Opini

Pengaruh Ilmu, Jabatan, dan Harta dalam Masyarakat

Namun, ilmu juga memiliki keterbatasan dalam memberikan pengaruh. Meskipun seseorang mungkin sangat ahli di bidang tertentu, pengaruh mereka bisa terb

Editor: mufti
FOR SERAMBINEWS.COM
Tgk Mustafa Husen Woyla, Ketua Umum DPP ISAD dan Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng dan Pengamat Bumoe Singet 

Tgk Mustafa Husen Woyla, Ketua Umum DPP ISAD dan Wakil Pimpinan Dayah Darul Ihsan Abu Krueng dan Pengamat Bumoe Singet

DALAM kehidupan sosial, terdapat tiga pilar yang sering kali menjadi dasar penilaian dan penghargaan seseorang dalam masyarakat: ilmu, jabatan, dan harta. Setiap pilar ini memberikan kekuatan dan pengaruh yang berbeda-beda. Namun, jarang kita menemukan seseorang yang memiliki ketiga pilar tersebut dalam kadar yang seimbang. Artikel ini akan mengulas bagaimana ilmu, jabatan, dan harta berperan dalam memberikan seseorang hak untuk berbicara dan didengarkan pendapatnya, serta bagaimana ketiga pilar ini berinteraksi dalam struktur sosial.

Ilmu atau pengetahuan adalah salah satu pilar utama yang memberikan seseorang kewenangan dalam masyarakat. Ilmu tidak hanya mencakup pendidikan formal, tetapi juga pengalaman dan keterampilan yang diperoleh melalui berbagai cara. Seorang individu yang memiliki pengetahuan mendalam dalam bidang tertentu sering kali dianggap sebagai otoritas dalam topik tersebut.

Contoh nyata dari pengaruh ilmu adalah bagaimana masyarakat merespons ahli di berbagai bidang. Seperti ahli hukum Islam (ulama) atau ahli ilmu informasi teknologi dan dokter, misalnya, dihormati karena pengetahuan mereka tentang kesehatan dan ilmu untuk menyembuhkan penyakit. Demikian pula, agamawan dihargai karena kontribusi mereka terhadap lingkungan masyarakat dalam membimbing dan menjadi suluh bagi umat yang memperbaiki moralitas kehidupan manusia.

Namun, ilmu juga memiliki keterbatasan dalam memberikan pengaruh. Meskipun seseorang mungkin sangat ahli di bidang tertentu, pengaruh mereka bisa terbatas jika mereka tidak memiliki platform atau jabatan yang memungkinkan mereka menyuarakan pendapat. Selain itu, dalam masyarakat yang lebih menghargai kekayaan material atau status, nilai ilmu mungkin sering diabaikan.

Jabatan mengacu pada posisi formal dalam struktur organisasi atau sosial yang memberikan wewenang kepada individu. Jabatan sering kali dikaitkan dengan kekuasaan dan tanggung jawab yang datang bersama posisi tersebut. Seorang pejabat publik, misalnya, memiliki wewenang yang datang dari posisinya untuk membuat keputusan yang memengaruhi banyak orang.

Dalam konteks ini, jabatan dapat memberi hak bicara yang signifikan karena posisi tersebut sering disertai dengan kekuatan untuk membuat perubahan nyata. Seorang pemimpin perusahaan memiliki otoritas untuk menentukan arah organisasi. Sementara seorang politisi memiliki kekuasaan memengaruhi kebijakan publik.

Namun, jabatan tidak selalu datang dengan jaminan bahwa seseorang akan didengarkan atau dihormati. Jika seseorang hanya bergantung pada jabatannya tanpa didukung oleh ilmu atau integritas pribadi, keabsahan dan pengaruh mereka dapat dipertanyakan. Contoh klasik adalah pemimpin yang mungkin memiliki jabatan tinggi, tetapi keputusan mereka tidak dihormati karena kurangnya pemahaman atau moralitas.

Harta atau kekayaan material adalah pilar ketiga yang sering kali menentukan seberapa besar pengaruh seseorang dalam masyarakat. Kekayaan memberikan kemampuan untuk memperoleh sumber daya, memengaruhi orang lain, dan bahkan membeli kekuasaan. Dalam masyarakat kapitalis, harta sering kali dilihat sebagai simbol kesuksesan dan kekuatan. Pengaruh harta sangat terlihat dalam bagaimana orang kaya dapat mendanai kampanye politik, memulai usaha besar, atau mendukung proyek amal yang dapat mengubah kehidupan banyak orang.

