Kupi Beungoh
Tu Sop Sosok Waliyullah Millenial?
Tu Sop lahir tahun 1964 di lingkungan yang kental di lingkungan dayah dengan nilai-nilai keislaman dan pendidikan agama
Oleh: Tgk. Nanda Saputra, M.Pd*)
Sosok Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab, yang akrab dikenal sebagai Tu Sop, merupakan salah satu ulama terkemuka di Aceh yang memiliki pengaruh besar dalam bidang keagamaan pendidikan, dakwah, sosial masyarakat dan politik.
Meninggalnya Tu Sop pada tanggal 7 September 2024 tentunya membawa duka yang sangat mendalam untuk masyarakat Aceh bukan hanya kalanga agamis juga semua lapisan masyaralat Aceh.
Tu Sop lahir tahun 1964 di lingkungan yang kental di lingkungan dayah dengan nilai-nilai keislaman dan pendidikan agama.
Pendidikan agama dan umum di jalaninya di Jeunieb dan pasca menamatkan SMP di Jeunieb.
Selanjutnya Tu Sop belajar di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen setelah menyelesaikan pendidikan SMP.
Tak sampai disitu, tahun 1993, Tu Sop kemudian melanjutkan pendidikan ke Mekkah.
Di sana, ia menimba ilmu langsung dari Syeikh Sayed Muhammad Ali, seorang ulama sufi Mekkah bermazhab Maliki.
Setelah empat tahun menempuh pendidikan agama di Mekkah, Tu Sop kembali ke Aceh dan sempat mengajar kembali di Dayah MUDI Mesjid Raya.
Singkat cerita pada pertengahan tahun 2001, ia resmi memimpin Dayah Babussalam Al-Aziziyah, Kecamatan Jeunieb.
Baca juga: Fadhil Rahmi Menangis Ceritakan Sosok Tu Sop: Ayah tidak Tergantikan, Saya Hanya Meneruskan
Tu Sop sebagai Waliyullah Millenial?
Melihat kepribadian, keilmuan, pergaulan, dakwah dan perjuangan Tu Sop dalam masyarakat Aceh.
Semua kalangan masyarakat tak ada yang tidak mengenal Tu Sop terlebih dengan kecanggihan tekonologi dakwah Tu Sop tersebar dalam dalam masyarakat baik TikTok, Facebook, YouTube dan lainnya.
Dakwah dan pendidikan Tu Sop bukan hanya dimininati kalangan tertentu, namun dengan bahasa dan penyampaian Tu Sop mampu dinikmati dan mudah dicerna semua kalangan.
Membahas kelebihan Tu Sop pra maupun pasca meninggalnya membutuhkan banyak waktu dan lembaran serta uraian yang harus ditulis.
Namun dalam kesempatan ini setidaknya ada hal lebih spesifik dibahas sosok Tu Sop dalam perspektif seorang waliyullah di era millenial.
Pembahasan ini tentunya tidak berlebihan melihat ketokohan Tu Sop dan ini juga pandangan penulis terhadap Tu Sop berdasarkan jejak rekam dan kupasan dengan literatur klasik kitab kuning dan pendapat para ulama juga pandangan pribadi penulis.
Kupasan penulis ini sebagai bagian dari membicarakan kembali ulama dan orang saleh. Tentunya ini bagian dari ibadah.
Kita mengatahui dalam tradisi Islam, Waliyullah adalah hamba Allah yang mencapai tingkat kedekatan spiritual yang tinggi dengan-Nya. Beberapa ciri khas Waliyullah yang melekat pada Tu Sop antara lain:
Akhlak Mulia dan Rendah Hati
Tu Sop dikenal sebagai pribadi yang memiliki keilmuan, keimanan kuat dan ketakwaan tinggi.
Tu Sop senantiasa menjalankan ibadah wajib dan sunnah dengan konsisten, serta menjauhi hal-hal yang dilarang oleh agama.
Kesalehan pribadi ini tercermin dalam kesehariannya yang sederhana dan penuh dengan zikir.
Terkait hal ini telah disebutkan dalam Ihya' Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menyatakan:
"Wali Allah adalah mereka yang hatinya selalu terpaut kepada-Nya, menjauhi segala sesuatu yang dapat menjauhkan mereka dari-Nya."
Salah satu ciri utama Waliyullah adalah akhlak yang terpuji. Tu Sop selalu bersikap ramah, rendah hati, dan penuh kasih sayang terhadap sesama.
