Opini
Guru Harus Growth Mindset
Sebagian dari konten kreator sosial media malah tanpa melakukan telaah lalu secara membabi buta mengkritik tanpa solusi. Keberadaan mereka semakin men
Khairuddin SPd MPd, Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli Sekolah Penggerak Ketua Tim Pengembang IT GTK Disdik Aceh
BELAKANGAN beredar cukup banyak konten di sosial media tentang guru yang seolah terjajah administrasi dan aplikasi. Sebagian dari kritikan itu sebenarnya merupakan definisi dari akumulasi apa yang sudah terjadi di masa lampau. Dengan kata lain, kritikan administrasi sebenarnya tidak tepat dilakukan sekarang, harusnya di masa lalu.
Di sisi lain, terjadi paradoks sebenarnya keberadaan aplikasi dan administrasi. Dalam banyak hal, justru keberadaan aplikasi dapat memangkas pekerjaan administrasi guru. Lalu apakah berharap guru dapat bebas dari tugas administrasi? Tentu saja tidak sepenuhnya profesi guru tanpa tugas administrasi.
Patut kita pahami bahwa dalam Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005, tugas guru bukan hanya mengajar. Selain itu, guru juga memiliki tugas membimbing, membina, menilai, mengevaluasi, serta mengadministrasi. Tidak mungkin pula guru hanya datang mengajar pada jam tertentu lalu pulang ketika selesai mengajar. Guru juga harus melakukan presensi siswa, menulis perencanaan pembelajaran agar target pembelajaran dapat dilakukan sesuai tujuan.
Permendikbud Nomor 15 tahun 2018 sudah jelas menyatakan bahwa kewajiban 24 jam merupakan pemenuhan standar proses dalam hal mengajar. Sementara guru sendiri punya 40 jam kewajiban hadir di satuan pendidikan per minggu. Maka tugas-tugas seperti pembimbingan, analisis, persiapan administrasi dapat dilakukan di luar jam mengajar. Sehingga tidak perlu melakukan aktivitas tugas satuan pendidikan dibawa ke rumah.
Sebagian dari konten kreator sosial media malah tanpa melakukan telaah lalu secara membabi buta mengkritik tanpa solusi. Keberadaan mereka semakin mengeruhkan kegalauan guru yang sudah sedari awal skeptis atas beberapa pergeseran yang dilakukan oleh Kemendikbud. Misal saja pada sebuah video youtube Guru Gembul, seorang yang menyebut dirinya guru mengeluhkan administrasi perangkat pembelajaran yang diwajibkan oleh kepala sekolah sampai dua rim per guru. Tentu saja tidak benar.
Zaman dahulu, belasan tahun lalu, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat cukup tebal dan detail. Banyak guru yang melakukan copy paste. Guru sibuk mencocokkan pembelajaran dengan susunan perangkat ajar, sayangnya lupa mencocokkan dengan kondisi peserta didik di satuan pendidikannya. Namun sekarang tidak lagi, RPP atau sekarang disebut Modul Ajar, cukup 3 komponen utama, yaitu Tujuan Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran dan Assesmen. Jika pun ada hal lain seumpama lampiran LKPD, materi ajar dan sebagainya bukanlah keharusan dokumen.
Ada pula konten lain yang seolah memaksa guru untuk mendapatkan sertifikat sebanyak-banyaknya demi pemenuhan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) guru di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Terlebih di konten tersebut menyebut guru harus mengikuti webinar sampai tengah malam. Tentu saja berlebihan.
Lagi-lagi, kritikan tersebut tidak konteks lagi saat ini. Pemenuhan bukti dukung guru dalam pengembangan kompetensinya tidak melulu harus dengan sertifikat. Guru tidak pula harus mengikuti webinar secara online. Kepala sekolah atau komunitas belajar dapat melaksanakan kegiatan pemenuhan kompetensi guru cukup di satuan pendidikannya saja. Sepulang sekolah selama dua atau tiga jam saja.
Bukti dukung yang diunggah ke sistem pun jika berbentuk laporan cukup satu lembar saja sudah diakui. Atau jika berbentuk sertifikat, maka hanya sertifikat saja tanpa perlu lampiran. Penilai kinerja sudah cukup hanya atasan langsung, atau guru oleh kepala sekolah, tanpa perlu tim asesor dari luar. Kurang mudah apalagi?
Itulah yang saya maksud di atas, aplikasi memangkas administrasi. Jauh sekali lebih ringan dibanding dengan kewajiban administrasi guru di masa lampau. Apalagi harus menggandakan dokumen dalam banyak eksemplar.
Keberadaan PMM
Pada dasarnya PMM yang dibuat sebagai platform belajar guru dengan membidik kesadaran guru untuk meningkatkan kapasitasnya, menurut saya cukup baik. Terlebih dalam banyak kesempatan, Balai Guru Penggerak yang ada di setiap provinsi mendorong guru untuk senantiasa mengakses PMM dan belajar secara mandiri.
Tekanan mengakses PMM cukup terasa bagi seluruh guru. Misalnya saja, akses guru dalam PMM, mempelajari materi di PMM dapat mempengaruhi rapor pendidikan sekolah. Selain itu, dalam pengelolaan kinerja guru setelah diobservasi, guru harus belajar kembali untuk memantapkan dirinya. Belajar itu dilakukan mandiri melalui PMM.
Di sinilah letak keluhan guru. Banyak guru yang belum membuka diri terhadap perubahan. Masih banyak yang mencoba membuat siswa memahami guru. Padahal sejatinya, zaman sudah berubah, teknologi berkembang pesat, pola pikir siswa dipengaruhi oleh perubahan era. Maka selayaknya guru yang harus tumbuh berkembang pemikirannya (growth mindset).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.