Kupi Beungoh

SBY dan Aceh: Memori Kolektif Tentang Damai dan Tsunami - Bagian III

Apa yang telah dikerjakan oleh SBY kepada Aceh tak mampu ditulis dengan kata-kata. Memori publik Aceh akan sangat khusus kepadanya.

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

SBY-JK segera dihadapkan dengan dua masalah besar yang tak mampu dibayangkan tentang “skenario akhir” Aceh pada masa itu.

Keunikan SBY justeru terletak pada kemampuanya mentransformasikan bencana tsunami menjadi “energi pengerak besar” tidak hanya untuk mengurus korban bencana, tetapi juga untuk perdamaian Aceh.

Baca juga: Pak Kun, Integritas, dan Keberuntungan Aceh – Bagian II

Mandat yang diberikan kepadanya dengan sangat piawai mampu dijadikan untuk mengakumulasi energi masyarakat global-terutama AS, Uni Eropah, Jepang,lembaga multi lateral, dan berbagai negara di dunia untuk membantu Inoenesia dan Aceh keluar dari kemelut berat dan panjang yang berpotensi tak akan berkesudahan.

Ia mampu membaca dengan cermat GAM yang mengalami “fatigue”-kelelahan yang luar biasa , seperti yang juga dialami oleh seluruh masyarakat Aceh.

Ia juga mampu membaca dengan sangat cerdas “psikologi publik nasional” yang gelisah namun sangat prihatin dan sedih melihat Aceh yang porak poranda.

Tak salah, ia mampu pula membaca “kegelisahan geopolitik ” AS dan sekutunya tentang konflik d isebuah kawasan sangat strategis- Aceh di mulut Selat Malaka dan Samudra India-dimana kekuatan militer AS sangat dominan.

Dengan sangat cermat ia menugaskan dua orang yang kemudian menjadi obat penawar dan penyembuh penderitaan Aceh.

Ia mengutus Jusuf Kala untuk mengurus “ perdamaian” dan menunjuk Kuntoro Mangkusubroto untuk pemulihan Aceh dari dari bencana tsunami.

Ia memberikan satu prinsip kepada JK. “Do whatever it takes”- kerjakan apapun yang diperlukan untuk damai Aceh , asalkan Aceh tidak lepas dari Indonesia.

Baca juga: Pak Kun, Integritas, dan Keberuntungan Aceh - Bagian III

Kepada mendiang Kuntoro ia memberikan lembaga “super body”- BRR yang hanya tunduk dan melapor kepada Presiden.

Ia seakan memberikan status ‘republik kecil” kepada BRR dibawah kepemimpinan sang gurubesar ilmu pengambilan keputusan ITB itu.

Apa yang terjadi? Yusuf Kala dan GAM, setelah perundingan alot keluar dengan MoU Helsinki yang melahirkan perdamaian dan status baru Aceh dengan status Otonomi Asimetris yang tak terbayangkan sebelumnya.

“Frankly speaking”- bicara apa adanya ala Aceh paa saat itu diimbangi oleh Frankly speaking”-bicara apa adanya Bugis. Dengan mediasi mendiang Marti Ahtisari akhirnya damai terwujud.

Kearifan SBY yang mengambil jalan terjal itu terbukti berhasil.

Bagaimana dengan Kuntoro dan BRR ?

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved