Jurnalisme Warga

Kisah Kapten J. Paris Tewas di Tangan Panglimo Rajo Lelo

Nenek moyang Panglimo Rajo Lelo berasal dari tanah Pasai. Ketika Sultan Malikussaleh masuk Islam, salah seorang panglimanya, Wan Durgamsyah, meninggal

Editor: mufti
IST
YUSNIR SELIAN, S.Pd., pensiunan guru dan sejarawan dari Kluet, Aceh Selatan, melaporkan dari Kluet Timur 

Ketika itulah rakyat didera konflik kehidupan teramat dahsyat. Kerja rodi salah satu derita rakyat.

Saat itu terjadilah sikap melawan dari rakyat Aceh, terutama yang mendiami wilayah Kluet. Di Kampung Tinggi, Kluet Utara, selagi kerja rodi, warga bernama Ali Usuh tiba-tiba membacok seorang letnan Marsose, pasukan khusus Belanda.

Setelah itu terjadi pembacokan di Lawe Sawah, Kluet Timur, saat diadakan penagihan pajak.

Peristiwa ini dilakukan oleh Mat Sisir terhadap komandan serdadu Belanda bernama Yanderhokf, berpangkat letnan.

Derita yang dirasakan rakyat kian bertambah sewaktu pembukaan jalan Paya Dapur menuju Desa Lawe Sawah dan Kotafajar ke Menggamat. Rakyat dipaksa Belanda bekerja berbulan-bulan.

Melihat kejadian ini, rasa benci masyarakat Kluet semakin bertambah terhadap ‘kaphe’ Belanda sehingga terjadilah gerakan menentang Belanda.

Bermula dari pasukan Belanda telah menyeberangi sungai Kluet dari Desa Pulo Kambing ke Desa Durian Kawan, dan bermalam di tepian Mamplam Durian Kawan. Tujuan mereka mencari tempat persembunyian Teuku Cut Ali, tokoh Kluet yang sangat menentang kehadiran Belanda di wilayahnya.

Mendengar kabar bahwa Belanda telah berada di Desa Durian Kawan, spontan pasukan Panglimo Rajo Lelo bermusyawarah untuk mengadang pasukan Belanda.

Selanjutnya Panglimo Rajo Lelo mengatur rencana dan siasat perang, di antaranya pasukan Rajo Lelo mengirim utusan ke pasukan Marsose.

Tujuannya,  memberi kabar bahwa Teuku Cut Ali bersembunyi di Gunung Tingkem, lebih kurang 2 km sebelah tenggara Desa Sapik.

Kemudian dilakukan penipuan terhadap pasukan Marsose. Yang sebenarnya, Teuku Cut Ali sedang bersembunyi di Alue Beubrang, Kluet Tengah.

Strategi selanjutnya Panglimo Rajo Lelo memberi perintah untuk siap siaga secara berderet mengintai di jalan lintas yang akan dituju pasuakn Belanda.

Sepanjang deretan anggota pasukan Panglimo Rajo Lelo direntang tali mamanjang sebagai alat deteksi apakah pasukan musuh sudah memasuki wilayah perang secara keseluruhan.

Panglimo Rajo Lelo juga memerintahkan kepada pasukannya agar ketika perang dimulai ucapan takbir "Allahu Akbar", tidak boleh ada kalimat lain.

Seusai musyawarah dilanjutkan dengan makan sahur bersama dan shalat Subuh berjamaah.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved