Alasan Pengungsi Rohingya Datang ke Indonesia, Bayar Arungi Laut, Ungkap Penjahat di Cox's Bazar
Dia bahkan membayar lebih dari 1.800 dollar AS (sekitar Rp 27,8 juta) untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal usang menuju Indonesia.
SERAMBINEWS.COM, RAKHINE - Semakin banyak pengungsi Rohingya meninggalkan kamp-kamp pengungsian di Cox's Bazar, pantai tenggara Bangladesh, dan menyeberangi lautan sejauh 1.800 kilometer menuju Indonesia dengan perahu reyot.
Pekan lalu, polisi dan nelayan Indonesia mulai berpatroli di beberapa wilayah di Aceh untuk mencegah pendaratan perahu para pengungsi.
Lebih dari 1.000 warga Rohingya tiba di Indonesia bulan ini, jumlah terbesar sejak 2015.
Sekitar satu juta orang Rohingya tinggal di kamp pengungsian kumuh di Cox's Bazar.
Pada 2017, militer Myanmar memulai aksi brutalnya terhadap warga Rohingya yang tinggal di negara bagian Rakhine dan menghancurkan desa-desa serta menewaskan ribuan orang.
Ratusan ribu lainnya menyelamatkan diri dengan melintasi perbatasan ke Bangladesh.
PBB menyebut tragedi itu sebagai "contoh nyata pembasmian etnis."
Baca juga: Berkali-kali Terdampar ke Indonesia, Apa Alasan Rohingya Nekat Arungi Laut dengan Perahu Reyot?
Para pengungsi Rohingya melarikan diri dari Cox's Bazar
Namun, kehidupan para pengungsi Rohingya di Bangladesh tetaplah sulit karena banyak dari mereka kekurangan makanan, keamanan, pendidikan, hingga kesempatan kerja di kamp pengungsi yang penuh sesak.
Laporan dari kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch yang diterbitkan tahun ini mengatakan bahwa geng-geng kriminal dan afiliasi dari kelompok-kelompok bersenjata menimbulkan ketakutan menjelang malam hari di kamp-kamp pengungsi Cox's Bazar.
Seorang pengungsi Rohingya berusia 19 tahun yang baru-baru ini tiba di Aceh bersama keluarganya mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa para penjahat di Cox's Bazar itu mengancam dia dan keluarganya setiap hari.
Dia bahkan membayar lebih dari 1.800 dollar AS (sekitar Rp 27,8 juta) untuk melakukan perjalanan menggunakan kapal usang menuju Indonesia.
Menurut kepolisian Bangladesh, sedikitnya 60 orang Rohingya telah terbunuh di kamp Cox's Bazar tahun ini.
Nay San Lwin, salah satu pendiri jaringan aktivis Free Rohingya Coalition, mengatakan kepada DW bahwa banyak pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari aksi kekerasan di kamp-kamp tersebut.
"Geng-geng kriminal menguasai kamp pengungsi di malam hari sehingga tidak ada seorang pun di sana yang merasa aman. Hal ini menjadi tantangan yang signifikan bagi semua pengungsi," kata Lwin.
Selain itu, Lwin juga mengatakan bahwa Program Pangan Dunia, WFP, telah memotong jatah makanan para pengungsi pada awal tahun ini, di mana bagi sebagian besar pengungsi Rohingya pangan merupakan sumber terakhir untuk hidup.
"Di kamp pengungsi, banyak orang bergantung pada jatah makanan dari WFP, di mana kini mereka tidak mungkin mendapatkan makanan yang cukup, dengan 8 dollar (sekitar Rp 124.000) untuk satu orang sebagai jatah satu bulan penuh," tambah Lwin kepada DW.
"Pembatasan pergerakan di kamp pengungsi juga tidak memungkinan mereka untuk bekerja di luar agar bisa bertahan hidup," kata Lwin.
"Tidak ada peluang mata pencaharian alternatif yang tersedia dan tidak ada harapan untuk repatriasi dalam waktu dekat, di mana hal itu membuat para pengungsi putus asa untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain."
Pengungsi Rohingya tidak diizinkan bekerja atau mendapatkan pendidikan yang layak di Bangladesh.
