Citizen Reporter
‘Food Bank’ di Amerika, Inspirasi untuk Atasi Stunting di Aceh
Dalam reportase dari Negeri Paman Sam ini saya ingin menceritakan tentang bagaimana peran dari ‘food bank’ di Amerika untuk mengatasi ketahanan pangan
RIVAN RIVALDI, Koordinator Regenerative Agriculture, PT Green Enterprises Indonesia, Aluan, melaporkan dari Maryland, Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) merupakan negara adidaya yang memiliki pengaruh besar secara politik, ekonomi, dan budaya di tingkat global. Begitu juga halnya di bidang pertanian, negara ini tercatat sebagai negara penghasil pangan nomor 1 di dunia. Hal ini tentunya bukanlah suatu kejutan, sebab mereka memiliki lahan yang luas, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan banyak negara lain.
Dalam reportase dari Negeri Paman Sam ini saya ingin menceritakan tentang bagaimana peran dari ‘food bank’ di Amerika untuk mengatasi ketahanan pangan, permasalahan lingkungan, dan menjelaskan kaitannya dengan kesejahteraan petani.
Selain itu, saya juga akan kemukakan tentang bagaimana program ini bisa diterapkan di Aceh dengan mengadopsi praktik baik (best practice) ‘food bank’ di Amerika sebagai sumber inspiirasi dan rujukannya.
Pertama, saya jelaskan terlebih dahulu apa itu ‘food bank’ dan apa tujuannya. ‘Food bank’ merupakan sebuah lembaga atau organisasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mendistribusikan makanan kepada individu atau keluarga yang membutuhkan, terutama yang mengalami kesulitan ekonomi atau kelaparan.
Biasanya ‘food bank’ bekerja sama dengan restoran, supermarket, produsen makanan, petani, dan masyarakat umum untuk mengumpulkan makanan yang masih layak konsumsi, tetapi tidak terpakai atau akan dibuang, kemudian mendistribusikannya kepada lembaga-lembaga amal, dapur umum, rumah sakit, panti jompo, panti asuhan, atau langsung kepada individu yang membutuhkan.
Tujuan dari program ini adalah untuk mengurangi pemborosan makanan dan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Adanya ‘food bank’ di suatu wilayah akan memberikan dampak positif kepada masyarakat, terutama dalam mengurangi kelaparan, mengatasi permasalahan lingkungan karena sampah makanan, dan juga dapat menjadi solusi dalam pencegahan stunting (tengkes).
Penyakit stunting dan kelaparan merupakan masalah besar di dunia, kususnya di Indonesia. Kelaparan dan stunting ini terjadi karena adanya kesamaan faktor, yaitu kemiskinan.
Kemiskinan merupakan faktor yang susah untuk diatasi, sebab banyak faktor yang memengaruhinya, tetapi tidak dengan stunting. Selama asupan nutrisi ibu dan anak tercukupi, maka stunting bisa dihindari.
Stunting adalah kondisi ketika balita memiliki tinggi badan di bawah rata-rata. Hal ini diakibatkan asupan gizi yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan. Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, hingga obesitas.
Stunting menjadi masalah besar bagi banyak negara, termasuk Indonesia, sebab hal ini akan memengaruhi nasib masa depan bangsa.
Bayangkanlah apa yang terjadi bagi bangsa Indonesia jika banyak generasi bangsanya yang menderita stunting? Pastiya tidak akan mampu bersaing dengan negara lain, sehingga berdampak kepada kemuduran di berbagai bidang, baik dari ilmu pengatahuan, teknologi, dan ekonomi.
Untuk menghidari kejadian buruk di masa depan, Pemerintah Indonesia harus serius dalam mengatasi permasalahan tersebut. Oleh sebab itu, memberikan dukungan kepada ‘food bank’ dapat menjadi solusi dalam membantu dalam penanganan kasus stunting di Indonesia, khususnya di Aceh yang prevalensi angka stuntingnya tergolong tinggi dan dari tahun ke tahun lambat turunnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebesar 21,5 persen, hanya turun 0,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 21,6 persen.
Sementara itu, prevalensi stunting di Provinsi Aceh saat ini masih tergolong tinggi. Berdasarkan data SSGI, pada tahun 2022 prevalensi stunting di Aceh sebesar 31,2 persen.