Tu Sop tidak membedakan antara satu orang dengan yang lain, semua diperlakukan dengan hormat dan kelembutan.
Mengupas hal tersebut sebagaimana diungkkapkan Ibnu 'Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam: "Di antara tanda kedewasaan spiritual adalah rendah hatimu terhadap sesama dan tidak merasa lebih baik dari mereka." Kondisi seperti ini tentunya di miliki sosok ulama bernama Tu Sop dalam kesehariannya.
Kepedulian Sosial dan Integrasi Nilai Islam dalam Praktik Politik
Tu Sop aktif dalam berbagai kegiatan sosial, membantu masyarakat yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang mereka.
Tu Sop terlibat dalam program filantropi, pemberdayaan ekonomi, dan pendidikan bagi kaum dhuafa. Hadis Nabi SAW: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Thabrani).
Realisasi nyata tersebut diimplementasikan dalam bentuk BMU (Barisan Muda Ummat) dan salah satu bantuaannya membangun rumah dhuafa dan lainnya kepada masyarakat.
Tu Sop menunjukkan bahwa politik dapat menjadi sarana untuk menegakkan keadilan dan kebaikan jika dijalankan berdasarkan nilai-nilai Islam.
Baca juga: Lapangan RTH Cot Gapu Bak Lautan Manusia, Ribuan Warga Ikut Samadiah untuk Almarhum Tu Sop
Tu Sop mengintegrasikan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan amanah dalam aktivitas politiknya.
Salah seorang ulama pernah menyebutkan "Agama dan politik tidak terpisah; politik adalah alat untuk menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan bermasyarakat."
Peran Tu Sop dalam hal ini telah dilakukannya selama dalam hidup Tu Sop bahkan jelang ajal menjemput jihad politik ini juga masih dilakukannya.
Penggerak Peradaban Kebaikan dan Perbaikan
Sosok ulama dan sebagai pemimpin dayah, Tu Sop mendidik ribuan masyarakat dan santri yang tersebar di berbagai daerah baik secara langsung maupun online via media sosial baik facebook, youtube dan lainnya.
Tu Sop menekankan pentingnya memahami ilmu syariat dan tasawuf secara seimbang, sehingga menghasilkan ulama yang berakhlak mulia dan berwawasan luas.
Kupasan ini senada sebagaimana disebutkan dalam Ta'lim al-Muta'allim, Syekh Az-Zarnuji menekankan: "Ilmu tanpa akhlak seperti api tanpa kayu bakar; tidak akan memberikan manfaat yang optimal."
Salah satu Ijtihad Tu Sop dengan tema besar "peradaban kebaikan dan perbaikan", Tu Sop mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan sosial.
Tu Sop mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan beradab. Keseharian sebagai tokoh yang dihormati, Tu Sop sering diminta menjadi mediator dalam berbagai konflik sosial.
Kebijaksanaan dan keikhlasannya dalam mencari solusi menjadikan Tu Sop dipercaya oleh berbagai kalangan.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menyatakan: "Mendamaikan dua pihak yang berseteru adalah salah satu amal yang dicintai Allah." Tu Sop berhasil menunjukkan bahwa keterlibatan ulama dalam politik dapat membawa perubahan positif jika dilandasi dengan niat yang ikhlas dan prinsip-prinsip Islam.
Baca juga: Semua Pemimpin Aceh Diajak Wujudkan Lima Peta Jalan Dakwah almarhum Tu Sop
Tu Sop tidak menjadikan politik sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai sarana untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Beranjak dari paparan di atas, tentunya tidak berlebihan dan kita sebut sosok Tu Sop esensi nyata Waliyullah di era ini.
Melalui keimanan yang kuat, akhlak mulia, dan dedikasi dalam melayani masyarakat, Tu Sop menunjukkan bagaimana seorang ulama dapat berperan aktif dalam membawa perubahan positif.
Integrasi antara nilai-nilai Islam dan praktik politik yang Tu Sop lakukan membuktikan bahwa agama dan politik dapat berjalan seiring untuk mewujudkan peradaban yang lebih baik. Lantas benarkah Tu Sop sosok waliyullah millenial?
Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq
*) PENULIS adalah Ketua PC ISNU Pidie, Dosen STIT Al-Hilal Sigli & Kandidat Doktor Universitas Sebelas Maret
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.