Para pengungsi dilarang untuk belajar bahasa Bengali, karena pihak berwenang negara tersebut tidak ingin mereka berintegrasi ke dalam masyarakat umum.
Mereka juga dilarang mendapatkan kewarganegaraan formal di Myanmar.
"Tidak adanya mata pencaharian yang layak adalah penyebab utama para penyintas genosida ini melarikan diri dari kamp pengungsi dan melakukan perjalanan berbahaya ke negara-negara Muslim seperti Malaysia dan Indonesia," kata Rezaur Rahman Lenin, seorang peneliti Rohingya yang berbasis di Cox's Bazar, kepada DW.
Lenin menambahkan bahwa ada komunitas warga Rohingya yang cukup besar di Indonesia dan Malaysia, serta banyak pula pengungsi yang percaya bahwa mereka bisa mendapatkan penghasilan di negara tersebut.
"Selain itu, kekerasan geng, kebrutalan aparat penegak hukum, tindakan kriminal seperti pemerasan, penculikan, serangan fisik, dan kurangnya kesejahteraan psikologis juga jadi penyebabnya," tambah Lenin.
Aktivis Rohingya yang berbasis di Jerman, Nay San Lwin, mengatakan bahwa para penjahat yang berhasil masuk ke kamp-kamp pengungsian mengambil keuntungan dari rentannya para pengungsi sehingga membujuk para korban untuk melakukan perjalanan laut yang berbahaya.
"Dihadapkan dengan situasi tanpa harapan, para pengungsi cenderung mempercayai apa pun yang dikatakan oleh para penyelundup manusia dan mempersiapkan diri untuk perjalanan yang penuh risiko," jelas Lwin kepada DW.
"Banyak yang kehilangan nyawa di laut atau mengalami penyiksaan di tangan para penyelundup."
Baca juga: Cerita Rohingya Terdampar di Sabang, Harus Bayar Baru Boleh Naik Kapal, Ada 6 Kapal Lagi di Laut
Bangladesh bertekad perangi perdagangan manusia
Mohammed Mizanur Rahman, komisaris bantuan dan repatriasi pengungsi Bangladesh, RRRC, mengatakan kepada DW bahwa tidak pernah terpikirkan olehnya jika para pengungsi ini pergi meninggalkan kamp karena situasi keamanan.
"Mereka adalah orang-orang tanpa kewarganegaraan dan kami tidak mengizinkan mereka untuk berintegrasi di Bangladesh. Itu tidak mungkin bagi kami. Jadi, demi para generasi penerus, mereka mencoba pergi ke negara-negara di mana mereka pikir generasi penerus mereka akan memiliki kehidupan yang lebih baik," katanya.
Rahman menambahkan bahwa lembaga penegak hukum Bangladesh telah berusaha untuk mengekang laju perdagangan manusia, dan menindak lebih banyak usaha yang diterapkan di masa depan untuk mengatasi situasi ini.
"Dua atau tiga hari yang lalu, 58 pengungsi Rohingya dihentikan oleh polisi saat hendak berlayar ke Malaysia atau Indonesia. Banyak kasus serupa telah diajukan terkait perdagangan manusia di daerah tersebut dalam beberapa tahun terakhir, dan banyak pula penangkapan dilakukan demi memastikan adanya keadilan," kata Rahman kepada DW.
"Namun, sulit untuk menjaga hukum dan ketertiban di kamp-kamp pengungsi yang penuh sesak karena faktor lokasi dan faktor-faktor lainnya," tambahnya.
Cerita Rohingya Terdampar di Sabang, Harus Bayar Baru Boleh Naik Kapal, Ada 6 Kapal Lagi di Laut
Seratus lebih pengungsi Rohingnya terdampar di pantai Gampong Ie Meulee, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang.
Informasi yang dihimpun Serambinews.com, imigran Rohingya tiba di Kota Sabang sekitaran pukul 2.00 WIB, Sabtu (2/12/2023).
Jumlah mereka 139 orang terdiri dari pria dewasa 36 orang, wanita dewasa 45 orang, dan anak-anak 58 orang terdiri dari pria dan wanita dengan masing masing berjumlah 29 orang.
"Mereka tiba sekitaran pukul 2.00 WIB, namun masyarakat setempat baru mengetahui sekitaran pukul 2.30 WIB," kata Cut, Warga setempat saat di temui Serambinews.com,Sabtu (2/12/2023) pagi.
