Kupi Beungoh
Jalan Terjal Gubernur Aceh 2024-2029: Aceh - Jakarta, Paradigma Aceh Pungo, Jawa Sopan - Bagian XIX
Ketika seseorang mempunyai status, maka kepadanya melekat peran, yakni apa yang harus ia lakukan yang lebih menunjukkan kepada kewajibannya.
Selanjutnya ada komunikasi ke bawah, dalam hal ini komunikasi gubernur dengan pemerintahan kabupaten kota, bahkan rakyat Aceh sekalipun. Yang terakhir ini disebut dengan “Aceh”.
Cara atau gaya komunikasi gubernur ke Jakarta maupun di Aceh akan sangat menentukan kualitas hubungan, yang pada hakekatnya akan sangat menentukan terhadap perumusan kebijakan dan implementasi pemerintahan dan pembangunan daerah.
Kemampuan “membawa diri” gubernur dalam pergaulan nasional akan menjadi kunci keberhasilan daerah.
Sebaliknya cara berinterksi dengan berbagai komponen daerah tidak kurang kalah pentingnya dan juga akan sangat menentukan bagi kesuksesan gubernur dan Aceh sekaligus
Catatan terhadap para gubernur Aceh yang cukup berhasil- Hasymi, Muzakir, dan Ibrahim Hasan,- menunjukkan bahwa pola komunikasi yang mereka jalani diawali dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang Aceh dan Jakarta.
Di Aceh, sang gubernur tahu dan menguasai benar budaya Aceh, dan dengan demikian gaya komunikasi yang gubernur lakukan juga sesuai dengan budaya Aceh.
Demikian juga ketika berinteraksi dengan Jakarta, sang gubernur tahu benar “tata krama” komunikasi dalam konteks budaya pemerintah pusat.
Hasymi, Muzakir, dan Ibrahim tahu, dan memahami dengan sangat baik“ budaya dominan” dalam praktek kekuasaan dan pemerintahan nasional.
Dengan pemahaman itu mereka dapat memilah kapan pola atau style komunikasi mereka menggunakan cara Aceh, dan kapan pula gaya komunikasi mereka menggunakan gaya Jakarta.
Kegagalan menempatkan penggunaan style komukasi Aceh dan Jakarta, baik karena salah tempat, apalagi salah pakai akan membawa implikasi dasyhat. Menggunakan style komunikasi Aceh di Jakarta tentu saja tidak efektif bahkan dapat menciptakan “bencana”.
Sebaliknya menggunakan syle komunikasi Jakarta dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan di Aceh juga tidak optimal.
Kalau kita hanya berfikir memasukkan kata dałam satu atau beberapa kalimat, sebagai komunikasi, itu adalah sebuah kesalahan besar.
Memasukkan hanya kata kedalam kalimat hanyalah awal dari komunikasi. Ketika kalimat , nada, kata, dań bahasa tubuh diletakkan dalam konteks sosial dan budaya, itulah yang disebut dengan komunikasi.
Penguasaan kata, kalimat, nada, kata , dan bahasa tubuh, teruratama ketika berhadapan dengan budaya lain inilah yang akan memberikan skor atau indikasi seseorang mempunyai kompetensi komunikasi. Ini artinya, pemahaman tentang budaya lain dengan baik dan benar akan menjadi kunci untuk kesuksesan komunikasi.
Kenapa komptensi komunikasi bahkan kompetensi budaya sangat perlu dimiliki oleh pemimpin Aceh? Keragaman budaya dari berbagai suku di Indonesia sangat tinggi.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.