental dan spiritual, hanya akan menjadi macan ompong dan tidak bisa mengangkat derajat ilmu pengetahuan.
Dukungan dan pelatihan bagi guru dan perangkat sekolah atau lembaga pendidikan harus menyediakan pelatihan yang relevan tentang kesehatan mental dan cara mengatasi tekanan kerja dan problematika rumah tangga atau dilema ekonomi yang merembes kepada guru. Membuat program dukungan yang mudah diakses oleh guru, seperti konseling atau konseling kelompok bisa menjadi salah satu opsi.
Misalkan saja guru, berinisiatif membuat komunitas silaturahim, meski didera banyak amanah.
Pastikan guru memiliki cukup waktu luang di luar jam mengajar untuk merencanakan pelajaran, memberikan umpan balik, dan merawat diri sendiri, kumpul keluarga, berdarmawisata dan sebagainya. Jika belum ada maka wajib diprogramkan dalam kalender sekolah dan rumah. Bebaskan guru dari tugas-tugas administratif yang tidak perlu untuk mengurangi beban kerja mereka.
Selanjutnya berikan pengakuan dan apresiasi kepada guru atas kontribusi mereka dalam meningkatkan pendidikan dan bahkan beberapa di antaranya bertemu dengan guru pertama di sekolah dan dosen mereka saat kuliah. Pengakuan seperti penghargaan atau pujian dapat meningkatkan motivasi dan kesejahteraan mental.
Dalam dunia yang serba cepat dan ringkas sekarang, berikan fleksibilitas dalam jadwal kerja guru, terutama jika mereka memiliki tanggung jawab keluarga atau kebutuhan khusus lainnya. Bantu guru merencanakan karier dan pengembangan profesional mereka sehingga mereka merasa terinspirasi dan bersemangat dalam pekerjaan mereka.
Pastikan guru merasa didengarkan dan memiliki cara untuk mengekspresikan masalah mereka. Kita harus sama-sama mendorong guru untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan, dan lebih khusus lagi keseimbangan aspek kejiwaan dan spritualitas. Para pengambil kepentingan harus berinisiatif memetakan sumber daya kesehatan mental eksternal, seperti layanan kesehatan mental atau dukungan psikologis bagi guru.
Hari Guru Sedunia diharapkan menjadi media untuk merevitalisasi peran sentral guru dalam membentuk masa depan. Untuk mengatasi tantangan dan permasalahan global yang dihadapi para pendidik, pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat luas harus berkolaborasi dan memprioritaskan dukungan kepada profesi guru.
Kompensasi finansial yang memadai, akses terhadap pendidikan berkualitas, integrasi teknologi, dan dukungan kesehatan mental merupakan tema-tema urgen yang memerlukan perhatian dan investasi jangka panjang. Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, dapat dipastikan bahwa guru dapat mendukung terciptanya pendidikan terbaik kepada semua siswa, yang pada akhirnya mendorong masa depan yang lebih cerah bagi dunia.
Sekali lagi selamat Hari Guru Sedunia. Happy Teachers Day semuanya. Selamat milad juga kampus UIN Ar-Raniry yang telah selama enam dekade mendidik para calon guru dan tenaga pengajar dengan segala hal yang melekat padanya. Semoga semua guru-guru kita yang masih ada atau sudah syuhada menjadi saksi akan amal kebaikan kita di dunia dan akhirat.
"Baranggapeu buet tameugure, bek asai tire hana samporeuna.” Apa pun pekerjaannya kita harus berguru. Jangan asal tiru tidak akan sempurna (Hadih Maja Aceh).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.