Opini
Krisis Rohingya, Tragedi Paling Memilukan di Abad Ke-21
Akar permasalahan ini bermula dari kebijakan pemerintah Myanmar yang tidak mengakui keberadaan Rohingya sebagai etnis asli Myanmar.
Oleh: Darwis Syarifuddin*)
KRISIS kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar, merupakan salah satu tragedi paling memilukan di abad ke-21.
Diliputi diskriminasi sistematis, kekerasan, pembersihan etnis, dan pengusiran massal, ratusan ribu warga Rohingya terpaksa meninggalkan tanah tumpah darahnya untuk menyelamatkan diri dari rezim militer Myanmar yang kejam.
Akar permasalahan ini bermula dari kebijakan pemerintah Myanmar yang tidak mengakui keberadaan Rohingya sebagai etnis asli Myanmar.
Mereka dianggap sebagai imigran gelap dari Bangladesh meski bukti sejarah menunjukkan Rohingya telah bermukim di Rakhine selama berabad-abad.
Sikap xenofobia dan rasisme inilah yang memupuk kebencian, intoleransi, serta tindakan represif terhadap Rohingya.
Puncak dari krisis ini terjadi pada Agustus 2017 ketika militer Myanmar melancarkan operasi pembersihan etnis besar-besaran di Rakhine setelah serangan bersenjata oleh militan Rohingya.
Baca juga: Mayat Rohingya Juga Ditemukan di Perairan Laut Aceh Barat
Laporan PBB dan badan-badan hak asasi manusia menyebutkan aksi militer ini diwarnai pembunuhan massal, pemerkosaan massal, pembakaran desa-desa, serta pengusiran paksa terhadap ratusan ribu warga Rohingya.
Lebih dari 700.000 Rohingya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh, bergabung dengan ribuan pengungsi Rohingya yang sudah ada sebelumnya.
Bukti-bukti mengejutkan seperti pembakaran massal desa, penembakan warga sipil yang tidak bersenjata, serta adanya kuburan massal mengungkapkan skala kekerasan dan genosida yang dilakukan oleh pihak berwenang Myanmar.
Eksodus besar-besaran Rohingya menuju Bangladesh menyebabkan krisis pengungsi yang parah.
Hampir satu juta pengungsi Rohingya kini bermukim di kamp-kamp pengungsian yang sangat padat dan kekurangan fasilitas di Cox's Bazar, Bangladesh.
Pengungsi Rohingya yang tiba di Bangladesh menghadapi kondisi yang mengerikan di kamp-kamp pengungsian.
Mereka tinggal di tenda-tenda yang padat dan kurang layak huni, dengan akses terbatas ke air bersih, sanitasi yang buruk, gizi buruk terutama pada anak-anak, kerentanan akan kekerasan dan eksploitasi, serta trauma psikologis akibat peristiwa mengerikan yang mereka alami.
Baca juga: VIDEO - Enam Jasad Rohingya Yang Ditemukan Berjenis Kelamin Perempuan
Banyak dari mereka mengalami trauma mendalam akibat kekerasan dan pelecehan yang mereka alami di Myanmar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.