Jadi, berdasrkan data di atas, kehadiran ‘food bank’ di Aceh menjadi sesuatu yang relevan, bahkan mendesak. Selain membantu mengatasi permasalahan stunting, kehadiran ‘food bank’ juga mampu meningkatkan kesejahteraan para petani dan membantu mereka menjadi lebih mandiri.
Di Amerika Serikat, seperti yang saya amati dalam beberapa minggu terakhir, khususnya di Maryland, banyak petani yang berkolaborasi dan menjalin kemitraan dengan ‘food bank’ untuk mendistribusikan makanan kepada mereka yang membutuhkan.
Organisasi ini membeli langsung produk makanan dari para petani untuk didistribusikan kepada orang-orang yang membutuhkan tanpa melalui tengkulak atau agen. Model ini merupakan hal positif yang dapat diadopsi di Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan para petani di negara kita.
Kemudian, dalam menjamin keamanaan dan kualitas produk, ada beberapa langkah yang layak dilakukan. Pertama adalah pemeriksaan kualitas untuk menentukan apakah makanan tersebut layak atau tidak untuk dikonsumsi.
Kedua, memeriksa tanggal kedaluwarsa (expired) setiap produk makanan yang diterima dan memastikan bahwa hanya produk yang masih dalam konsidi baik yang layak didistribusiakan.
Ketiga, menyediakan tempat penyimpanan yang aman yang sesuai dengan persyaratan penyimpanan untuk menjaga kemanan dan kulitas produk.
Keempat, kerja sama dengan pemasok terpercaya dan memiliki standar keamanan yang tinggi untuk memastikan bahwa produk yang diterima aman untuk dikonsumsi.
Terkahir, melakukan pengawasan dan pengendaliann kualitas secara terus-menerus selama proses distribusi dan memastikan bahwa tidak ada makanan yang rusak atau terkontaminasi yang di distribusikan kepada masyarakat.
Agar ‘food bank’ dapat dibangun di Aceh dan bersifat berkelanjutan, dibutuhkan suatu lembaga khusus yang fokus dalam mengelola kegiatan tersebut. Lembaga ini merupakan sebuah lembaga nirlaba atau nonprofit yang di-support oleh pemerintah, perusahaan, ‘grant funding’, pihak swasta, dan masayarakat umum.
Lembaga ini nantinya akan menjalankan program-program yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan ketahanan pangan, mengurangi ‘food waste’ (sampah makanan), dan tentunya dapat memberikan solusi dalam pencegahan stunting.
Kerja sama dengan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menginisiasi kehadiran dan memperkuat lembaga ini, terutama dalam hal pendanaan dan penyediaan bahan makanan.
Untuk pendanaan yang berkelanjutan, pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN) dan BUMD, pihak swasta, dan NGOs harus menyediakan pendanaan kusus dalam mendukung lembaga ini. Pendanaan tersebut harus bersifat pasti, tetap, berkelanjutan, dan mudah diakses.
Selain dari sumber tersebut, lembaga ini juga akan melakukan ‘open donasi’ dari masyarakat umum.
Sedangkan sumber makanan dapat diperoleh dari petani dan dari perusahaan yang memproduksi makanan, seperti dari toko roti, hotel, restoran, warung kopi, dan dari supermarket yang ada di Banda Aceh dan Aceh Besar, atau di kabpaten/kota lainnya di provinsi bersyariat ini.
Hadirnya lembaga ini akan membantu pemerintah dan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan pangan, kesehatan, dan lingkungan, serta membuka lapangan kerja baru di Aceh. Semoga dalam waktu dekat ada figur atau lembaga yang bergerak untuk memprakarsai kelahiran ‘food bank’ di Bumi Serambi Makkah ini.
Citizen Reporter
Penulis Citizen Reporter
Penulis CR
Food Bank di Amerika
Inspirasi untuk Atasi Stunting di Aceh
RIVAN RIVALDI
stunting di Aceh
Stunting
penyebab stunting
gejala stunting
cara mencegah stunting
Aplikasi 'Too Good To Go' Upaya Belgia Kurangi Limbah Makanan |
![]() |
---|
Kisah Sungai yang Jadi Nadi Kehidupan di Kuala Lumpur |
![]() |
---|
Mengelola Kehidupan Melalui Kematian: Studi Lapangan Manajemen Budaya di Londa, Toraja |
![]() |
---|
Saat Penulis Sastra Wanita 5 Negara Berhimpun di Melaka |
![]() |
---|
Saat Mahasiswi UIN Ar-Raniry Jadi Sukarelawan Literasi untuk Anak Singapura |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.