Opini
Konsep Smart City dalam Konteks Geologi
Program ini sempat terhenti pada tahun 1998, tetapi dicanangkan kembali pada tahun 2002 yang bertujuan untuk mendorong kepemimpinan dan komitmen pemer
Integrasi aspek geologi pada pembangunan perkotaan akan berdampak pada perencanaan mitigasi terhadap risiko bencana dan masalah pasokan air hingga desain perkotaan dan pariwisata (geowisata).
Smart city
Saat ini sebuah paradigma baru dalam membangun dan mengembangkan sebuah kota yang dikenal sebagai smart city muncul sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi informasi yang terjadi dengan sangat pesat. Secara umum, konsep smart city ini lebih menonjol dalam artian teknologi tinggi (high-tech) dalam bidang automatisasi, komperisasi, dan jaringan interkoneksi telekomunikasi yang diterapkan pada sebuah kota.
Tetapi kalau kita lihat lebih mendalam, smart city bisa juga dilihat dari perspektif geologi dapat dimaknai sebagai sebuah kota yang selaras dengan potensi dan batasan dari kondisi geologi wilayahnya untuk berkembang secara berkelanjutan. Sebuah studi yang membandingkan dua buah kota di Italia yaitu Roma dan Napoli telah dilakukan untuk menjelaskan konsep smart city ini dari perspektif geologi (lihat: de Rita, 2015).
Studi tersebut menyatakan bahwa Roma pada masa lalunya adalah sebuah smart city. Penguasa kota melalui ahli planologinya membangun Roma selaras dengan potensi geologi yang ada. Perluasan kota terjadi sedemikian rupa sehingga tidak secara substansial mengubah fitur morfologis dan geologis kawasan Roma dan sekitarnya.
Sumber daya alam yang ada dikelola sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir risiko kerusakan lingkungan yang ada. Ahli geologi yang bekerja pada dinas/instansi terkait, bersama-sama dengan pemerintah yang berkuasa dengan penuh hati-hati, memastikan kekayaan alam Roma tetap termanfaatkan bagi masyarakat sebaik mungkin.
Hal yang berbeda terjadi di Napoli, yang berkembang dalam konteks geologis yang serupa. Pada waktu yang hampir bersamaan, dihadapkan pada lebih banyak masalah geologis dan memiliki akses ke sumber daya alam yang lebih sedikit. Ini fatal bagi Napoli yang, meskipun tetap menjadi salah satu kota yang penting di Kawasan Mediterania, tetapi tidak bisa tumbuh menjadi kota besar seperti yang terjadi di Roma. Sejarah Roma dan Napoli tersebut telah menyoroti peran penting geologi dalam pengembangan kota dan pemanfaatan sumber daya alamnya.
Lokasi suatu kota sangat dipengaruhi oleh faktor geomorfologi dan tatanan geologis. Saat ini, kita temui banyak kota-kota terkonsentrasi di tepi sungai atau danau atau laut yang dapat digunakan sebagai rute transportasi dan menyediakan air minum. Sebuah sungai sering menjadi titik pertemuan alami bagi orang-orang. Pelabuhan yang menghadap ke laut adalah gerbang penting bagi perdagangan internasional.
Dalam konteks pertahanan negara, semenanjung atau lanskap berbukit dapat bertindak sebagai penghalang alami dan membantu mempertahankan kota dari musuh. Dataran fluvial datar dan menyediakan ruang yang cukup untuk infrastruktur perkotaan, termasuk zona untuk pertanian dan budidaya lainnya.
Sayangnya kondisi geologi yang menguntungkan seperti itu sering kali diikuti dengan peningkatan aktivitas geologi termasuk kebencanaannya. Dataran sungai sering kali juga masih merupakan dataran banjir aktif, seperti dalam kasus Jakarta, Shanghai, Kalkuta dan New Orleans. Kota-kota seperti Los Angeles, Teheran, dan Nagoya dikembangkan di sepanjang kawasan tektonik bergerak aktif, sehingga sangat rentan terhadap bencana gempa.
Sebaliknya, wilayah yang secara seismik cukup stabil seperti Siberia-Rusia atau Uluru-Australia tanahnya kehabisan nutrisi atau cukup gersang dan akses yang cukup terisolasi. Dengan demikian, dalam mengembangkan sebuah kota/kawasan kita perlu dengan bijak (smart) mempertimbangkan aspek geologinya baik itu sumber daya alamnya maupun potensi kebencanaannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.