Kajian Kitab Kuning

Hoax dalam Perspektif Islam, Jangan Asal Sebar di Grup WA

Fitnah yang menimpa Ummul Mukminin Aisyah r.a. pada tahun ke-5 Hijriyah patut menjadi pembelajaran dalam menghadapi berita-berita yang tidak jelas

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM
Konsultasi Agama Islam (KAI) ISAD Aceh - Serambinews.com, diasuh oleh Tgk Alizar Usman, M.Hum. 

Diasuh Oleh Tgk Alizar Usman*)

Assalamualaikum waramatullahi wabarakatuh.

Yth, Ustaz pengasuh rubrik Kajian Kitab Kuning di Serambinews.com.

Mohon izin bertanya: Berita dan video bohong alias hoax semakin kencang beredar melalui berbagai platform media sosial. Ada yang menyangkut pilpres ada pula yang menyangkut perang Israel dan Palestina.

Pertanyaannya, bagaimana hukum menyebarkan berita bohong dalam Islam? Apakah ada kewajiban bagi umat Islam untuk mencari tahu kebenaran berita atau video sebelum memutuskan untuk menyebarkannya.

Jazakumullah khairan katsiran

 

Jawaban:

Jelang tahun politik 2024, sebaran informasi hoax diperkirakan meningkat, ditambah lagi suasana perang di Palestina yang sangat menyakitkan rasa keadilan umat Islam.

Informasi hoax ini kadang-kadang diterima tanpa ada tabayyun dan pemeriksaan kebenarannya, hanya karena informasi tersebut menguntungkan kepentingan dirinya atau kelompoknya.

Bahkan ada karena keinginan untuk merugikan kelompok lain tanpa mempertimbangkan berita tersebut benar atau bohong.

Bagi umat Islam, kisah Ummul Mukminin Aisyah r.a. yang pernah diterpa hoax sepulang dari perjalanan sebuah peperangan mendekati Kota Madinah pada tahun ke-5 Hijriyah patut menjadi pembelajaran yang baik dalam menghadapi berita-berita yang tidak jelas kebenarannya.

Dikisahkan dalam kitab Nurul al-Yaqin, karya al-Huzhariy Bek, halaman 155-158, Ummul Mukminin Aisyah r.a. dituduh berselingkuh dengan seorang sahabat Nabi, Shafwan bin Mu’aththal.

Hoax ini diproduksi oleh pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay, kemudian disebarkan oleh beberapa orang.

Fitnah tersebut dengan cepat beredar ke seluruh penjuru di Madinah sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum Muslim.

Merespons isu perselingkuhan ini, masyarakat pada masa Nabi SAW terbelah ke dalam pro dan kontra, sehingga nyaris terjadi pertumpahan darah sesama mereka, seandainya Nabi SAW tidak segera turun tangan melerainya.

Setelah berselang waktu, Nabi Muhammad menerima wahyu tentang pembebasan Aisyah dari tuduhan keji itu, yaitu Surat Al-Nur ayat 11 dan beberapa ayat setelahnya :

إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلۡإِفۡكِ عُصۡبَةٞ مِّنكُمۡۚ لَا تَحۡسَبُوهُ شَرّٗا لَّكُمۖ بَلۡ هُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۚ لِكُلِّ ٱمۡرِيٕٖ مِّنۡهُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ ٱلۡإِثۡمِۚ وَٱلَّذِي تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُۥ مِنۡهُمۡ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٞ 

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.(Q.S. al-Nur : 11)

Berita hoax ini adalah kasus yang sangat menyakitkan, khususnya bagi Aisyah dan Nabi serta umumnya bagi umat Islam.

