Kupi Beungoh
Orang Papua Anggap Aceh sebagai Saudara Tua
Pembangunan di Pulau Jawa-Bali sangat kontras dibandingkan dengan provinsi di ujung timur (Papua) dan ujung barat (Aceh).
Di Aceh beberapa kali muncul perlawanan terhadap RI, mulai dari Gerakan DI/TII (1953-1962) hingga Gerakan Aceh Merdeka (GAM) 1976-2005.
Demikian pula di Papua muncul Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mengampanyekan pemisahan Papua dari RI sejak 1963.
Beda dengan GAM yang sudah menerima perdamaian dengan RI melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005, OPM masih tetap bergerilya menuntut kemerdekaan.
Gejolak dan perlawanan di Aceh lebih dahulu (tua) terjadi dibanding gejolak di Papua.
Mungkin atas dasar inilah Aceh dianggap sebagai saudara tua bagi Papua. Na saja.
Disinyalir karena terdapat beberapa persamaan nasib tersebut, orang Papua menganggap Aceh sebagai saudara tua yang harus dimuliakan.
Curhat Saudara Muda
Akan tetapi, pada dasarnya, orang Papua tampak senang menjadi bagian dari RI.
Ini terbukti dari beberapa “curahan hati saudara tua” dari delegasi Papua dalam Konferensi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Sentani, Jayapura, pada 23-26 Oktober 2023.
Selain soal kesenjangan pembangunan ekonomi, beberapa tokoh Papua juga menyoroti tentang mutu pendidikan di Papua yang sulit bersaing di pentas nasional.
Untuk mengatasi masalah tersebut, tokoh Papua meminta Pemerintah Pusat agar membantu pembangunan sekolah unggul berasrama untuk anak-anak Papua yang merata di tiap daerah (kabupaten).
Andai dua kementerian yang mengurusi sektor pendidikan yaitu Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama membangun masing-masing sekolah/madrasah berasrama yang unggul bersandar nasional di tiap kabupaten/kota di Papua, maka daya saing SDM generasi muda Papua akan teratasi dalam waktu yang tidak lama.
Artinya, persoalan ketertinggalan mutu pendidikan di Papua tidak serta merta diserahkan penanganannya pada Pemernitah Daerah Papua semata, sementara Pusat lepas tangan.
Nah, elite negara Indoesia yang semuanya mengaku sebagai orang beragama dan rela disumpah atas nama Tuhan, sejatinya memiliki komitmen untuk membantu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminatif, manipulatif dan koruptif.
Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dalam Pancasila bukan hanya untuk dihafal dan disampaikan dalam pidato politisi/pejabat sampai berbusa mulut, melainkan dinantikan benar-benar diimplementasikan sehingga terwujud keadilan yang merata dan ikut dirasakan oleh penduduk yang tinggal di pedalaman Papua dan Aceh.
Pengamalan ajaran agama dalam aksi nyata dipandang ampuh dalam mengatasi krisis kepercayaan penduduk Indonesia, terutama yang tinggal berjauhan dari pusat kekuasaan terhadap para elite Indonesia masa mendatang.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.