Pada zaman Rasulullah saw, ada empat sahabat yang terkenal kaya; Khadijah binti Khuwailid Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan dan Zubair bin Awwam, radhiyallahu anhum, yang menjadi donatur utama dakwah Islam.

Sedangkan pada zaman sekarang banyak juga muslim terkaya di dunia. Beberapa di antaranya sebagaimana dirilis Majalah Forbes dan Bloomberg termasuk Alwaleed bin Talal Al Saud dari Saudi Arabia yaitu pemilik Kingdom Holding Company, bisnis investasi dan real estate, Mohammad Al Amoudi dari Saudi Arabia/Ethiopia yang berinvestasi dalam berbagai sektor seperti minyak, industri, dan real estate, Mohammed Hussein Al Amoudi dari Saudi Arabia/Ethiopia dengan usaha pada sektor minyak, industri, dan real estate. Sedangkan negara muslim terkaya berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita: Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Brunei Darussalam.

Dengan adanya kekayaan, personal yang dihormati dan lembaga negara yang kuat, eksistensi dan suara mereka lebih didengar dan mendapat hak istimewa yang tidak didapat oleh negara-negara muslim lain yang miskin. Namun, seperti halnya ilmu dan jabatan, harta juga memiliki batasannya. Kekayaan yang tidak disertai dengan pemahaman yang bijaksana tentang penggunaannya atau tanpa integritas moral dapat menyebabkan ketidakadilan sosial dan mendapat kritikan. Orang yang sangat kaya tetapi tidak peduli dengan kesejahteraan masyarakat sering kali dilihat dengan pandangan sinis dan kurang dihormati dalam konteks yang lebih luas.

Salah satu pertanyaan menarik yang muncul adalah bagaimana ketiga elemen ini-- ilmu, jabatan, dan harta -- berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Dalam banyak kasus, kombinasi dari dua atau lebih elemen ini dapat memperkuat posisi seseorang secara signifikan. Misalnya, seorang pengusaha sukses yang juga memiliki jabatan penting dalam pemerintahan atau organisasi sosial dapat memiliki pengaruh yang sangat besar. Demikian pula, seorang agamawan yang juga kaya ilmu dapat menggunakan sumber dayanya untuk memajukan dan membuat perubahan bagi lingkungannya.

Namun, memiliki ketiga hal ini dalam proporsi yang seimbang adalah hal yang jarang terjadi. Orang-orang seperti Elon Musk atau Warren Buffett adalah contoh dari individu yang mungkin mendekati keseimbangan ini. Mereka memiliki pengetahuan mendalam di bidang mereka, kekayaan besar, dan posisi berpengaruh yang memungkinkan mereka untuk membuat perubahan nyata dalam masyarakat. Sebaliknya, ketidakseimbangan dalam tiga pilar ini dapat menyebabkan masalah. Seseorang dengan kekayaan besar tetapi tanpa ilmu atau pemahaman yang mendalam mungkin membuat keputusan yang buruk. Atau, seseorang dengan jabatan tinggi tetapi tanpa dukungan finansial atau pengetahuan mungkin kesulitan untuk mewujudkan visi mereka.

Pengaruh sosial
 
Dalam masyarakat yang ideal, semua orang seharusnya memiliki hak untuk berbicara dan pendapat mereka didengar terlepas dari ilmu, jabatan, atau harta yang mereka miliki. Namun, kenyataan seringkali menunjukkan bahwa masyarakat cenderung memberikan lebih banyak perhatian kepada mereka yang memiliki salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut. Seorang pemimpin masyarakat yang memiliki pengetahuan mendalam dan harta, tetapi tidak memiliki jabatan resmi, mungkin masih dihormati dan pendapatnya diambil serius karena pengaruh yang berasal dari ilmunya dan kemampuannya untuk memanfaatkan kekayaannya untuk tujuan yang baik. Sebaliknya, seseorang yang hanya memiliki jabatan tanpa dukungan ilmu atau harta mungkin tidak memiliki pengaruh yang sama.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved