Opini

Konsep Smart City dalam Konteks Geologi

Program ini sempat terhenti pada tahun 1998, tetapi dicanangkan kembali pada tahun 2002 yang bertujuan untuk mendorong kepemimpinan dan komitmen pemer

Editor: mufti
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Dr Ir Bambang Setiawan ST MEng, Ketua Jurusan Teknik Kebumian Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala 

Dr Ir Bambang Setiawan ST MEng, Ketua Jurusan Teknik Kebumian Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

BEBERAPA minggu yang lalu Kota Banda Aceh telah mendapatkan penghargaan Adipura yang kesekian kalinya. Piala Adipura XI untuk Banda Aceh tersebut diserahkan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong kepada Pj Wali Kota Banda Aceh Amiruddin di Gedung Manggala Wanabakti Kementerian LHK, Jakarta pada Selasa 5 Maret 2024.

Adipura adalah sebuah penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Penghargaan Adipura ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Program Adipura dimulai sejak tahun 1986.

Program ini sempat terhenti pada tahun 1998, tetapi dicanangkan kembali pada tahun 2002 yang bertujuan untuk mendorong kepemimpinan dan komitmen pemerintah kabupaten/kota serta membangun partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat untuk berperan menyelaraskan pertumbuhan ekonomi hijau, fungsi sosial, dan fungsi ekologis dalam proes pembangunan dengan menerapkan prinsip tata kepemerintahan yang baik.

Setiap kabupaten/kota tentunya akan bangga dengan diperolehnya penghargaan ini. Opini ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi esensi nilai penting penghargaan Adipura yang telah diperoleh Kota Banda Aceh tersebut. Tetapi hanya sekadar untuk melihat sebuah konsep pembangunan kota dari perspektif yang berbeda agar Kota Banda Aceh terus tumbuh dan berkembang serta nyaman bagi penghuninya.

Seorang penulis, sejarawan, sekaligus filsuf berkebangsaan Amerika bernama Will Durant (1885-1981) menulis sebuah ungkapan sebagai berikut: “Civilization exists by geological consent, subject to change without notice." Ungkapan ini sepertinya cukup relevan dengan kondisi geologi Kota Banda Aceh yang pernah luluh lantak oleh bencana besar di akhir tahun 2004.

Kalau diartikan ungkapan tersebut lebih kurang sebagai berikut: “Sebuah peradaban itu tumbuh sejalan dengan kondisi geologisnya, dan peradaban itu dapat saja berubah secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.” Kata “peradaban” dalam ungkapan ini bisa kita artikan sebagai sebuah kota atau perkotaan atau kawasan perkotaan.

“Subject to change without notice” bisa kita kaitkan dengan kejadian bencana geologi yang seringnya terjadi secara tiba-tiba. Ungkapan tersebut tentunya bukan tanpa alasan, karena sejarah di belahan dunia lainnya menunjukkan banyak peradaban/kota besar yang hancur secara tiba-tiba akibat aktivitas geologi.

Misalnya Pompeii di Italia yang musnah akibat letusan Gunungapi Vesusius, Helike di Yunani (Greece) yang tenggelam akibat tsunami, kota-kota lama di Lembah Mediterranean yang subur yang menghilang secara perlahan akibat kekeringan yang berkepanjangan.

Kota dan geologi

Sebuah kota atau perkotaan, dalam kaca mata ahli planologi, sering kali diukur dari jumlah populasi penduduknya, dimana arus urbanisasi akan sangat menentukan kecepatan pertumbuhan sebuah kota. Urbanisasi adalah fenomena yang relatif baru dalam sejarah peradaban manusia.

Pada tahun 1900, ketika ilmu geologi dianggap belum cukup matang sebagai ilmu pengetahuan, hanya 10 persen populasi dunia yang hidup di perkotaan. Situasi ini sangat berbeda dengan kondisi saat ini, dimana proporsi populasi manusia yang tinggal di perkotaan telah melampaui 50 persen dan pada tahun 2030, jumlah penduduk di perkotaan diperkirakan akan mencapai 60 persen.

Kalau kita mendengar kata "geologi", maka yang muncul dalam benak kita adalah gambaran akan sebuah kawasan dengan bentangan singkapan-singkapan batuan dan bukannya beton, aspal dan baja, seperti yang ada di perkotaan. Paparan ini membuat kita merasa bahwa aspek geologi tidak (atau kurang) mempunyai peran dalam pembangunan kota.

Terlepas dari kenyataan bahwa sebagian besar ahli geologi tinggal di kota, banyak yang masih tidak menganggap bahwa kota memiliki banyak kaitan dengan geologi. Fakta sebenarnya menunjukkan bahwa banyak hal yang terkait dengan aspek geologi yang berada di luar pintu rumah kita-- atau mungkin di bawah rumah kita-- di daerah perkotaan dimana sebagian besar umat manusia hidup, bekerja, bermain dan membangun komunitas.

Aspek geologi pada perkembangan sebuah perkotaan harus diakui mempunyai kekhasannya tersendiri karena penerapan aspek geologi pada perkotaan ini berpotensi akan berdampak pada lebih dari setengah populasi manusia secara global. Beberapa negara, seperti Inggris, Belanda, Malaysia dan Cina, secara eksplisit telah menyadari akan pentingnya mengakomodasikan kondisi geologi pada sistem perencanaan perkotaannya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved