Citizen Reporter

ANTAR, Lembaga Keuangan Mikro di Bangladesh untuk Fakir Miskin

Dalam kunjungan ini saya ingin melihat secara dekat apa saja yang dilakukan oleh jaringan AMAN di negara-negara anggotanya.

Editor: mufti
IST
Prof. KAMARUZZAMAN BUSTAMAM-AHMAD, M.Sh,.Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, melaporkan dari Dhaka, Bangladesh 

Prof. KAMARUZZAMAN BUSTAMAM-AHMAD, M.Sh,.Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, melaporkan dari Dhaka, Bangladesh

Baru-baru ini saya berkunjung ke Kota Dhaka dan Chittagong, Bangladesh, salah satu negara jaringan Asian Muslim Action Network (AMAN). Lembaga ini memiliki anggota dewan di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Dalam kunjungan ini saya ingin melihat secara dekat apa saja yang dilakukan oleh jaringan AMAN di negara-negara anggotanya.

Kali ini saya menjadikan Bangladesh sebagai target kunjungan, setelah beberapa hari berada di Istanbul, Turkiye.

Saya disambut oleh pimpinan ANTAR, Mr Emranul Huq Chowdhury bersama stafnya di kantor yang berlokasi di Dhaka. Saya mendapatkan banyak ’insight’ (wawasan) tentang keberadaan lembaga keuangan mikro ini yang fokus pada pemberdayaan masyarakat miskin. ANTAR hampir mirip dengan Grameen Bank, yang dipimpin Muhammad Yunus (peraih Nobel). Bahkan Mr Emranul Huq adalah karibnya Muhammad Yunus yang sekarang menjabat Kepala Pemerintahan sementara di Bangladesh.

Kehidupan warga Bangladesh memang penuh dengan perjuangan untuk keluar dari garis kemiskinan. Demikian penyampaian Pendiri ANTAR. Hal ini menyebabkan hampir 2 juta lebih warga Bangladesh bekerja di luar negeri. Mereka menjadi penopang perekonomian Bangladesh. Sebab, hampir setiap tahun para pekerja yang mayoritas bekerja di Timur Tengah itu mengirimkan pendapatan mereka ke kampung halaman mereka di Bangladesh.

Sebaliknya, menurut Mr Emranul, para taipan Bangladesh lebih tertarik untuk menyimpan dana mereka di luar negara mereka, sehingga sedikit banyak memengaruhi perekonomian negara Bangladesh. Fenomena ini dipandang sebagai penyebab aktivitas perekonomian di negara ini cenderung tidak stabil. Orang miskin bekerja di luar negeri untuk mengirimkan dana mereka ke negara mereka sendiri. Sedangkan orang kaya, bekerja di Bangladesh, kemudian menyimpannya di luar negeri.

ANTAR memiliki program bantuan keuangan mikro untuk fakir miskin di Bangladesh. Mereka juga memiliki berbagai kegiatan kemanusiaan, tepatnya di Cox Bazar untuk pengungsi Rohingya.

Organisasi ini telah berdiri hampir 20 tahun lebih. Mereka memiliki wilayah kerja di hampir seluruh penjuru Bangladesh. Adapun stafnya hampir berjumlah 200 orang. Dengan jumlah anggota yang mendaftar untuk program ANTAR ini hampir mencapai belasan ribu, khususnya dari kelompok fakir miskin (ultrapoor).

Dapat dinyatakan bahwa ANTAR merupakan penyelamat perekonomian dan keuangan masyarakat miskin di Bangladesh. Hal ini terlihat saat mereka hendak membuka usaha, di mana sangat sulit untuk berhubungan dekat dengan perbankan. Hal ini disebabkan kelompok fakir miskin tersebut tidak memiliki jaminan saat meminjam uang ke bank.

Untuk mendalami lembaga keuangan mikro ini, saya lantas diajak oleh Kepala Program ANTAR, Abdullah Mohiuddin ke Chittagong (salah satu provinsi di Bangladesh), untuk melihat bagaimana operasionalisasi kegiatan ANTAR di lapangan. Selama tiga hari saya tinggal bersama staf ANTAR di Kota Chittagong. Setiap wilayah memiliki seorang manajer yang mengawasi setiap kegiatan mereka di beberapa cabang jaringan ANTAR.

Di setiap wilayah terdapat ratusan peserta yang setia dengan program keuanga mikro dari ANTAR. Untuk setiap cabang, dikelola oleh seorang kepala cabang dan 2-3 staf yang terus-menerus memonitor keadaan anggota mereka. Hampir setiap cabang terdapat ratusan hingga ribuan peserta aktif. Staf akan terus mendampingi mereka hingga mereka dapat berjalan secara baik dari program yang didanai ANTAR.