Dalam kesempatan tersebut, Muhammad Idris (40) salah satu rohingnya asal Bangladesh yang terdampar di Sabang saat di temui Serambinew.com, mengatakan, rombongan mereka lari dari Bangladesh dikarenakan ketidaknyamanan di negeri tersebut.
Dari Bangladesh kami berlayar kearah yang tidak tentu.
"Ketika kami melihat ada negara lain, kami singgah. Mana tau bisa menerima kehadiran rombongan kami. Kami berlayar selama 27 hari," kata Idris.
lebih lanjut, Idris menambahkan, ia dan keluarganya masing masing harus membayar sebesar 20.000 mata uang Bangladesh atau 20.000 Bangladeshi Taka.
Jumlah ini kalau dirupiahkan setara Rp 2.799.630.
Mereka harus membayar agar bisa berlayar bersama kapal tersebut.
"Saya membayar 20.000, begitu juga dengan istri dan anak - anak saya," ujarnya.
Namun ia mengaku masih ada 6 rombongan kapal lagi di lautan yang menuju ke Indonesia.
Pada umumnya masyarakat setempat menolak kehadiran orang Rohingya yang sudah dua kali mendarat di Sabang dalam dua bulan ini.
Bahkan masyarakat mengancam apabila tidak ditangani oleh pihak berwenang segera, maka masyarakat akan memaksa kembali ke kapal.
"Atas nama masyarakat Gampong Ie Meulee khususnya kami menolak keberadaan orang Rohingya.
Apabila pihak yang berwenang tidak mengambil langkah penanganannya, maka kami akan memaksa mereka naik ke kapalnya kembali," kata Keuchik Gampong Ie Meulee, Dofa Fadhil.
Iya menjelaskan, pihak berwenang dapat mengambil langkah yang tepat dan cepat dalam menangani persoalan Rohingya.
Karena masyarakat Sabang sendiri sedang mengalami tekanan ekonomi akibat inflasi, jadi jangan tambahkan persoalan baru.
"Pihak berwenang diminta segera tangani persoalan ini kalau tidak masyarakat sendiri yang beraksi dengan memaksa menaiki kembali mereka ke kapal.
Karena ekonomi masyarakat sendiri tak menentu akibat inflasi, jadi jangan ditambah persoalan ini lagi," jelasnya.
Sebagai manusia, lanjut Dofa, secara kemanusiaan semua kasian, namun hal seperti ini tidak boleh dibiarkan.
Masyarakat yang melihat memberikan bantuan makanan dan pakaian layak sesuai kemampuannya.
"Memang sebagai manusia kita semua melihat mereka kasihan dan masyarakat pun membantu sekedarnya baik dalam bentuk makanan maupun pakaian layak pakai.
Akan tetapi pihak berwenang harus cepat mengurus orang-orang Rohingya ini," pintanya.
Sementara itu, dari pihak yang berwenang belum ada keputusan terkait tindak lanjut apakah tetap di Sabang atau akan di kirim keluar Sabang.(*)
Baca juga: Ada 75 Pendaki Saat Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat, 11 Orang Ditemukan Tewas
Baca juga: Harga Emas di Lhokseumawe Hari Ini Naik Capai Rp 24 Ribu per Mayam, Berikut Rincian Harganya
Baca juga: Jadwal Pengumuman Kelulusan PPPK Guru dan Kesehatan 2023, Cek Link dan Caranya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Alasan Kenapa Pengungsi Rohingya Datang ke Indonesia",
Empat Terdakwa Kasus Penyelundupan Rohingya di Aceh Selatan Dituntut hingga 8 Tahun Penjara |
![]() |
---|
4 WNA Myanmar Tak Ajukan Banding, Penyelundup Rohingya Jalani Hukuman 22 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Divonis 22 Tahun Penjara, 4 WN Myanmar Punya 7 Hari untuk Ajukan Banding |
![]() |
---|
Kasus Penyelundupan Rohingya ke Aceh Timur, PN Idi Vonis Empat Warga Myanmar |
![]() |
---|
Selundupkan Etnis Rohingya ke Aceh, 4 WN Myanmar Divonis 66 Bulan Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.