Baca juga: Stop Hoax, Palestina Butuh Dukungan Kita

Baca juga: Wamenkominfo Ulas Soal Hoax Jelang Pemilu 2024, Nezar Patria: Trennya tidak Sama Seperti Pemilu Lalu

Empat Pelajaran

Setidaknya ada empat pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini berkenaan dengan merespon berita-berita yang belum jelas kebenarannya:

Pertama, Tawaqquf adalah suatu sikap atau perbuatan menahan diri untuk tidak langsung mempercayai atau menolak suatu berita sebagaimana sikap Nabi SAW menghadapi isu tersebut. Nabi tidak langsung mempercayai rumor tersebut, tidak memarahi Aisyah, dan tidak langsung menceraikannya.

Sambil menunggu wahyu, beliau meminta pendapat dari beberapa orang. Allah Berfirman :

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولٗا 

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak miliki pengetahuan tentangnya.Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban. (Q.S. al-Isra’ : 36)

 

Kedua, tabayyun.

Pentingnya tabayyun merupakan sebuah proses apakah semua informasi yang kita terima benar atau hoax.

Jika ada berita atau informasi yang simpang-siur, apalagi menghina, memfitnah, melakukan ujaran kebencian terhadap seseorang atau lembaga, maka bertabayunlah kepada orang/lembaga tersebut untuk mencari dan meneliti akan kebenaran informasi yang beredar. Allah Ta’ala berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ 

Wahai orang-orang yang beriman, jika orang fasik datang kepada kalian membawa suatu berita, maka periksalah supaya kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadannya, sehingga jadilah kalian menyesal atas apa yang telah kalian lakukan itu.(Q.S. al-Hujuraat : 6)

Ketiga, jangan asal sebar ke group ke berbagai media sosial tanpa melakukan tabayyun dahulu kebenaran informasi yang diterima.

Ayat-ayat yang turun berkaitan dengan hadits al-ifki (berita bohong terkait kisah Ummul Mukminin Aisyah r.a di atas) mengajarkan bagaimana kita menghadapi rumor, yaitu tidak menyebarluaskannya.

Allah telah menegaskan dalam kasus kisah Ummul Mukminin Aisyah r.a. di atas, orang yang ikut andil dalam menyebar berita bohong akan mendapatkan azab yang besar di hari akhirat kelak, yaitu firman Allah berbunyi:

وَٱلَّذِي تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُۥ مِنۡهُمۡ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٞ 

Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.(Q.S. al-Nur : 11)

Dalam ilmu hadits, kita diajarkan sebuah berita yang dapat diterima dan boleh disebarkan haruslah berdasarkan sanad yang shahih dan dapat dipertanggungjawabkan.

Karena itu, Abdullah bin Mubarak sebagaimana dikutip oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya, beliau berkata:

الإسنادُ مِنَ الدِّينِ، ولولا الإسناد لَقالَ مَن شاءَ ما شاء

Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan karena sanad, pasti siapapun bisa berkata dengan apa yang dia kehendaki.(Shahih Muslim: I/15)

Keempat, tajannub al-dhann adalah sikap menjauhi asumsi atau prasangka.

Kita berkewajiban memelihara nama baik sesama dan keharusan menyanggah isu-isu negatif terhadap siapapun. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَلَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.(Q.S. Al-Hujurat  : 12)

Wallahua’lam bisshawab

*) Salah satu tugas mulia bagi Muslim adalah menjadi penerus risalah kenabian, yakni mensyiarkan Agama Islam dalam berbagai bentuk media.

Serambi Indonesia menyambut baik kerjasama Bidang Dakwah bil Qalam dan Lisan (video) dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh.

Dakwah melalui tulisan diasuh oleh Tgk Alizar Usman, S.Ag, M.Hum, alumni UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Alumni Dayah Istiqamatuddin Darul Muarrif, Lam Ateuk.

Adapun dakwah melalui visual diisi oleh keluarga besar DPP ISAD Aceh.

Dakwah di media besar melalui Serambi Indonesia jangkauannya lebih luas. Dapat dibaca kapan saja dan di mana saja sehingga konten dakwah bisa didapat lebih fleksibel.

Temukan solusi berbagai persoalan ummat di SINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved