Opini
Pramuka dan Otokritik Guru Omon-omon
Kurikulum, sebagaimana kita pahami bersama terdiri atas tiga dimensi, yaitu (1) intrakurikuler, (2) kokurikuler, dan (3) ekstrakurikuler. Pelaksanaan
Khairuddin SPd MPd, Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli, Sekolah Penggerak, Ketua Umum Asosiasi Perlindungan Murid Indonesia, Microsoft Innovative Expert Educator
MEMPERHATIKAN gaya sebagian besar guru menanggapi isu pendidikan sedang berkembang ternyata cukup menarik. Tidak sedikit guru yang secara cepat menanggapi isu hanya dari berita viral di sosial media. Lalu dibangun narasi untuk framing negatif yang syukur jika tujuannya mengkritik. Namun tidak jarang berusaha membangun kebencian. Sayangnya guru ikut riak menanggapi.
Terakhir, isu penghapusan organisasi Pramuka membuat gaduh, bukan hanya di grup whatsapp pendidik, namun juga di seantero jagad nusantara. Beragam komentar mengemuka tentang Pramuka. Pro dan kontra pun tidak dapat dihindari.
Mendadak banyak guru memberi respons yang relatif mengambil dari informasi “omon-omon” atau hanya omongan saja sebagai referensi tanpa melakukan kajian dokumen terlebih dahulu. Dari sinilah terlihat kualitas literasi seorang guru. Terkadang responsif tanpa merujuk pada dokumen valid tentu saja dapat membahayakan. Dari sinilah terlihat keterampilan berpikir seseorang. Cara seseorang menanggapi sebuah informasi menunjukkan kualitas keterampilan berpikir.
Awal mula polemik keberadaan Pramuka yang mengemuka akan dihapus di sekolah terjadi setelah peluncuran secara resmi Kurikulum Merdeka. Meskipun kurikulum ini sudah diimplementasikan sejak tahun 2022 melalui payung regulasi Permendikbud Ristekdikti Nomor 262/M/2022, namun belumlah menjadi kewajiban saat itu untuk menerapkan Kurikulum Merdeka.
Pemerintah pada tahun 2022 mempersilakan bagi sekolah mengambil inisiatif menerapkan Kurikulum Merdeka. Hingga sebelum dilakukan peluncuran secara resmi pada 27 Maret 2024 lalu, sudah 70 persen sekolah di Indonesia atau sekitar 140.000 satuan pendidikan terlibat dalam program Implementasi Kurikulum Merdeka. Persentase penerapan tersebut mulai dari jenjang SD hingga SMA sederajat.
Dalam Rapat Kerja Mendikbud Ristek dengan Komisi X DPR-RI pada tanggal 6 Maret 2024, bukan hanya tentang skema makan siang gratis dan bullying saja yang dibahas. Selain itu juga semacam laporan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim akan launching Kurikulum Merdeka melalui Permendikbud Ristek No. 12 tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Regulasi terbaru kurikulum tersebut tentu saja memuat kegiatan Pendidikan Kepramukaan.
Pramuka tidak wajib
Kurikulum, sebagaimana kita pahami bersama terdiri atas tiga dimensi, yaitu (1) intrakurikuler, (2) kokurikuler, dan (3) ekstrakurikuler. Pelaksanaan intrakurikuler berlangsung sebagaimana lazimnya pengelolaan pendidikan, yaitu pembelajaran tatap muka sesuai dengan standar isi dan standar proses yang diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan.
Kokurikuler didesain oleh Kemendikbud menjadi suatu kegiatan pembelajaran yang mendampingi intrakurikuler. Artinya wajib diampu oleh guru tertentu sebagai fasilitator sesuai dengan jenjang kelas atau fase. Kokurikuler sendiri sebenarnya mengambil jam dari kegiatan intrakurikuler sebanyak 20 hingga 30 % . Misalnya jam Matematika dialokasikan sebanyak 4 jam, maka 3 jam untuk intrakurikuler dan 1 jam untuk kokurikuler. Namun demikian, konten kokurikuler tidak menyangkut materi pembelajaran. Kokurikuler dikemas dalam aktivitas yang berbasis proses untuk menguatkan karakter siswa, sehingga diberi nama Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Pendidikan Kepramukaan atau lazim disebut Pramuka merupakan salah satu dari sekian banyak kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Melalui Permendikbud Ristek No. 12 tahun 2024, tidak ada kegiatan ekstrakurikuler yang wajib di sekolah, termasuk Pramuka. Namun demikian tidaklah bermakna satuan pendidikan tidak melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler apa pun untuk pengembangan bakat minat siswa. Justru pihak satuan pendidikan menjadi lebih luwes mengadakan organisasi atau aktivitas ekstrakurikuler.
Ekstrakurikuler sendiri meski tidak menjadi dimensi wajib dalam Kurikulum Merdeka, namun diyakini memberikan manfaat yang besar bagi peserta didik. Kegiatan tersebut dapat memupuk karakter positif siswa di antaranya kerja sama, gotong royong, mandiri serta kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Bakat siswa juga dapat dikembangkan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Pengembangan bakat akan membuat siswa mengenali potensi dirinya sehingga berdampak positif pada prestasi dan pola pikir siswa.
Lebih dari itu, ekstrakurikuler membangun rasa sosial siswa berkembang dengan baik. Kemampuan berkomunikasi dapat ditingkatkan dalam berbagai aktivitas. Siswa juga dapat memupuk rasa empati serta kemampuan bersosialisasi dan muara akhirnya mensyukuri segala nikmat Tuhan atas potensi yang dapat dikembangkan melalui organisasi siswa.
Banyak riset yang memaparkan ekstrakurikuler mampu membuat karakter siswa lebih baik ketimbang jika dikembangkan sebagai suplemen pada kegiatan pembelajaran intrakurikuler. Namun jika melihat spirit dan tujuan diadakan kokurikuler P5 sebagai pembelajaran wajib yang bertujuan membentuk karakter siswa lebih baik, maka menurut penulis, patut saja kegiatan Pramuka tidak lagi menjadi wajib di sekolah.
Bukan pada tren
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.