Kupi Beungoh
Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, Paradigma Aceh Pungo, Jawa Sopan - Bagian XIX
Ketika seseorang mempunyai status, maka kepadanya melekat peran, yakni apa yang harus ia lakukan yang lebih menunjukkan kepada kewajibannya.
Oleh Ahmad Humam Hamid *)
Salah satu topik,mata kuliah sosiologi 101, di prodi sosiologi di universitas manapun di dunia, berurusan dengan dua kata; status dan peran. Yang pertama dimaksudkan dengan status adalah posisi, kedudukan, atau pangkat seseorang dalam sebuah unit sosial tertentu. Yang kedua adalah peran, yakni apa yang mesti dilakukan sebagai akibat dari status yang dimiliki.
Ayah misalnya, adalah status yang melekat kepada lak-laki dewasa yang seringkali terkait sebagai kepala keluarga. Demikian juga status ibu yang dalam kehidupan sosial di Aceh dianggap sebagai orang kedua dalam keluarga.
Ketika seseorang mempunyai status, maka kepadanya melekat peran, yakni apa yang harus ia lakukan yang lebih menunjukkan kepada kewajibannya. Apa yang dipikulnya adalah ekspektasi apa yang mesti ia kerjakan dan bertanggung jawab, akibat dari status yang dimikinya.
Ketika seseorang menyandang status ayah, maka ia secara sosial ia diharapkan berperan utnuk memenuhi kebutuhan keluarga, membuat keputusan keputusan penting untuk keluarga. Status ibu dalam masyarakat tradisional Aceh, diharapkan berperan banyak dalam berbagai hal domestik rumah tangga.
Ketika status itu kita letakkan kepada posisi gubernur Aceh sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Aceh, maka ada dua sub status yang dimiliki.
Pertama, sebagai kepala pemerintahan, dan kedua, sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.
Akibat dari kedua sub status itu maka kepadanya melekat banyak sekali peran yang menjadi tanggung jawabnya.
Pertama, status kepala daerah menempatkan gubernur pada fungsi desentralisasi. Pada status ini ia memiliki peran dan kewenangan untuk menjalankan urusan rumah tangga daerah dengan sumber pendanaan APBD.
Kedua, status gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, Presiden sebagai penanggungjawab akhir pemerintahan.
Presiden melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk bertindak atas nama pemerintah pusat.
Sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur berperan dan berwenang untuk menjalankan urusan pemerintahan -absolut maupun umum- dengan sumber pendanaan APBN.
Pada status ini gubernur juga berperan untuk membina dan mengawasi penyelenggaraan pemeritahan daerah bawahan.
Apapun status dan peran yang dilakoni oleh gubernur dalam konteks hubungan pusat dan daerah, ada yang sering terabaikan dalam pengamatan. Yang dimaksud adalah baik gubernur maupun atasannya, dalam hal ini presiden dan lingkaran kekuasaan presiden adalah manusia biasa.
Dalam menjalankan perannya sebagai akibat dari status, maka komponen yang paling utama dan sangat penting adalah cara gubenur berkomunikasi, baik keatas maupun ke bawah. Yang dimaksud ke atas dalam hal ini presiden dan lingkarannya-selanjutnya distilahkan “Jakarta”.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.