Model bantuan keuangan mikro yang dilakukan adalah lebih dikhususkan kepada perempuan  ketimbang laki-lai. Hal ini ditujukan untuk memberdayakan ekonomi keluarga.

Bagi mereka yang berada dalam kategori ‘ultrapoor’ (mengutip istilah dari staf ANTAR), maka bantuan diberikan secara percuma dan diharapkan dapat mengubah keadaan finansial mereka.

Namun demikian, untuk mereka yang miskin karena tidak memiliki pendapatan yang mapan, maka ANTAR hadir lebih intens bersama mereka.

Para perempuan yang ingin bergabung bersama ANTAR akan mengajukan bantuan untuk kegiatan ekonomi mereka. Mereka diharuskan membuat kelompok, terdiri atas maksimal sepuluh wanita. Setelah itu, mereka mengajukan berbagai kegiatan untuk membangkitkan sistem perekonomian mereka di level keluarga.

Bantuan usaha adalah sesuatu yang diharapkan oleh para calon penerima bantuan. Mereka lebih memercayai perempuan karena mereka selalu berada di rumah dan mudah untuk diajak kerja sama ketika ada persoalan muncul di tengah jalan.

Setelah itu, ANTAR akan memonitor kegiatan mereka dari penggunaan dana yang dpinjamkan kepada kelompok tersebut. Sistem kelompok ini dipandang sangat efektif karena masing-masing individu akan menjalankan tanggung jawab masing-masing, sesuai dengan kesepakatan antara mereka dengan ANTAR.

Di sini, jika ada yang ingin melakukan hal-hal yang tidak disepakati, akan diselesaikan oleh pihak kelompok, bukan oleh pihak ANTAR. Sehingga, setiap anggota akan saling mengawai sesama mereka supaya tidak memiliki masalah dengan ANTAR.

Dana yang dikelola oleh ANTAR saat ini hampir mencapai 5 juta dolar, dari hasil perputaran dana yang mereka dapatkan dalam rangka mendampingi masyarakat miskin. Para anggota benar-benar merasakan manfaat dari bantuan keuangan ANTAR tersebut. Beberapa yang pernah bergabung dengan ANTAR mampu keluar dari garis kemiskinan. Inilah yang menyebabkan ANTAR dapat bertahan hampir lebih dua dekade.

Model ANTAR ini memang merupakan bagian dari strategi Bank for the Poor (Bank untuk orang Miskin). Disebutkan bahwa kalau masing-masing anggota dapat melunasi pinjaman mereka dalam satu tahun, maka tidak ada biaya apa pun yang ditarik dari peserta. Sehingga, para wanita tersebut bekerja keras untuk membangun usaha mereka bersama keluarga masing-masing. Mereka hadir dan hidup di tengah-tengah masyarakat yang mereka danai.

Ketika kami singgah di satu cabang, terlihat beberapa warga tempatan datang untuk mendaftarkan diri dalam program ANTAR. Para staf menyambutnya dengan penuh keramahan. Di sini sangat diprioritaskan bagi mereka yang memiliki semangat untuk keluar dari jeratan persoalan ekonomi.

Dana yang dibantu minilam 9 jutaan rupiah. Mereka dapat mengembalikan dana tersebut dalam masa 45 minggu. Dana yang mereka kembalikan setiap minggu adalah 200.000-an rupiah.

Program ini tidak memberatkan peserta, sebab mereka dapat membayarnya secara cicilan, tanpa harus menjaminkan harta atau aset mereka, seperti ketika berurusan dengan bank.

Model Bank for the Poor ini sudah marak di Bangladesh sejak 1976. Keberhasilan Muhammad Yunus dalam program ini telah diakui secara internasional. Masyarakat paham betul bagaimana berinteraksi dengan lembaga keuangan mikro ini.

Pihak ANTAR menyatakan, peserta terus bertambah karena mereka terus membangun ekspansi kegiatan perekonomian keluarga. Kehadiran ANTAR atau lembaga-lembaga serupa lainnya sangat membantu perekonomian sebagian kecil warga Bangladesh.

Akhirnya, saya mendapatkan gambaran bahwa keberadaan lembaga seperti ANTAR, sebenarnya juga telah terlihat di Aceh, seperti pengalaman Baitul Mal Aceh. Hanya saja, Baitul Mal Aceh belum berani menjalankan misi Bank for the Poor, seperti yang dilakukan oleh ANTAR.

Kalaupun mengharapkan bantuan untuk kelompok miskin dari perbankan, tentu saja tidak memungkinan, karena orang miskin tak memiliki harta sebagai  jaminan dalam mendapatkan bantuan keuangan untuk usaha mereka.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved